22. Sumber Luka

34 6 0
                                    

Jangan lupa Vote⭐
dan Komen

*
*
*

"Sshhh," seorang gadis meringis, saat kapas dengan obat merah itu menyentuh luka yang ada disudut bibirnya.

Ia mengepalkan tangan nya dan sesekali memejamkan mata, saat kapas itu kembali menyentuh lukanya.

Wanita yang dihadapannya kembali menitihkan air mata, lalu meletakkan kapas itu di samping kotak obat disebelahnya.

Alisha membuka mata, dan melihat Mama kembali menangis dan menatap dirinya sedih. Ia dekatkan dirinya dengan Mama, lalu mengusap air mata Mama dan memberi senyum tipis.

"Maafin Mama yah?" Ucap Andini, ia mengelus pucuk kepala Alisha dengan perasaan bersalah.

"Kenapa kamu lindungi Mama? Seharusnya Mama yang kena, bukan kamu." Sesal Andini, ia dekap tubuh si sulung dengan erat.

Alisha menghela napas pelan, ia pejamkan mata merasakan telinganya yang berdenging dan usapan dipunggungnya.
Rasanya, sakit yang ia rasa akan segera hilang karena Mama ada di sampingnya, dan mau memeluknya.

Andini melepas pelukannya, ia mengusap air mata yang kembali mengalir.
Ditemani cahaya langit yang mulai berwarna jingga, sepasang ibu dan anak itu saling menggenggam tangan satu sama lain untuk menguatkan.

Mereka diselimuti sunyi, sampai Arina datang dengan langkah lebar lalu menubruk tubuh Alisha dan ia peluk dengan erat.

Alisha jelas terkejut merasakan itu, ia berdiri dari duduknya lalu membalas pelukan Arina.
Ia menenangkan Arina yang jantung nya berdegup dua kali lebih cepat, dan Mama juga ikut memeluk gadis itu.

Arina benar-benar takut, ia tidak ingin kakak dan Mama nya terluka. Semuanya terjadi karena Hardi, sang Papa yang pulang ke rumah dalam keadaan marah.

Ia tidak tahu kejadian jelasnya, karena begitu Papa teriak Mama menyuruhnya masuk kedalam kamar, dan menyuruh Bi Marni menemaninya sampai Papa pergi.

Rina menuruti perintah Mama, sampai ia mendengar suara barang-barang pecah dan pertengkaran diantara Mama dan Papa.

Arina yang saat itu panik, menutup telinga dan memukul-mukul kepalanya. Bi Marni bahkan kewalahan menghadapi Rina yang seperti itu, suara keras dan benda-benda pecah membuat gadis itu menjadi tidak bisa mengendalikan dirinya.

Sampai pertengkaran itu mereda, Rina bahkan belum bisa menguasai dirinya. Ia dipeluk dan diberi kata-kata penenang oleh Bi Marni, baru lah ketika merasa lebih tenang ia keluar kamar dan menghampiri Alisha yang ketika ia cari berada di halaman belakang bersama Mama.

Flashback

Siang menjelang sore, suasana di rumah mewah itu sedikit ramai. Suara tawa Rina dan suara kesal Mama mendominasi ruang keluarga, mereka sedikit berdebat mengenai permainan yang mereka mainkan.

Mama kesal karena Rina sejak tadi menertawakan cara bermainnya, yang dianggap sok tahu. Alisha yang juga ikut dalam permainan itu, sejak tadi hanya tersenyum melihat perdebatan mereka.

Alisha mengetuk meja beberapa kali, sampai suara tawa Rina berhenti dan atensi mereka berfokus pada Alisha.

"Aku ke kamar dulu yah?" Isyarat Alisha.

Tanpa menunggu jawaban dari Rina dan Mama, ia bangkit lalu berjalan menuju kamar nya.

Mama dan Rina saling tatap satu sama lain, lalu mengangkat kedua bahu tidak tahu.
Mereka memutuskan berhenti bermain dan membereskan kekacauan yang mereka buat.

Saat hampir selesai, suara seseorang memanggil Andini dengan keras terdengar.

Mendengar itu, mereka menghentikan aktivitas masing-masing. Dengan cepat Mama mendekati Rina lalu menyuruh gadis itu masuk kedalam kamar dan memanggil Bi Marni untuk menemani.

Melukis SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang