"Baik, terimakasih kepada Syarifah Hanifa Zahra Al Muhdlar yang telah datang jauh-jauh memberikan ilmu kepada kita semua disini. Semoga ilmu yang diberikan tidak hanya tertulis di buku catatan kita. Tetapi kita mampu mengamalkan ilmu yang telah diberikan. Saya sebagai MC kurang lebihnya mohon maaf, Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh."
Usai mengucapkan salam, gadis berkerudung syar'i yang berdiri didepan puluhan jamaah itu turun dari atas podium. Jalannya yang tegap dengan rasa percaya diri membelah kerumunan jamaah yang ingin mencium tangan syarifah. Ia berjalan sedikit cepat sembari menjaga syarifah tersebut agar tetap aman. Gaya yang begitu berkelas menambah kecantikan gadis tersebut. Tampaknya gadis itu menuntun Syarifah Hanifa untuk memasuki sebuah ruangan yang disediakan oleh panitia.
"Masya Allah Ipah, udah lama kita gak ketemu. Sekali bisa ketemu, sudah jadi ustadzah terkenal aja," ucap gadis itu menggoda. Syarifah adalah sebutan bagi para perempuan yang terlahir sebagai zurriah rosul. Sedangkan untuk laki-laki, gelar yang diberikan adalah Sayyid atau Habib.
Gadis yang dipanggil Ipah itu tersenyum. Terlihat lesung pipit yang muncul di wajah gadis campuran Arab Indonesia.
"Haura juga Masya Allah banget bisa ada di posisi ini sekarang. Aku seneng banget pas tahu kalau kita dipertemukan di acara kaya gini."
Menatap Syarifah Hanifah membuat Haura mengingat masalalu. Dulu saat SMA, mereka sering merencanakan untuk pergi kajian bersama. Namun selalu saja ada halangan.
"Iya, Pah. Dulu aku sedih banget pas tahu Pah Nifa bakal mondok di Tarim. Tapi aku seneng lihat Pah Nifa udah jadi orang besar kaya sekarang," ucap Haura sambil tersenyum bangga.
"Kamu bisa aja. Oh ya, habis ini kamu ada acara, Hau? Aku pengen cerita banyak hal ke kamu."
Haura melihat jadwal yang sudah ia atur di ipad yang selalu ia bawa, "gak ada, Pah. Tapi aku ada waktu sampai Sholat Ashar, setelah itu aku ada kelas."
Syarifah Hanifa mengangguk, "kita ke cafe terdekat aja ya? Kebetulan tetangganya Jiddah baru buka cafe di daerah sini.
Haura mengangguk, "boleh. Tapi aku pamit dulu ke anak-anak lain. Biar enak kalau ada perlu."
*********
Namanya Haura Arrasyid. Gadis berusia 20 tahun yang saat ini menyandang status sebagai mahasiswi salah satu Universitas di Kabupaten Jember. Ia menetap di Kota Jember bersama kedua orang tua, dan juga kakak perempuannya yang tengah menjalani LDR dengan sang suami. Ayahnya berasal dari Jember. Sedangkan ibunya berasal dari Kota Tuban. Selain menyandang status sebagai seorang mahasiswi, Haura mengurus sebuah komunitas hijrah yang didirikannya sejak ia menjadi mahasiswi semester pertama. Awal dari kegiatan komunitas ini hanyalah rutinan dzikir. Namun komunitas yang didirikan oleh Haura semakin lama semakin meningkat. Bahkan kini majelis yang diadakan tersebut mampu mengundang ustadz atau ustadzah terkenal setiap satu bulan sekali. Tidak hanya itu, aktivitas rutin yang ia lakukan setiap malam adalah kajian kitab bersama ustadznya. Sehingga ia tidak memiliki waktu untuk berleha leha.
Mobil yang dikendarai Haura berhenti di depan pagar rumah besar bernuansa putih kuning. Usai mengikuti kegiatan kuliah tadi, ia harus kembali ke tempat acara karena ada beberapa hal yang harus ia urus. Jam menunjukkan pukul 17.35, sebentar lagi adzan magrib berkumandang dan Haura belum mempersiapkan diri untuk sholat magrib berjamaah yang rutin dilakukan oleh keluarganya. Rasanya gerah, ingin sekali ia mandi lalu merebahkan dirinya diatas kasur. Tetapi sepertinya ia tidak memiliki waktu untuk itu. Karena setelah isya, Haura memiliki jadwal mengaji bersama ustadz. Untung saja gadis ini mampu menyesuaikan jadwalnya. Haura juga tipikal orang yang mengerjakan sesuatu di awal waktu. Sehingga tugas yang diberikan oleh dosen tidak sampai melewati tenggat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Majelis Hati
SpiritualJika ada yang bertanya kepadamu tentang majelis, apa yang akan kamu jawab? secara mudah, kita memaknai majelis adalah sebuah perkumpulan. lalu apakah kamu pernah membayangkan? kamu menemukan cintamu di sebuah majelis ta'lim? Dikisahkan Haura Ar-Ras...