Vandra menatap pantulan dirinya dihadapan cermin. Wanita itu memakai gaun pernikahan berwarna putih bersih. Rambutnya disanggul dihiasi mahkota sebagai pemanisnya. Make up yang dibuat natural menyesuaikan warna kulit vandra menambah kesan cantik nan anggun secara bersamaan. Malam ini adalah acara resepsi Pernikahannya dengan zevan. Setelah pria itu mengucap ijab qabul di KUA sekarang dirinya sudah resmi menjadi istri SAH seorang Zevan Giandra.
"Masyaallah, cantik banget, Mba", ucap perias pengantin yang membantu vandra memakai make up
Vandra tersenyum malu mendengar pujian yang dilontarkan oleh perias pengantin itu, sebut saja namanya Kayla.
"Kamu bisa aja la, biasa aja kok"
"Aduhh beneran Mba, cantik banget loh. Ntar pasti suaminya pangling, lihat mba kaya bidadari"
Tok! Tok! Tok!
Pintu kamar hotel milik vandra diketuk oleh seseorang, kayla dan vandra menatap pintu tersebut lalu saling berpandangan.
"Siapa yah la?
"Nggak tau,Mba. Biar aku saja yang membukanya" Kayla berjalan membuka pintu
Setelah pintu terbuka, terlihat anak perempuan yang tersenyum ke arah kayla.
"Mba, bunda udah selesai make up nya?"
"Kamu anaknya mba vandra?"
"Iya mba"
"Ohh... Iya udah selesai. Ayok masuk" Kayla mengajak qila masuk menemui vandra
"Bunda qila cantik banget"
Vandra menoleh ke belakang mendengar suara anaknya. Ia tersenyum menanggapi ucapan anaknya. Yah, vandra sudah memaafkan qila atas kejadian sehari sebelum pernikahannya saat dirinya dan qila datang ke rumah zevan untuk membuatkan brownis. Karena anaknya itu merengek meminta maaf kepadanya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
"Terima kasih sayang, anak bunda juga cantik"
"Ayo bun kita turun, udah ditungguin , ayah udah nggak sabar mau lihat bidadarinya yang cantik ini", ucap qila terkekeh kecil
Vandra hanya menggelengkan kepala atas ucapan yang dilontarkan qila. Wanita itu beranjak dari duduknya, tangan kirinya diapit oleh qila. Saat di depan pintu, mereka berpapasan dengan ara. Gadis itu berniat ingin memanggil vandra yang sekarang statusnya sudah menjadi bunda sambung untuknya.
"Loh ara ada apa ke sini, Sayang?"
"Niatnya aku mau panggil kalian, ayah udah nunggu"
Jadilah vandra turun dengan tangan kiri yang diapit qila dan tangan kanan oleh ara. Mereka bertiga turun ke lantai bawah menggunakan lift. Saat lift terbuka, banyak pasang mata yang tertuju pada tiga perempuan cantik tersebut. Banyak dari mereka mengagumi kecantikan tiga orang perempuan cantik itu.
Zevan menatap kagum ke arah vandra, cantik, batin pria itu. Saat sudah dihadapan zevan, ara dan qila melepaskan tangan mereka yang sebelumnya mengapit tangan milik vandra. Zevan menggandeng tangan istrinya berjalan menuju pelaminan.
Sepasang kekasih itu berdiri di pelaminan bak seorang Raja dan Ratu. Para tamu undangan satu per satu mulai naik ke pelaminan untuk mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Banyak dari mereka yang mendoakan agar pernikahan keduanya sakinah, mawaddah, warahmah. Zevan dan Vandra mengaamiinkan doa-doa baik dari mereka.
Di tengah ramainya tamu yang berdatangan, qila menarik tangan ara menuju kolam renang hotel tersebut. Kedua remaja itu hanya saling bertatapan satu sama lain seolah - olah ingin mengatakan sesuatu.
"Mau apa kamu ajak aku ke sini?"
"Gimana? Udah seneng dapat ibu baru?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Syaqila Anaira
"Aku lagi males buat nanggepin omongan kamu, to the point aja"
"Gue masih belum terima waktu itu, bunda marahin gue cuma karena lo!"
Ara memijit pangkal hidungnya, mengapa harus membahas kejadian itu lagi. Dirinya sudah berusaha untuk melupakannya, dan menganggap masalah tersebut sudah selesai.
"Aku harus berbicara dengan cara seperti apalagi ke kamu qila, belum cukup penjelasan aku waktu itu? Aku anggap penjelasan aku sudah dapat membuka pikiranmu, ternyata dugaanku salah"
"Lo nggak usah berasa jadi orang yang paling bener deh"
Ara benar-benar frustasi berhadapan dengan seorang Syaqila Anaira. Sebenarnya maunya anak itu apa.
"Kalau boleh jujur, aku emang belum bisa nerima bunda vandra dan kamu yang terlalu mendadak di kehidupan ku. Tapi bukan berarti aku ingin menjadikanmu musuh"
Tanpa mendengar jawaban dari qila, ara melangkahkan kakinya masuk kembali ke dalam hotel. Meninggalkan qila yang terdiam meresapi semua ucapan ara.
"Gue juga nggak tau kenapa gue seakan benci lihat lo, apalagi setiap lihat bunda kasih perhatiannya ke lo. Selama ini gue hanya tinggal berdua sama bunda, gue nggak pernah ngerasain kasih sayang papa dari kecil. Karena kata bunda, papa meninggal saat gue masih bayi", Monolog qila setelah ara pergi
Qila menghapus liquid bening yang membentuk sungai kecil di kedua pipinya. Ia tidak tau dan tidak paham apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Disatu sisi ia senang mendapatkan saudari perempuan tapi disisi lain ia takut akan sesuatu hal. Iya, ia takut kehilangan sebuah perhatian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Peran
Dla nastolatkówLuka enam tahun masih menganga. Kini harus berusaha untuk menyembuhkan luka yang sama. Menjalankan perannya sendiri dan berusaha untuk dapat menggantikan peran yang hilang. Leoni Arella, seorang remaja yang mendekap lara. Mencoba sembuh agar lebih b...