15 ; 15

565 112 37
                                    

"Misi selesai, kau bisa bebas sekarang."

Nyatanya, yang diinginkan oleh Rayne bukanlah suatu kebebasan. Semakin hari kantung matanya semakin menghitam. Perkataan yang diucapkan oleh istrinya berkali-kali menelusuri mimpi yang seharusnya tak terjamah oleh siapapun.

"Bagaimana... keadaannya?" Tanya Rayne pelan.

Orter terdiam. Menurut pengakuan Rayne, pria itu telah membunuh Bones dan Knoles tepat di hadapan (Name). Sifatnya yang terkenal ceria dan murah senyum kini menghilang seketika. Gadis muda itu harus mendekam di penjara karena kesaksian teman-temannya jika (Name) telah melakukan penyebaran narkoba. Berulang kali, Orter mendapat laporan jika (Name) mencoba melakukan upaya bunuh diri saat berada di tahanan.

"Sangat buruk."

Gigi Rayne bergemeletuk keras, tatapannya menyipit kala Orter mengatakan situasi yang sebenarnya.

Geraman pelan memecahkan keheningan, "Biarkan aku bertemu dengannya."

"Tidak. Trauma yang kau sebabkan bisa berdampak lebih buruk jika kau menemuinya sekarang, biarkan dia berdamai dengan dirinya sendiri." Jelas Orter.

"Orter, dia adalah istriku." Balas Rayne dingin, kedua jelaganya menatap tak suka pada pria berkacamata.

Rayne berjalan cepat menuju ke luar ruangan, ia tak menghiraukan Orter ataupun pendapat pria itu tentang dirinya.

"Jangan bawa benda tajam," Orter menaikkan kacamatanya, "Dia sangat agresif jika melihat benda tajam."

Brak

Pintu ruangan tertutup, Rayne berjalan tak sabaran menuju penjara bawah tanah. Pikirannya sangat gusar mengingat bahwa gadis itu sedang dalam kondisi tidak stabil. Jika bukan dia yang menenangkannya, siapa lagi?

Penerangan di penjara bawah tanah sangatlah minim. Rayne pun harus menyipitkan matanya saat melihat secercah cahaya terang yang menjadi sumber penerangan satu-satunya.

"Di mana... (Name) Ames?"

"Lima bilik dari sini."

Rayne kembali berjalan, sambil menghitung jumlah tahanan yang berada di balik jeruji.

Hingga–—"Rayne, ya?"

Untuk pertama kalinya, tubuh Rayne bergetar begitu hebat. Tidak pernah ia merasakan perasaan seasing dan sesakit ini. Istrinya, (Name) Ames duduk di atas tanah yang tak rata sambil menatap celah pencahayaan dengan tatapan kosong dan hampa. Sekujur bajunya dipenuhi oleh darah yang sudah kering, kulitnya kering, tubuhnya semakin mengurus. Tidak ada niat untuk hidup, gadis itu telah kehilangan mataharinya.

Rayne menggigit bibir bagian dalamnya, lantas membuka jeruji dengan kunci yang dia curi diam-diam.

"Kau bawa sesuatu?" Tanya (Name).

Rayne menatap sendu, "Apa yang kau inginkan?"

"Pedang," Tubuh Rayne menegang, "Tapi tidak masalah, karena kau sudah datang. Lakukan saja, Rayne. Aku menunggumu dari lama."

"Apa...?"

"Kau datang untuk membunuhku, 'kan? Kau lupa kalau aku juga bagian dari Astrone?"

Napas Rayne naik turun tidak karuan, perasaan pribadi yang menyakiti ini terasa menyesakkan. Kedua kelopak matanya berusaha menahan amarah pada dirinya sendiri. Sedetik kemudian, ia membuka mata dan menemukan tatapan kosong dari (Name).

"Ingin keluar sebentar?" (Name) menggeleng.

"Cepat akhiri semuanya. Aku... lelah."

"Aku akan meminta–—"

eleven : rayne amesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang