Part 04

4.6K 330 4
                                    

Pagi itu Keluarga Dixon tengah sarapan bersama dimeja makan. Terlihat suasana yang hening, karena mereka semua sibuk dengan makanan mereka masing-masing.

Varen sudah siap mengenakan pakaian kantor nya, dan Alden, putra sulungnya sudah siap untuk pergi ke kampus, sedangkan Dania yang sebenarnya juga punya pekerjaan, tidak akan pergi kemana-mana, karena akan menjaga putra bungsunya di rumah.

"Dek, setelah ini kamu mau homeschooling, atau sekolah seperti biasa aja?" Erland memandang tak mengerti kearah Alden, dia sama sekali tidak mengerti dengan pertanyaan sang kakak.

"Maksudnya?" Tanya Erland dengan wajah bingungnya.

"Kamu mau belajar disekolah, atau homeschooling yang belajar di rumah aja?"  Erland masih tidak mengerti, apa itu sekolah? Apa itu homeschooling? Tidak ada istilah itu dikehidupan nya yang dulu.

"Saya tidak mengerti..." Erland mengerutkan keningnya, membuat semua anggota keluarganya saling bertatapan. Separah itukah amnesia bungsu mereka ini, sehingga tidak bisa mengingat satu hal pun?

"Nak, kamu tau belajar?" Erland mengangguki pertanyaan sang ayah, tentu saja dia tau kata itu.

"Bagaimana dengan sekolah?" Erland menggelengkan kepalanya, menanggapi pertanyaan itu, membuat sang ayah tersenyum hangat kearahnya.

"Sekolah itu adalah tempat orang-orang belajar tentang sesuatu, disekolah kita bisa belajar apa yang tidak kita ketahui, hingga kita menjadi tau," Varen menjelaskan kepada sang putra.

"Berbeda dengan sekolah, kata homeschooling kita gunakan jika kita belajar di rumah saja, dengan beberapa guru yang akan datang mengajarimu," sambung Varen.

"Bedanya apa? Kan sama-sama belajar?" Tanya Erland.

"Disekolah, kau akan menemukan banyak sekali teman, kau akan belajar bersama-sama dengan mereka, dan lingkungan yang lebih bebas. Sedangkan homeschooling, kau hanya akan belajar sendiri dirumah, tidak ada teman... Hanya berdua dengan beberapa guru yang bergantian untuk mengajarimu, dan tidak ada lingkungan kebebasan, kecuali kau ingin kegiatan belajar mu dilangsungkan ditaman belakang mansion," jawab Varen dengan senyuman manisnya.

Erland mengangguk mengerti, "kalau begitu... Aku ingin homeschooling saja..." Ucap Erland, membuat seluruh anggota keluarganya saling bertatapan satu sama lain. Mereka memang sebenarnya ingin jika Erland homeschooling saja, karena kondisi anak itu yang masih belum sepenuhnya pulih, dan mereka tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada bungsu mereka nanti.

Namun walaupun begitu, mereka tidak ingin egois dengan mengambil keputusan sendiri, mereka ingin mengetahui keinginan putra bungsu mereka, sebelum mengambil keputusan.

Awalnya mereka pikir anak itu akan memilih untuk belajar disekolah, mengingat bahwa Erland adalah sosok yang suka dengan kebebasan, tidak ingin terus menerus berada di rumah, apalagi tentang belajar.

Namun jawaban yang mereka dapat malah tidak sama seperti yang ada dipikiran mereka.

"Kamu serius, nak? Kenapa tidak belajar disekolah saja?" Tanya Dania.

"Aku tidak suka keramaian, aku tidak suka banyak orang, aku tidak suka memiliki teman. Aku tidak ingin percaya pada siapa-siapa lagi selain kalian", jawab Erland dengan santainya, membuat mereka semua saling bertatapan.

"Nak? Maksud kamu apa? Kamu ada masalah? Coba ceritakan..." Varen bersuara.

"Tidak apa-apa," Erland tersenyum tipis kearah mereka.

(*˘︶˘*).。*♡


“Aku tidak suka keramaian, aku tidak suka banyak orang, aku tidak suka memiliki teman. Aku tidak ingin percaya pada siapa-siapa lagi selain kalian.”

Perkataan Erland dimeja makan tadi pagi selalu mengganggu pikiran Alden, membuat pria itu tidak fokus dengan dosen yang mengajar didepan.

"Dek, kamu sebenarnya kenapa sih? Apa arti kalimat kamu tadi pagi? Kakak nggak ngerti, apa kamu sebenarnya punya masalah?" Monolog Alden, sambil pikirannya melayang jauh pada kejadian dua setengah tahun yang lalu, dimana dia melihat dengan matanya sendiri, tubuh sang adik yang diangkat dari sungai dengan luka yang besar dikepalanya.

Matanya memejam erat, mengingat semua peristiwa itu, rasa bersalahnya akan kembali menghujam hatinya jika peristiwa itu terbayang-bayang diingatan nya.

"Semoga kecelakaan itu tidak akan mengubah sikapmu, dek..." Alden sangat berharap, walau sebenarnya perubahan sikap pada Erland memang sudah ada sejak anak itu sadar dari masa komanya setelah hampir tiga tahun.

"Den? Den? Alden?!" Pemuda itu terlonjak kaget, mendengar panggilan dari sebelah nya?

"Hm?" Sahut Alden sambil memandang temannya.

"Lagi mikirin apa sih, sampe ngomong-ngomong sendiri? Fokus Den... Gimana kalo pak Rintio tau kalo kamu nggak merhatiin penjelasannya? Bisa-bisa dikeluarin dari kelas lu!" Ujar temannya yang bernama Zaka, dengan nada yang berbisik.

"M-maaf gue nggak fokus, Ka. Pikiran gue lagi agak kacau," balas Alden membuat Zaka menghembuskan nafasnya dengan kasar.

"Serah Lu deh... Yang penting, jangan sampe lu ketauan melamun di jamnya pak Rintio," ujar Zaka.

Alden memijat pelipisnya pelan, mencoba untuk fokus pada penjelasan dosen didepan. Dia pokoknya harus mendapatkan penjelasan dari sang adik, dia harus mengetahui apa alasan sebenarnya dibalik perkataan adiknya tadi pagi.

(*˘︶˘*).。*♡


"Nak? Mama buatin puding jagung kesukaan kamu..." Dania datang keruang Keluarga dimana putra bungsunya sedang menonton TV, dengan senyuman manisnya yang tidak luntur sambil membawa sebuah piring yang berisi puding jagung kesukaan anaknya yang sudah dia buat.

"Ma-af... Tapi aku tidak suka jagung," jawaban itu mampu membuat senyuman Dania luntur. Tidak suka jagung katanya? Anaknya adalah pecinta jagung, dia sangat suka dengan apa yang berhubungan dengan jagung. Lalu apa ini?

"Kalau begitu Mama minta maaf sayang, Mama nggak tau kalau kesukaan kamu sudah berubah sekarang," balas Dania sambil mencoba untuk tersenyum lagi. Mungkin ini karena putranya yang amnesia, jadi kesukaannya jadi berubah.

Erland yang melihat ekspresi Dania yang berubah drastis saat dia mengatakan bahwa tidak suka jagung tadi, membuat hatinya tergerak. Dia sedih karena sudah melunturkan senyuman manis Diana karena penolakannya tadi.

"Emm tidak apa-apa, aku akan memakannya!" Ujar Erland membuat Diana menatapnya.

"Tidak apa-apa sayang, bukankah katamu tadi bahwa kau tidak suka dengan jagung?"

"Tidak apa-apa, aku akan mencobanya. Mungkin saja setelah mencobanya aku akan jadi suka!" Erland berdiri dan menghampiri Dania, kemudian mengambil alih piring berisikan puding jagung yang dipegang oleh Dania, membuat wanita paruh baya itu tersenyum hangat.

"Coba dulu sayang, kalo nggak enak pudingnya, kasih aja ke Mama lagi. Nggak usah dipaksain sampai habis," Dania tau jika apa yang anaknya lakukan itu bukan karena kemauan anak itu sendiri, melainkan karena ingin menyenangkan hatinya.

Erland mulai memakan puding itu dengan potongan kecil yang dia masukan kedalam mulutnya.

'Enak... Ini tidak seburuk olahan jagung yang dibuat oleh pelayan istana.'

"Udah sayang, kalo nggak enak jangan dipaksain", Dania mencoba untuk mengambil alih piring yang dipegang oleh Erland, namun ditahan oleh anak itu.

"Enak kok, Ma..." Erland memandang Dania dengan tatapan hangatnya.

"Aku akan menghabiskan nya..." Senyuman hangat dibibir wanita paruh baya itu seketika terukir kala melihat sang putra yang memakan puding buatannya dengan lahap.

Tangannya terangkat, dan mengusap lembut rambut hitam pemuda itu.

'Tuhan, terimakasih karena masih memberiku kesempatan untuk bisa melihat putra bungsuku seperti ini,' batin Dania, dengan senyuman yang masih belum luntur dari bibir wanita paruh baya itu.


















TO BE CONTINUED

♔ Transmigration King ♔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang