04. Good Morning Fullsun

195 85 44
                                    



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


-Happy Reading-


5 Tahun Kemudian.

Matahari nampaknya baru saja keluar dari tempat persembunyiannya. Sinarnya masuk melalui celah-celah jendela kamar sosok kecil yang sedang terlelap.

   Tak ayal sinar sang surya mulai mengusik si pemilik kamar. Anak itu menggeliatkan badannya dengan pelan.

   "Sudah pagi, ya," gumamnya.

   Hari berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Kini si bayi sudah tumbuh menjadi anak manis, pintar dan lucu.

   Ya, anak itu adalah Hardian yang tumbuh besar di dalam rumah Kalandra.

   Hardian mendudukkan tubuh mungilnya di tepi tempat tidur. Matanya menatap sekeliling, Hardian merasa sepi. Tidak ada sambutan selamat pagi untuknya ketika bangun tidur.

   Diam-diam ia teringat dengan perkataan salah satu teman sekelasnya.

   "Kalau kata Jero, setiap pagi itu harusnya ada ucapan selamat pagi dari mama biar tambah semangat. Tapi, kenapa Ian ga pernah ya?" monolognya sendiri dengan tatapan lurus ke depan.

    Anak kelas TK Kecil itu mengalihkan pandangannya kearah foto-foto yang hanya di dominasi dengan foto dirinya sendiri.
Tidak foto keluarga di sana, berbeda dengan yang ada di kamar abang dan kakaknya.
Ia merasa di tinggalkan, apalagi teringat dengan perkataan temannya itu.

   Lantas anak itu menepuk pelan pipinya, "ishh ndak boleh iri kalau kata abang." Katanya.

    Ia menurunkan kaki kecilnya dan beranjak menuju kamar mandi untuk segera bersiap ke sekolah pagi ini.

  Disaat anak lain masih membutuhkan bantuan orang tua untuk menyiapkan sekolahnya, berbeda dengan Hardian yang justru diajarkan untuk mandiri sejak dini.

   Setelah menghabiskan waktu 10 menit untuk mandi dan bersiap-siap memakai segala keperluannya.
Hardian melangkahkan kakinya untuk keluar kamar.

   Saat melewati kamar sang kakak, netranya menangkap sang mama yang sedang memakaikan dasi pada salah satu kakaknya, Rasendriya diiringi senyum yang merekah di wajah ayunya.

   Hanna yang melihat eksistensi anak bungsunya itu pun menoleh dengan tatapan tajam yang mana membuat si kecil menundukan kepala.

BULAN MATAHARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang