1

620 68 28
                                    

Tap tap tap...

Suara sol sepatu mengenai lantai dengan ritme cukup cepat terdengar disepanjang lorong bangunan megah bertingkat. Nafas ngos-ngosan membarengi langkah kaki bergerak sangat cepat menuju satu wilayah.

Pria dengan kemeja putih itu dapat bernafas lega setelah hal yang tadi dia khawatirkan terlihat baik-baik saja duduk dipingir taman.

Langkah yang semula tak karuan kini ia perpelan menghampiri seorang disana. Seorang yang tengah asik membaca buku dengan kacamata bertengger dihidungnya.

"Kamu habis lari?". Pertanyaan itu spontan keluar dari bibir seorang wanita.

Si Pria hanya bernafas lega kemudian menjawab dengan suara deheman pelan.

"Nayeon bilan-"

"Ayolah,kamu dikerjain lagi sama dia" Ucap cepat sang wanita. Tatapannya yang sedari pada buku kini ia alihkan menatap pria didepannya.

"Kali ini dia bilang aku kenapa?. Jatuh? Dibully? Kena bola basket? Atau dimarahin guru?". Cecarnya.

"E-enggak. Sebenarnya dia belum selesai ngomong,tapi aku langsung keburu lari" Sahutnya sambil menggigit bibir.

Wanita itu menghela nafas panjang.

"Jangan kayak gini" Ucapnya kemudian. "Aku gak apa".

"San-"

"Kalau denger hal aneh lagi dari mereka,abaikan aja,aku bisa jaga diri sendiri. Kamu gak liat aku sudah besar?"

"Tetep aja selalu ada luka setiap hari" Pria itu melihat dari atas sampai bawah tubuh didepannya. Sedetik kemudian dia berdecak kesal.

"Kan" Sahutnya menarik tangan wanita itu lemudian dibaliknya" Kemarin luka ini gak ada San. Kena apa kali ini?"

"Tadi jatuh dirumput. Makanya tergores".

"Jika memang rumput goresannya akan tipis. Lihat lukamu. Kentara sekali jika ini dari benda tajam yang tipis".

"Lupain aja lagian gak sakit"

"Kenapa gak pindah aja?" Pria itu mengeluarkan kotak pada ranselnya. Lanjut mengobati luka goresan yang terbilang cukup mengerikan itu.

"Awsss.." Rintihnya.

"Kenapa gak pindah?"

"Kau tau alasannya"

"Aku bisa bantu masuk univ yang lebih dari ini"

Wanita itu tersenyum. "Tzuyu aku tau kamu kaya,tapi jangan kayak gini. Aku mau sekolah disini. Dari dulu aku mati-matian ngejar beasiswa buat sekolah disini. Lagian sudah hampir lulus. Jangan buat aku sedih begitu". Ucapnya sedikit menyeka sudut matanya.

"Maaf"

"Pergilah. Akan lebih gawat jika mereka melihat kita seperti ini"

Pria itu mengangguk. Memastikan sekali lagi bahwa tidak ada luka yang terlupa untuk diobati.

"Jika bertemu lagi,menghindar aja. Aku juga sudah hilang akal buat ngehentiin dia"

Sana mengacungkan jempolnya. "Terimah kasih".

"Sekali lagi maaf Sana"

"Tidak apa. Pacarmu itu sangat agresif,aku binggung hal apa yang harus kulakukan agar ia tak mengganggu meski cuman sehari"

"Akan kucoba bicara lagi padanya. Aku pergi dulu". Pamitnya manjauh dari taman.

Melihat itu Sana kembali termenung. Mencoba mengingat ngingat kembali perundungan yang hampir setiap hari ia alami. Perundungan dengan alasan tak masuk akal baginya.

You Can If You Want - (Satzu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang