Chapter 2 - Tumbang Satu

12 3 0
                                    

Anaya baru saja bernapas lega setelah keadaan apartemennya bersih. Anaya memilih untuk membersihkan apartemennya setiap pagi agar ketika malam hari dia pulang, semuanya sudah bersih. Ia akan bangun pagi sekali untuk mempersiapkan harinya. Saat ini ia sedang duduk di pantri sambil memakan sarapannya. Ia memakannya perlahan karena sedari tadi ia juga menunggu seseorang. Sosok yang sejak kemarin malam tidak lagi terlihat.

Hantu juga bisa marah, ya?

Anaya menyudahi sarapannya. Ia menoleh berkali-kali untuk melihat di setiap sudut rumahnya. Hingga akhirnya ia benar-benar meninggalkan aprtemennya. Ketika pertama kali ia membuka pintu, dia dikejutkan dengan beberapa kardus besar yang bertumpuk di pintu kamar depannya. Sepertinya kamar yang kemarin baru saja ditinggalkan itu sudah mendapatkan penghuni baru.

Anaya bukanlah orang yang mengakrabkan diri kepada semua orang. Dia hanya ramah sebagaimana mestinya dan membantu sebisanya. Dia juga tidak memiliki banyak teman. Bahkan bisa dihitung jari saja. Temannya di masa perguruan tinggi juga sudah dengan jalannya masing-masing. Atau lebih tepatnya Anaya yang berusaha menjauh. Temannya yang masih bertahan hingga saat ini adalah Ana. Anaya kembali teringat dengan Ana yang masih belum menampakkan dirinya.

Ia melihat banyak pasien dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang berlari, tertawa lepas, menangis, menari, dan ada juga yang merenung saja. Terkadang hanya dengan memandangi mereka sudah cukup membuat Anaya bersyukur ia masih mendapatkan hidup yang layak. Ia masih bertemu dengan orang-orang baik selama hidupnya.

Anaya meraih ponselnya di dalam saku, ia mencari kontak seseorang di sana. Setelah ia menemukannya, ia menahan kembali niatnya untuk menelpon. Riuh di kepalanya membuat Anaya terpaksa untuk mematikan layarnya. Ia mendongak sambil menghela napasnya.

Tepat setelah itu halaman rumah sakit berubah menjadi teriakan histeris. Semuanya dikejutkan dengan seseorang terjatuh dari lantai tujuh. Beberapa pasien berlarian dan berteriak. Anaya berpikir keadaan seperti ini sudah tidak menjadikannya gelisah, tetapi bagaimana teriakan memekikkan membuatnya tidak nyaman. Anaya masih berdiri mematung. Seorang pasien menabrak tubuh Anaya hingga perempuan itu terjatuh.

Anaya terpaksa menutup telinga dan memejamkan matanya ketika penggalan ingatan yang menerobos masuk. Ia berusaha menolak, benar-benar menolak. Bersusah payah mengendalikan diri, hingga ia berhasil membuka matanya. Keadaan lebih kondusif dari sebelumnya. Beberapa penjaga rumah sakit sudah berhasil mengamankan pasien yang rusuh.

Orang-orang bergerombol pada satu titik. Anaya mencoba mendekatinya. Seorang perempuan lansia tidur tengkurap, darah pekat mengalir dari kepala. Ananya sering melihat keadaan wajah yang rusak seperti itu. Namun, yang membuatnya penasaran adalah apa penyebabnya sehingga bisa terjatuh dari atas.

Polisi datang untuk mengamankan korban dan tempat mengamankan lantai tujuh. Anaya sempat meilirik balkon lantai tujuh dan ia melihat Ana ada di sana. Anaya berlari menuju lantai tujuh. Garis polisi sudah melintang di mana-mana. Anaya tidak peduli, ia terus membelah ramainya polisi yang ada di lantai tujuh.

"Mohon maaf, Dok. Lokasi ini harus steril terlebih dahulu," ujar salah satu polisi yang menyadarkan Anaya. Ia mendengarnya, tetapi matanya terus mencari keberadaan Ana. Ia tidak bisa membayangkan jika kejadian ini ada kaitannya dengan Ana. Ia telah kehilangan jejak Ana sekarang. Anaya memilih untuk menahan dirinya untuk menemukan Ana. Ia tahu jika dipaksakan juga tidak akan berhasil karena keadaan pagi ini benar-benar begitu ramai.

Anaya berniat kembali ke ruangannya, tetapi ia melewati kamar Stevlanka. Anaya memundurkan langkahnya, melihat Stevlanka yang sedang duduk menatap jendela. Dan yang membuat Anaya terkejut adalah sosok yang ada di sampingnya. Itu Ana.

Banyak pertanyaan yang muncul di benak Anaya. Apa Stevlanka memiliki kelebihan sepertiku?

Tepat setelah itu Stevlanka menoleh ke arah pintu, menatap Anaya. Kemudian, disusul oleh Ana. Dua pasang mata menatapnya secara bersamaan. Anaya memilih untuk memutar gagang pintu dan masuk ke dalam. Ia tersenyum pada Stevlanka. Duduk di sampingnya. Berada di sela-sela Ana dan Stevanka. Ana mengeluh dan sedikit bergeser ke samping.

SILAMWhere stories live. Discover now