Part 5

38 4 0
                                    

Haura, Shelly, Sharon, dan Andin berjalan memasuki sebuah Mall besar di Kota Jember. Mereka berjalan sembari berbincang-bincang, membicarakan berbagai hal yang tidak penting namun cukup membuat perut terasa sakit. Sudah lama Haura tidak seperti ini, ia ingat kapan terakhir kali ia pergi bersama teman kampusnya. Kira-kira mereka pergi berempat terakhir kali pada semester lalu. Kini mereka berada pada sebuah cafe. Cafe itu menjadi tempat favorit keempat sahabat tersebut.

“Aaaa guyss!! Gue seneng banget akhirnya kita hangout berempat,” ujar Shelly sedikit berteriak.

“Gue juga seneng, akhirnya lo mau ikut kita main Hau. Tadi lo gimana bilang ke bokap lo?” Tanya Sharon.

Haura tersenyum, “ya gitu deh. Tadi diingetin buat gak pulang malem.”

“Tenang ajaa, kita bakal pulang lebih cepat kok.”

Haura mengacungkan jempolnya. Ia lalu mengeluarkan sebuah kitabnya, lalu menuliskan di Ipad yang tidak pernah ia tinggalkan.

“lo ngapain, Hau?” Shelly bertanya heran.

“Gue lupa nyalin catatan ngaji kemarin malem.”

Sharon dan Andin ikut melihat apa yang ditulis Haura. Rasa ingin tahu mereka semakin tinggi, mengapa Haura sangat suka belajar dan mengaji? Bagi mereka kegiatan tersebut membosankan. Tapi melihat Haura yang sangat fokus dengan isi kitabnya, membuat ketiga perempuan ini semakin ingin tahu apa yang dipelajari gadis itu.

“Kitab kaya gitu isinya tentang apa sih, Hau?” Tanya Andin heran.

“Banyak, ada fiqih, tasawuf, nahwu shorof, tauhid. Tergantung kita mau belajar apa. Seru tau, baca-baca kitab karya para ulama.”

“Gue pengen baca deh, Hau!” Sahut Sharon.

“Gue juga!!” Ucap Shelly dan Andin bersamaan.

“Nih! Kalau kalian gak ngerti, baca aja maknanya. Itu maknanya pakai bahasa indo kok, bukan pegon jawa.”

Haura menyerahkan salah satu kitabnya kepada teman-temannya. Ketiga temannya menerima kitab itu dan membuka isinya. Mereka mengerutkan dahi, sedangkan Haura kembali fokus dengan apa yang ia tulis.

“Lo niat ngerjain kita, Hau? Mana ada bahasa indo? Ini mah arab semua,” gerutu Andin.

“Lah, itu bacanya pake bahasa indo kok. Cuma emang hurufnya aja yang arab,” balas Haura.

“Ya bener aja! Kita mah mana bisa, Hau?” Sharon memutar bola matanya malas.

Haura meringis menampakkan gigi-giginya yang tersusun rapi. Ia lalu mengambil kitab yang berada di depan teman-temannya. Lalu mulai menjelaskan isi kitabnya. Haura menjelaskan penuh dengan kehati-hatian dan mudah dipahami oleh ketiga temannya. Dirasa cukup, ia menutup kitabnya dan memasukkan kedalam tas.

“Andai gue dapet suami paham agama. Tahu gak? Gue tuh tadi bayangin kalau yang ngejelasin tuh suami gue, pasti gue bakal seneng banget.” Andin berucap dengan tangan yang memilin bajunya.

“Emang bisa? Katanya kan jodoh cerminan diri, sedangkan lo sendiri kaya gini. Bukannya jodoh termasuk takdir yang gak bisa diubah ya?”Sharon bertanya dengan ragu.

“Kalau kata pak ustadz sih, bisa diubah.” Ucapan Shelly membuat Sharon, Andin, dan Haura menoleh seketika.

“Lo punya ustadz?” Tanya Sharon sedikit tidak percaya.

“Punya lah, ustadz yang lewat di fyp tiktok gue.”

Jawaban dari Shelly membuat Andin dan Sharon tertawa terbahak-bahak. Mereka saling memukul satu sama lain, bahkan sampai menjambak rambut Shelly.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Majelis HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang