[02] Rahasia yang terungkap

200 18 0
                                    

Suara dering bel pintu rumah berbunyi keras, menandakan tamu datang.

Tara berjalan untuk membuka pintu rumah. Ia langsung mendapat pelukan di kaki dari anak kecil berumur sekitar enam tahun.

"Tanteeee, Epan kangeng tantee."

Tara langung berjongkok untuk mengangkat keponakannya ke dalam pelukan. Ia menahan gerutu kecil karena kaget dengan berat badan anak laki-laki itu saat berdiri sembari menggendong Efan.

Kakak iparnya yang sedang menggendong bayi kecil mendekat pada Tara untuk memeluknya singkat. Tara membuka pintu lebih lebar lagi. Suami kakak ipar Tara mengikuti di belakang dengan membawa keperluan anak-anak di kedua tangannya.

Ia meletakkan tas-tas itu di sofa ruang tamu. 

"Aku berangkat dulu ya sayang, kamu hati-hati di sini." Ucap si suami sembari mencium istrinya lalu bayi yang ada di pelukannya.

Ia mengulurkan tangan pada Efan dan anak itu dengan senang hati berpindah ke pelukan ayahnya. Mereka berdua saling bertukar ciuman dan pelukan sebelum akhirnya ia menurunkan Efan lalu berjalan keluar.

Laila, mengantar suaminya berangkat dengan berdiri di pintu. Setelah suaminya tidak terlihat lagi, dia menutup pintu dan masuk ke ruang tamu. Ia menurunkan bayi di gendongannya ke tempat tidur yang sudah ditata oleh Tara.

"Leon hari ini pulang ke rumah kan Ra?"

Tara yang sedang ada di dapur menyiapkan camilan untuk tamu menjawab singkat, "Iya kok mbak, kenapa memangnya?"

"Untung deh, biar gak cuma kamu yang bantu. Kita harus pergunakan tenaga Leon untuk main dengan Efan." Jawab Laila sembari duduk bersandar di bagian bawah sofa.

"Mas Erwin berapa lama ke luar kota mbak?" Tanya Tara, ia kemudian berjalan ke ruang tamu sembari membawa dua cangkir minuman. Ia memberikan secangkir pada Kakak iparnya dan meneguk isi gelas satunya.

Begitu Tara duduk bersila di lantai, Efan langsung duduk di pangkuannya dengan ponsel di tangan yang sedang menayangkan kartun favorit Efan. 

"Lusa baru balik, jadi aku nginep di sini dua malam."

Tara mengangguk mengerti.

Laila menyalakan televisi dengan volume rendah. "Sumpah, ini pas banget ART lagi izin gak kerja trus mas Erwin tiba-tiba harus ke luar kota."

"Santai aja mbak, kami juga senang-senang aja main sama bocil-bocil ini." Jawab Tara.

Tara memang memegang prinsip untuk tidak memiliki anak, tapi bukan berarti dia membenci anak-anak. Pun, kedua keluarga besar tidak perlu tahu juga prinsipnya. Selama ini kedua keluarga hanya tahu kalau Leon lah yang menjadi alasan mereka tidak bisa memiliki anak meski sudah hampir tiga tahun menikah. Iya, memang itu menjadi salah satu alasan, tapi bukan menjadi satu-satunya alasan. Demi menjaga semua itu, Leon dan Tara masih sering berhubungan badan dengan menggunakan pengaman.

Laila memandang ke arah Tara dengan ekspresi prihatin.

"Semoga segera dapat momongan ya Ra ..."

Tara menoleh pada kakak iparnya dengan tersenyum. Ia mengelus puncak kepala keponakannya, "Kami berdua aja juga gak masalah sih mbak."

Laila menganggukkan kepala. "Yah, pokoknya doa terbaik untuk kalian berdua aja ya ..."

Tara yang mendengar itu sedikit terharu. Ia semakin merasa bersalah karena baru kemarin dia dan Leon membuka kontrak pernikahan mereka untuk meninjau ulang isinya sebelum persiapan perceraian mereka. Ia sangat beruntung karena mendapat keluarga mertua yang baik. Kini ia tahu dari mana Leon bisa menjadi laki-laki yang baik dan mudah diajak kerja sama.

Habis Kontrak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang