09.SUARA HATI

11 4 0
                                    

Kini,ia pulang dengan membawa luka lama yang semakin dalam.

Ia ingin sekali berteriak disepanjang jalan,namun ia tidak sanggup.dia fikir ia hanya akan merepotkan banyak orang disekitarnya.

Selama ia masih bisa memendamnya,mengapa harus ada orang yang terlibat didalamnya?

"Astaghfirullah,muka kamu kenapa?"

"Gap- Ibuk?!"

Sosok putih itu tepat didepannya,wajahnya bersinar layaknya rembulan malam yang menyinari sisi gelap niscala.

"Kamu berantem lagi ya?"

"Sini biar ibuk obati" ucap nya sembari mengusap lembut luka niscala.

"Ibuk masih hidup kan buk? Ibuk ga meninggal" Ucap nya dengan air mata yang terus mengalir.

Sosok itu hanya tersenyum dan tengah sibuk mengobati luka niscala.

"Ibuk jawab niscala buk!Ayah udah lupain kita,dia udah nikah lagi buk!" Jelas nya dengan nada yang terisak.

"Niscala udah besar sekarang,kamu udah tau kan maksud ibuk waktu itu apa?"

"Iya buk, perempuan itu selingkuhan ayah...!"

"NISCALA!"

Teriakan namanya itu menggoyahkan halusinasi nya.

"Kamu ngapain to ditengah jalan?" Tanya perempuan paruhbaya itu.

"Nenek? Ibuk pulang nek,ibu pulang!"

"Sadar nis,ibu kamu udah meninggal"

"Engga nek,ibuk masih hidup,niscala liat sendiri"

"Itu cuman pikiran kamu aja,kita pulang aja yaa"

"Tapi nek,ibuk yang ngobatin luka niscala"

Ia melihat luka niscala,terbalut daun pandan yang sudah ditumbuk.

"Ini apa niscala? Luka kamu kok dikasih tanah liat terus ditempel daun pandan?" Tanyanya setelah membuka luka cucunya itu.

"Ini perban nek,mata nenek rabun ya?"

"Ada yang janggal dari sikap niscala" ucapnya dalam hati.

"Nek,ayo kita pulang"

Mereka berjalan beriringan,ia tau apa yang dilihatnya tadi memang benar.dia memang rabun,tapi dengan jarak sedekat itu tidak mungkin ia bisa salah lihat.

~

Ia sangat mengkhawatirkan cucu satu-satunya itu,ia takut niscala depresi karna beban pilu yang ia pikul sendiri.

"Ibu kenapa pergi waktu nenek dateng?"

"Nenek baik banget sama niscala,dia rawat niscala sampai besar"

"Syurga itu kaya apa ya buk? Niscala pengen kesana..."

"NISCALA!!!" Teriak nya sembari menarik baju niscala dari belakang.

"Kamu ngapain? Kamu mau ninggalin nenek sendiri lagi?"

Niscala seakan terpaku,ia tak berkutik bahkan bicara.

"Nenek cuman punya kamu cala,nenek ga punya siapa-siapa lagi..." Ucapnya pelan menahan tangis.

Tak ada respon darinya,ia bahkan menatap dengan tatapan kosong.

Seakan-akan ada sosok yang mengajak nya pergi,ia bangkit dari duduknya dan kembali melangkah.

"Niscala,kamu ga boleh lakuin itu!" Cegahnya.

Tapi ucapannya seakan tak didengar,ia terus melangkah.

"NISCALA!!!!"

Ia dengan sigap mendorong tubuh niscala menepi,Dann...

BRAKKK!!!!

"Kalo bukan karna nenek kamu,aku ga mau nampung kamu disini!"

Ucapan itu terus terikat erat dikepalanya,bahkan takdir yang seharusnya bisa diterima justru menusuknya seakan menyuruhnya untuk bersalah.

Salahkah bila anak piatu ini menyebut ayahnya juga mati? Karna untuk apa mengakui nya masih hidup  sedang kan dia tak pernah memberi ia nafkah sepeser pun.

Kini ia lontang-lantung tanpa arah,mencari jalan kemana ia akan pulang.

Ia memang diberi tumpangan untuk berteduh dari panas dan hujan,tapi tetap saja makan harus ia cari sendiri.

Rumah peninggalan neneknya yang harusnya masih bisa ia tempati,diambil alih oleh Tania dan dijual.

Manusia rakus itu memang gila uang,ibarat kata jika kau tabur uang di sebuah kotoran,ia akan datang menjilatnya.

Sejak saat itu,ia tak pernah merasakan kebahagiaan dalam hidupnya.

Hari-hari nya penuh dengan kata lapar,hidupnya sekarang bergantung pada sampah dijalanan.

Ia bekerja sebagai tukang sapu jalanan yang hanya digaji lima belas ribu rupiah saja setiap hari.

Mirisnya, pekerjaan itu tidak setiap hari bisa mencakup kebutuhan pangannya.

Karna terkadang,jalan itu sudah bersih setelah ia pulang sekolah.

Jadi,dihari itu ia tidak makan apapun,dia hanya menelan ludah dan berbohong pada kelima sahabatnya kalau dia sedang puasa.

"Bik,cala boleh minta nasinya sedikit ga? Cala laper bik..."

"Apa?minta nasi?" Tanyanya dengan mata melotot tajam.

"Iyaaa bikk,sedikit aja kok"

Ia makan makanannya dengan lahap,dan hanya menyisakan butiran nasi dan tulang ikan.

"Nih makan!" Melempar sisa makanan yang tak layak itu ke wajah niscala.

"Kamu fikir kamu tinggal disini ga bayar,masih untung kamu dikasih tumpangan disini,kamu emang anak ga tau diri ya!"

Dia hanya menuntut hak nya,meminta sesuap nasi saja dianggap anak tidak tahu diri,bagaimana jika ia meminta harta warisan dari neneknya yang sudah Tania makan?

Bahkan tanpa persetujuan nya,harta itu sudah habis untuk foya-foya bibinya dan anaknya itu,bukannya yang tidak tahu diri itu mereka?

"Kalo lu mau makan ya kerja lah" tambah Giandra.

~

"Ehh cala,nih ada makanan buat lu"

"Dimakan,awas kalo lu kasih ke Azka lagi ya,dia udah punya bagiannya sendiri"

"Niscala,kalo laper tuh makan bukan puasa"

"Kamu mau puasa apa mau mati?"

"Pilih aja mau makan apa,ntar gue yang bayar semuanya"

"Dia galak tapi hatinya baikk..." Ucapnya dalam hati.

Gyupalette_|2024💗

Gyupalette_|2024💗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BUNGA TERAKHIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang