MO-7 : Siapa Yang Menang?

4K 245 2
                                    

Multimedia : Dava


Dara POV

Hari ini akhirnya tiba.  Ya, benar sekali.  Hari ini ada pelajaran matematika, otomatis pembagian ulangan juga hari ini.  Bel udah berbunyi 5 menit yang lalu, tapi batang hidung Dava belum muncul.  

Mungkin takut, batinku, memupuk kepercayaan diri. Bertepatan dengan datangnya Bu Yuri.

"Pagi, anak-anak. Sebelum kita mulai pelajaran, ibu absen dulu, ya!" Sapa Bu Yuri, guru math gue. Dia bakal ngasih lembar jawaban math kemarin abis ngabsen kali ini, prediksiku.

"MAAF BU SAYA TELAAT!!" Ujar seseorang ngos-ngosan.

Elah si Dava. Ngapain juga tu si tai kambing bin kutu kupret dateng. Kan kalo dia gak datang otomatis aku yang menang tantangan, kan? Harusnya sih gitu. 

"Untung belum saya absen, kan. Ayo kamu cepetan duduk!" ujar Bu Yuri.

"Iya, deh bu! Makasih ya bu, Ibu hari ini cantik banget!!" usil Dava disertai sorakan dari teman-temannya. Ini anak emang paling bisa.  Untung ganteng, eh.  Aku mencoba mengelak pikiran itu, sembari memikirkan ribuan kelemahan Dava yang menyingkirkan wajah gantengnya itu.

"Ibu mulai, ya absennya!.... Adara Fredella Ragatha?" ujar Bu Yuri sembari membuka buku absen yang berada di bawah tumpukan kertas ulangan. Duh, cepetan absen dong, deg degan nih! mungkin ini pertama kali-nya aku semangat menunggu hasil ulangan.  Biasanya, sih, ogah.

"Saya, bu!" Aku langsung angkat tangan dengan semangat, membuat beberapa temanku bingung.  Ini anak biasanya masih tidur pas guru mata pelajaran datang, sekarang semangat banget jawab absen.

"..........." lanjut Bu Yuri yang gak terlalu aku indahkan.  Pokoknya aku mau hasil ulangan!

"Eh pegangin dulu dong!!" sosor Dava sambil memberikan tas gitarnya di pangkuanku.

Emang ni anak seenaknya doang, ya. Dava emang suka bawa gitar kemana-mana. Kan berat, ya, kan? mending juga disimpan baik-baik di-rumah, betul kan aku? Lagipula ngapain juga dibawa kalo ujung-ujungnya nitip ke aku.  Memang kadang cowok pikirannya susah ditebak.

Emang sih tempat duduknya sempit. Cuma ada sedikit ruang di pojok, dan tempat pojok diduduki oleh... Diriku. 

Aku mencoba mendatangkan pikiran positif dalam diriku.  Aku akui suaranya lumayan bagus, banget malah.  Sekelas Shawn Mendes, lah.  Bilangnya aja lumayan. Gengsi aja. Dan juga, suasa kelas jadi meriah kalau dia dan teman cowok yang lain nyanyi pas jam kosong atau istirahat. 

Itu doang, ya. Itu doang.  Masih banyak kekurangan dia yang bikin aku illfeel.  Terlebih, one important things is, dia masih berstatus sebagai saudara sepupu sah dari Byan.

"Oke anak-anak, Ibu bakal bacain nilai ulangan kalian." Bu Yuri membuka suara.

Seakan ada telepati, Dava dan aku mulai bertatapan dengan tajam.  Mengirimkan sinyal dengan aura musuh yang kuat, seakan ada kilat yang beradu dari mata kami. Kilatku berwarna merah, punya Dava warna biru.  Gak penting, sih, memang.

"Mulai dari nama absen pertama, ya, Adara Fredella Ragatha, tumben nih, biasanya Ibu harus pantengin mejamu pagi-pagi buat bangunin kamu, sekarang gak tidur lagi.  Dara nilai-nya 90. Bagus, nih.   Ariansyah, 87........ Dan Andava Raenaldi, 92,5! Tumben kamu nilainya tinggi, paling juga mentoknya 5! Ada angin apa, kamu? Bagus, deh! Oke lanjutin, ya!...." ucap Bu Yuri asik mengoceh.

Seketika rahang-ku turun, mengaga dengan lebar.  Sedangkan orang yang duduk disebelahku memekik tertahan dengan tangan diangkat sambil dikepal, merayakan keberhasilannya.  

"Buk, beneran betul tu nilainya?!" Ujarku tak terima.

"Iya, ibu udah cek semaleman, 2 kali malahan. Soalnya ibu agak gak percaya gitu kalau nilai Dava bagus." ujar Bu Yuri diiringi tertawaan dari teman-teman sekelas.

"Yah, buk! Jangan gitu dong! Mau taruh dimana harga diri saya!" Ujar Dava tak terima.

"Di pantat lu, sana." kataku asal, masih tak terima.

Seakan menyadari keberadaanku, Dava menoleh kesamping, dan menyeringai menatapku.

"Cie Dara marah cie, Dara marah ciee." Mulai, kan. Dava, tuh, orangnya memang pantang banget buat dipancing.

"Apasih lo! Gue lagi meratapi kenapa nilai gue bisa lebih tinggi dari lo! Pasti lo nyolong kertas ujian-nya kan?!" Gerutu-ku.

Perlahan wajah Dava maju dan maju hingga jaraknya 5 senti dari wajah-ku. Kepalaku tidak bisa mundur lagi karena sudah mentok ke dinding. Jujur, aku tidak bisa menahan kegugupanku.

"Mau tau kenapa? Karena mungkin kita ditakdirkan untuk berjodoh!" ucap Dava dengan diakhiri smirk di wajahnya.

"Btw, percuma cantik tapi su-udzon mulu, neng!" Lanjutnya.

Dava kembali menjauhkan wajahnya. Aku baru tersadar. Blush, rona merah di pipi muncul. Namun, aku berusaha menetralisir keadaan dengan mengatur wajahku agar tidak merona lagi.

"Yaya, whatever. Nah, apa aja permintaan lo?" Ujarku setengah hati.  Gini-gini, Aku berusaha untuk fair sama tantangan yang diberikan kepadaku.

"Nanti gue pikirin. Yang pasti, mulai detik ini, lo pasti deket-deket sama gue. Jangan bosen, yah!" smirk Dava muncul lagi, lalu menghilang digantikan dengan tawaan tengilnya.

----------------------

Multimedia: Dava

Biasakan Vomment setelah membaca!

Move On (edited)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang