05. Sepaket Rasa

200 81 41
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
"Tidak harus dengan banyak orang
untuk mendapatkan banyak kasih sayang. Satu orang
yang tulus saja sudah cukup. Karna yang
tulus sudah pasti memberikan banyak kasih sayangnya tanpa harus diminta"
-Kalandra-
.
.
.

-Happy Reading-

******

Terkadang hidup diantara segala perbedaan mengharuskan manusia untuk lebih sabar dalam menghadapinya. Lebih sabar dengan segala hal yang terjadi. Tidak ada manusia yang mau dibedakan, apalagi oleh keluarga sendiri.

   Sama dengan Hardian dia juga ingin mengubah perbedaan itu dengan kesamaan seperti teman-temannya. Contohnya saja berangkat atau di jemput oleh mama dan papa sehabis sekolah. Atau, bisa menyelesaikan tugas bercerita tentang liburan di akhir pekan bersama mama dan papa juga abang dan kakak.

   Bocah yang baru saja bisa melafalkan huruf R dengan benar itu tengah melamun, mendudukkan dirinya di teras depan kelasnya. Ia tengah menunggu wanita paruh baya yang biasanya menjemputnya sepulang sekolah.

   "Rindu sekali dengan papa," batinnya tiba-tiba mengatakan bahwa dia merindukan papa.

    Pasalnya laki-laki 40 tahun itu sudah tiga hari tidak pulang ke rumah. Ia sedang menjalankan tugasnya di luar kota dan akan pulang sekitar seminggu lagi.

   Hardian membuang nafasnya, lewat hembusannya itu terdengar lelah yang sangat ketara.

   Disekelilingnya banyak teman-teman yang tengah berlarian menyambut orang tua yang menjemput mereka

   "Wahh ..... anak mama hebat sekali. Dapat nilai 100, good boy."
 

 

    Suara pujian dari salah satu ibu teman kelasnya masuk ke telinga Hardian. Hardian yang mendengarnya hanya tersenyum kecut, tersirat rasa iri yang hinggap di hatinya.

   Mamanya tidak pernah memberinya kalimat pujian seperti itu. Jika dia menunjukan nilainya pun pasti mamanya akan membuangnya ke lantai.

   Lagi-lagi Hardian menundukkan kepalanya, mata anak itu memanas.

   "Abang," lirihnya.

   "Ian!"

    Dari arah pintu gerbang terlihat seorng wanita yang memanggil dan melambaikan tangan ke arah si kecil yang masih berusaha untuk tidak mengeluarkan tangisannya.


   Bukan, itu bukan mama. Melainkan bibi yang selama ini membantunya.

BULAN MATAHARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang