Harun Ravka Kavindra

376 14 1
                                    

Harun anak terpandang akan orang tuanya yang kaya raya dan banyak yang mengira keluarga ini Cemara. Namun nyatanya tidak banyak kisah kelam yang tertanam rapih oleh keluarga Kavindra.

Sekarang jam 23:55 Harun sedang belajar untuk ujian sekolah besok namun konsentrasinya diganggu oleh suara vas bunga yang pecah.

Prangg...

Sungguh jika bisa Harun ingin saja pergi dari rumah ini tetapi Harun masih harus sekolah dan menuntut ilmu yang banyak.

"CUKUP YAH! AKU TUH CAPEK TAU GAK? AKU JUGA BUTUH KESENANGAN ARGA!" teriak tanaya sang ibu yang baru saja pulang dari club malam bersama teman-temannya.

"KAMU GILA YAH? KALO ORANG-ORANG TAU KAMU MABUK-MABUKAN GINI, APA KATA ORANG-ORANG NANTI HAH!" sahut Arga sang ayah tak kalah emosi membentak tanaya.

Harun yang berada didalam kamar hanya bisa diam tidak bisa berbuat apa apa, jika ia ikut dalam urusan mereka berdua maka masalah ini akan panjang. Jadi Harun akan terus diam sampai mereka berdua selesai dengan urusan mereka.

"Capek gue lama-lama" guman Harun menutup buku pelajarannya dan naik keatas kasur untuk berusaha tidur dengan menutup telinganya dengan bantal.

Besoknya

Harun baru saja pulang sekolah bukannya disambut dengan ramah oleh kedua orang tuanya malah disambut dengan lemparan vas bunga yang mengenai Harun.

Jidat Harun mengeluarkan darah segar lumayan banyak. Arga dan Tanaya pun langsung mendekati Harun dengan panik lalu menarik Harun masuk dan menutup pintu rumah.

"Sayang...kamu gapapa kan?" tanya Tanaya mengelap darah Harun yang mengalir dengan tisu.

"Kamu kalo marah marah ga usah ngelempar barang makanya! Kan Harun jadi kena kalau gini!" bentak Arga membuat Tanaya menatapnya penuh marah.

"Maksud kamu semua ini salah aku gitu!?" jawab Tanaya penuh amarah. Harun yang berada ditengah mereka berdua pun langsung berdiri.

"Harun bersihin lukanya sendiri aja" Harun pun langsung pergi dari ruang tengah menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar Harun mengambil kotak p3k yang berada di meja samping kasurnya. Harun pun mulai membersihkan lukanya dengan perlahan menahan rasa sakit yang terus menghantuinya.

Selesai dengan membersihkan luka. Harun pun mengganti baju sekolahnya dengan baju rumah dan lanjut belajar lagi untuk ujian hari terakhir besok.

Suara gaduh yang dibuat oleh kedua orang tua Harun kembali terdengar kali ini benar-benar lebih keras dari biasanya. Banyak barang barang kaca yang ada disekitar mereka dilempar kesana kemari.

Harun terdiam menatap foto keluarga yang ada dimeja belajarnya. Itu foto saat dirinya masih berumur 5 tahun, senyuman itu. Senyuman yang selama ini orang orang pikir adalah senyuman hangat dari kedua orang tua Harun namun nyatanya tidak sama sekali.

Jika bisa Harun ingin saja kembali kemasa lalu dan memperbaiki semua masalah yang terjadi pada kedua orangtuanya saat itu. Tapi takdir tidak mengijinkan Harun untuk memperbaiki semua itu seakan ini adalah takdir yang diberikan untuk Harun.

Harun menangis dalam diam mengingat ketika ia melihat sang ayah yang pulang membawa wanita lain dan besoknya sang ibu membawa lelaki lain ke rumah ini.

Jika saja dulu Harun melarang keras kedua orang tuanya untuk tidak membawa orang asing ke rumah mungkin saja sampai sekarang keluarga Harun baik-baik saja.

Kejadian saat ia masih berusia 3 tahun. Bukannya menikmati masa kecilnya ia malah menikmati masa kedua orangtuanya yang berselingkuh didepan matanya dan berunjung keributan diantara mereka berdua.

Rumah untuk 7 pemuda [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang