Part 10

4.1K 285 1
                                    

Pagi hari yang cerah kini menyapa kota itu, Erland kini tengah duduk di ruang tamu bersama dengan keluarganya setelah mereka melakukan kegiatan sarapan bersama.

"Dek, kamu nggak tidur semalam?" Varen bisa melihat bawah mata sang anak yang hitam.

"Tidur, kok! Hanya saja aku bangun cepat untuk lanjut belajar," jawab Erland.

"Dek, Mama kan udah bilang jangan dipaksain," ucap Dania dengan nada pelannya. Dia khawatir jika  sang anak akan jatuh sakit.

"Aku tidak memaksakan kok, Ma."

"Lagi pula, karena hal itu aku juga sudah bisa membaca, dan memahami huruf-huruf," sambungnya dengan nada santainya. Sudah dia bilang bukan? Jika dia menginginkan sesuatu, maka dia harus berusaha sebisa mungkin agar apa yang dia inginkan itu bisa tercapai. Untung saja IQ nya tinggi.

"Kakak suka kerja kerasmu, dek. Tapi lain kali ingat kesehatan, yah!" Alden memegang pundak sang adik, dengan senyuman tipisnya. Sungguh sangat berbeda dengan adiknya yang dulu, yang sangat malas untuk belajar, bahkan jika dia tidak tau, maka dia akan tetap tidak tau tanpa ada usaha sama sekali  untuk mencari tau, dan keluarganya juga tidak memaksakan jika anak mereka harus pintar.

"Ya sudah kalau begitu, kakak berangkat ke kampus dulu, ya! Semangat belajarnya!" Erland mengangguk dan tersenyum hangat.

"Al berangkatnya bareng Papa aja, yuk! Nanti pulangnya dijemput supir," ujar Varen dan dengan segera diangguki oleh Alden.

"Ya sudah kalau begitu kita berangkat dulu, yah!" Setelah berpamitan kepada istri dan anaknya, Varen pun pergi dari sana bersama dengan putra sulungnya.


( ◜‿◝ )♡


"Perkenalkan Bu, nama saya Erland Carver Dixon. Umur dua puluh sem---- tujuh belas tahun, Bu."

Seorang wanita paruh baya yang kini duduk di hadapannya sempat mengerutkan keningnya, namun dia kembali ke eskpresi sebelumnya.

"Baiklah Erland, perkenalkan nama ibu adalah ibu Wati, ibu mengajar mata pelajaran sejarah," Erland mengangguk paham, sambil tersenyum tipis.

Ibu Wati memberikan sebuah buku cetak kepada Erland, sebelum memulaikan kegiatan belajar mengajar mereka dipagi itu, mereka berdua memulainya dengan berdoa terlebih dahulu agar kegiatan pembelajaran mereka dihari itu bisa terlaksanakan dengan baik.

"Baiklah Erland, sekarang kamu buka lembaran lima." Erland pun menuruti perintah Bu Wati, sementara wanita itu terus mengamatinya. Dia sudah dengar dari rekan kerjanya perihal Erland yang amnesia dan lupa caranya membaca, namun ternyata saat tadi dia datang, dia dikejutkan dengan perkataan ibu dari anak itu, jika Erland hampir tidak tidur semalaman untuk bisa membaca kembali, dan itu membuahkan hasil yang baik.

Erland kini berhenti di sebuah lembar yang dikatakan oleh Bu Wati tadi, dan betapa terkejutnya dia saat melihat gambar yang ada di buku itu.

Degh!

'Ini adalah gambar kerajaanku,' batin Erland sambil terus menerus  memperhatikan gambar yang ada di buku itu.

"Sudah, nak?" Tanya Bu Wati yang diangguki oleh sang empu.

"Boleh ibu minta untuk nak Erland membacanya? Ibu mau dengar!" Ujar Bu Wati dengan senyuman manisnya, membuat Erland mengangguk patah-patah.

"Kerajaan felicitatem et gloriam, adalah kerajaan yang dibangun oleh raja Adhinatha pada tahun 259 sebelum Masehi. Setelah raja Adhinatha meninggal, kekuasaannya diturunkan kepada anak sulungnya, yaitu raja Charloz, kemudian berturun kepada raja Adhinatha II, raja Adhinatha III, raja Yudanta, hingga yang terakhir adalah raja Fandricko."

Erland mengerutkan keningnya, dia adalah raja yang terakhir?

Sedangkan Bu Wati kini tersenyum, ternyata apa yang dikatakan oleh ibu dari anak ini adalah benar, jika Erland sudah bisa membaca kembali.

"Paragraf selanjutnya, dek!" Pinta Bu Wati dan diangguki oleh Erland.

"Pada tahun yang ke 94 sebelum Masehi, Kerajaan felicitatem et gloriam hancur setelah kematian raja Fandricko."

Dadanya tiba-tiba terasa sesak, membaca kalimat demi kalimat yang tertulis di buku itu.

"Raja Fandricko yang baru memerintah selama lebih dari sembilan tahun, belum dikaruniai seorang anak untuk menjadi penerusnya, membuat sang istri, ratu Leyllia yang naik takhta, menggantikan posisinya sebagai pemimpin. Namun tidak berselang lama setelah itu, sebuah kebenaran tentang kejahatan ratu Leyllia terkuak  di hadapan masyarakat, di mana salah seorang tabib kerajaan membeberkan bahwa ratu Leyllia dan kekasihnya telah menyebarkan berita bohong tentang raja kepada rakyat, agar rakyat membenci dan mengutuk raja mereka..." Nafasnya tercekat, rasanya tidak mampu lagi untuk melanjutkan.

Sangat aneh rasanya, ketika dia sudah mati, namun jiwanya hidup kembali pada tubuh seorang anak yang hidup jauh dari zamannya. Seolah tidak cukup dengan itu, dirinya sendiri malah menemukan fakta tentang kerajaannya, dan membaca materi tentang dirinya sendiri pada sebuah buku.

"Ratu Leyllia diketahui telah meracuni sang raja, hingga raja Fandricko meninggal dunia. Mengetahui fakta itu, rakyat kerajaan menjadi marah karena telah dibodohi oleh ratu mereka sendiri. Mereka berbondong-bondong menyerang semua penghuni istana, bahkan mereka tanpa ampun memukuli ratu Leyllia dengan kayu, dan besi hingga wanita itu wafat. Diketahui bahwa mayat ratu Leyllia saat itu dipotong-potong menjadi dadu, dan diberikan kepada binatang buas di hutan sebagai... Makanan."

Pandangan pemuda itu seolah-olah menjadi kosong, benarkah ini?

Wanita yang dia cintai, dan dia nikahi, serta dijadikan kesayangannya, namun yang juga telah mengkhianati, dan membunuhnya, ternyata malah mendapatkan takdir kematian yang mengerikan.

"Paragraf selanjutnya, nak..." Bu Wati tidak tau kenapa anak itu tiba-tiba saja melamun, seperti pikirannya saat ini tengah menerawang jauh.

"A-h... B-baiklah..." Dengan tergagap, Erland mengangguki ucapan Bu Wati.

"Setelah itu, Kerajaan felicitatem et gloriam sudah tidak ada lagi. Rakyat mereka menjalani hidup mereka tanpa pimpinan dari seorang raja. Dan istana megah mereka dibiarkan begitu saja tanpa ada yang menghuninya, sebagai tanda bahwa semua bermula di sana, maka berakhir juga di sana.''

"Dan wilayah kerajaan felicitatem et gloriam, sekarang sudah menjadi kota besar yang diberi nama City of glory, karena pernah jaya pada masanya. Bangunan istana felicitatem et gloriam masih berdiri kokoh di sana, dan terawat dengan baik oleh warga sekitar."

Bangunan istana masih ada di kota itu? Benarkah? Dia akan pergi ke sana, memastikan apakah itu benar-benar adalah kerajaannya atau bukan, memastikan bagaimana keadaan tempat yang dulunya pernah berada di bawah kepemimpinannya.

"Baik Erland, terimakasih sudah membaca. Baiklah sekarang ibu akan menjelaskan tentang kerajaan felicitatem et gloriam yang sudah Erland baca tadi." Ujar Bu Wati disertai senyumannya.

"Jadi felicitatem et gloriam itu, berasal dari bahasa latin yang artinya..."

"Kemakmuran dan kejayaan," Bu Wati mengerutkan keningnya mendengar hal itu.

"Kamu sudah tau rupanya, yah..." Balas Bu Wati sambil tersenyum manis.

"Tidak, saya hanya menebak saja Bu," ucap Erland dengan nada santainya, membuat Bu Wati mengerutkan keningnya kembali.

Hanya menebak? Benarkah? Tapi jawabannya terlalu benar, jika hanya sekedar menebak saja.

"Tidak usah dipikirkan, Bu. Saya memang hanya menebak saja. Mari kita lanjutkan pembelajarannya," ucap Erland yang melihat gurunya yang sepertinya tengah berpikir.

"A-h baiklah kalau begitu, mari kita lanjutkan!" Bu Wati dengan sedikit terbata-bata, pun langsung melanjutkan kegiatan belajar mengajar mereka pada saat itu.














To Be Continued

♔ Transmigration King ♔ (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang