𝓒𝓱𝓪𝓹𝓽𝓮𝓻 𝟕 𝓢𝓾𝓻𝓪𝓽 𝓓𝓪𝓻𝓲 𝓘𝓫𝓾

49 3 25
                                    

Awal kelabu tebal bertumpuk-tumpuk, menghalangi cahaya matahari yang harusnya bersinar cerah di musim semi begini. Petir yang terus menggelegar dari waktu ke waktu semakin menambah kesuraman hari. Entah sudah berapa lama langit di atas wilayah Shenghuang menjadi seperti ini. Pertanyaan dan kebingungan terus terlontar dari bibir orang-orang.

Angin dingin bertiup kencang mencekik nyali para warga. Menimbulkan perasaan enggan yang membuat mereka lebih senang berdiam dalam rumah. Tidak keluar sama sekali kecuali untuk urusan mendesak, seperti mencari nafkah atau membeli kebutuhan yang diperlukan.

Berbeda halnya dengan keadaan di tengah medan pertempuran. Sesegan apapun para prajurit, mereka harus siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi. Mengenakan baju zirah lengkap dengan perisai, juga senjata berupa pedang, panah, atau tombak yang siap digunakan, semuanya telah berada dalam mode siaga. Tinggal menunggu kedatangan sosok mengerikan itu, bahkan belum benar-benar muncul saja sudah membuat langit suram dengan aura gelapnya.

Xiao Bingyan berdiri di puncak pagoda bertingkat sembilan, itu adalah pagoda milik sebuah kuil yang lokasinya tak jauh dari arena peperangan. Dari atas sini Xiao Bingyan bisa melihat puluhan ribu pasukan telah berjajar rapi di lapangan pertempuran, namun matanya yang tajam dan tenang lebih sering menatap ke atas. Mengamati keadaan langit yang jauh dari kesan ramah.

"Aku tidak menyangka akan menghadapi hal sebesar ini setelah baru beberapa bulan menduduki posisi putra," pangeran putra mahkota Langchen berdiri di sisi Xiao Bingyan, menghela napas berat.

"Aku tidak menyangka akan menghadapi hal sebesar ini setelah baru beberapa bulan menduduki posisi putra," pangeran putra mahkota Langchen berdiri di sisi Xiao Bingyan, menghela napas berat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

LangChen Wang

"Aku bisa memahami perasaanmu, Langchen Wang," sahut Bingyan, "keselamatan seluruh wilayah Shenghuang dibebankan di pundakmu saat ini, tentunya itu bukanlah hal yang mudah."

"Sayangnya wilayah perbatasan utara sudah tak selamat, keluarga pejabat di sana dan para pasukan dibantai semuanya dalam waktu satu malam. Betapa mengerikannya," sorot mata sang pangeran memancarkan kesedihan dan sedikit rasa takut. "Untung ada seseorang yang berhasil selamat dari malapetaka itu dan mengirimkan pesan ke istana, sehingga aku bisa bersiap menyambut kedatangannya."

Xiao Bingyan menoleh ke samping, menatap penuh simpati pada sahabat lamanya ini, "Lalu bagaimana keadaan warga di sana?"

"Mereka semua aman. Iblis itu hanya menyerang orang-orang yang memiliki hubungan darah dengan keluarga inti kerajaan. Pemegang kendali di perbatasan utara adalah adik ayahku, paman Qing yang sangat suka berburu dan lebih menyenangi kebebasan," suara pangeran Langchen terdengar getir, membayangkan sosok paman yang dikaguminya itu kini sudah tiada.

"Lalu bagaimana dengan bangsawan lain yang berhubungan dengan keluarga inti kerajaan? Bukankah masih ada di daerah perbatasan lain? Juga di beberapa kota besar di mana mereka menjadi gubernur?" tanya Xiao Bingyan lagi.

"Semuanya tak bernyali, memilih bersembunyi di tempat aman dan meninggalkan rakyat yang harusnya mereka jaga. Hanya paman Qing yang berani maju untuk melawannya."

Immortal Love ( ZhanLu) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang