5 ; 15

1K 166 12
                                    

ᐢ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ᐢ..ᐢ

Firasat Rayne terbukti.

Awalnya Rayne tak ingin bersusah payah mengecek keadaan gadis pembuat onar. Namun, dia sendiri tidak ingin gelisah sampai terbawa mimpi dan berujung tak bisa tidur seperti malam kapan hari.

Pada akhirnya tubuh Rayne berbalik secara otomatis dan berjalan menuju halaman belakang sekolah.

"Telingamu tuli?! Sudah kukatakan agar membawa lebih banyak narkoba! Mana janjimu, hah?!" Sentak Welbie mengeluarkan tinju tepat di rahang milik (Name).

"Kau benci merasa sakit 'kan? Tinggal menuruti ucapan kami apa susahnya?"

(Name) meringis kesakitan, ia berusaha bangkit dari atas tanah yang kotor. Tangan mungilnya menepuk beberapa pasir kotor yang hinggap di seragam.

"Bagaimana, ya? Narkoba yang kalian minta itu terlalu banyak jumlahnya. Uangku menipis, tahu. Ini sudah akhir bulan." Balas (Name) tersenyum tipis.

"Hei Pragos, bungkam mulutnya."

Siswa bernama Pragos telah menyiapkan batu bata dan berjalan ke tubuh gadis yang terlihat acak-acakan. Tangan besar Pragos berancang-ancang untuk melempar dengan kekuatan penuh.

(Name) dengan susah payah berusaha berdiri agar terhindar. Namun, usahanya sia-sia, ia tak memiliki energi untuk melakukannya.

Bibirnya mengeluarkan darah, pelipisnya sobek, beberapa memar tercetak jelas memenuhi setiap sudut di wajah, seragam yang pas di tubuhnya dipenuhi bercak pasir.

"Partisan."

Beberapa bilah pedang menghantam tubuh para siswa berbadan besar hingga terpental ke belakang.

"Hei, dia Visioner suci Rayne Ames! Apa yang dia lakukan di sini?!"

"Aku tidak tahu. Cepat kabur! Kau akan mati!"

(Name) Mengerjap perlahan.

Bibir (Name) mendesis pelan, ia tak menyangka jika Rayne akan datang dan masuk ke panggung sebagai pahlawan kesiangan.

Netra biru setenang lautan tersebut melirik ke arah Rayne.

Sedetik kemudian, ia tercengang.

Kenapa... Rayne terlihat sangat marah? Bahkan  menghajar para siswa secara membabi buta, tanpa memberikan ampunan.

"Rayne," Panggil (Name) pelan.

"Kau akan ku urus nanti."

Hanya dengan satu kalimat, bibir (Name) terbungkam rapat. Kedua tangan gadis itu mengangkat tubuhnya sendiri.

Karena bosan, (Name) menopang dagunya, sesekali memainkan kedua jemari yang saling bertaut satu sama lain. Lalu m
menundukkan pandangan, menunggu sampai Rayne menyelesaikan tugasnya.

eleven : rayne amesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang