Kisah Tara - Keputusan

73 6 1
                                    

Leon banyak mendapat poin tambahan penting dari Tara. Lelaki itu menghormati perempuan. Setiap kali membicarakan keluarganya, dia terlihat bangga, bahkan sedikit memamerkan prestasi yang dicapai oleh kedua kakak perempuannya. Dia sudah berhenti merokok dan mulai hidup sehat sejak pemeriksaan kesehatan terakhirnya yang menunjukkan hasil mengkhawatirkan.

Saat mereka membicarakan masalah pekerjaan rumah tangga, Leon dengan kesadaran diri penuh menyatakan lebih suka bersih-bersih rumah daripada mencuci atau setrika baju. Setrika baju adalah pekerjaan yang paling malas dia lakukan. Tara harus setuju dengan itu.

Lelaki itu juga mendengarkan cerita Tara dengan seksama, tanpa mencela sedikitpun. Kalaupun ada hal yang ingin dia tanyakan, Leon akan menanyakan itu setelah Tara selesai bicara. 

 "Alasan kamu mau disuruh ketemuan kayak gini, ada gak?" Tanya Leon pada Tara.

"Karena kita hidup di masyarakat yang masih mengagungkan pernikahan. Orang yang tidak menikah dianggap tidak bahagia, sial, gak laku ... dan lain sebagainya."

Leon tersenyum kecil di sudut bibirnya, "Dan orang-orang itu adalah orangtua kita."

Tara mengangguk setuju.

"Tapi apa kamu sebenarnya ada niat untuk menikah?" Tambah Leon sembari memandang ke arah Tara.

"Aku masih ada kemauan, tapi tidak memaksa juga. Kalau ada ya ayo, kalau tidak ada yasudah ... Di umurku yang udah segini, kebanyakan akan menganggap 'sudah kadaluarsa' karena lewat umur ideal menikah. Menyenangkan kan hidup di negeri ini?"

Tara tersenyum sarkas. Tapi Leon sama sekali tidak menertawakan itu, lelaki itu malah menatapnya dengan dalam.

"Apa kamu ingin punya anak juga setelah menikah?"

Tara langsung menggelengkan kepala. "Ini juga yang membuatku tidak segera dapat pasangan. Karena aku mau menikah tapi childfree."

Tara sudah bersiap dengan reaksi Leon yang mungkin akan langsung mundur atau mendebat ucapan Tara dengan banyak petuah dan nasihat tentang indahnya memiliki anak, tapi justru dia melihat ekspresi Leon yang kini semakin tertarik.

"Sepertinya kita akan cocok di bagian itu. Aku juga ingin menikah tapi mungkin tidak bisa punya anak."

"Eh, gimana?" Tanya Tara terlihat bingung.

"Aku tadi sudah cerita kan kalau berhenti merokok. Salah satu penyebab aku sudah tidak bisa punya anak karena itu."

Tara sedikit kaget, "Oh ... "

Leon mengangguk, "Yah banyak faktor, tapi salah satunya adalah karena merokok. Jadi sebelum semua terlambat aku memutuskan untuk berhenti. Dan karena kondisiku ini banyak orang yang menolakku."

Ucapan itu membuat Tara sedikit terkejut. Ia terkesan dengan tekad dari Leon yang bisa benar-benar berhenti merokok, tapi setelah mendengar alasan dibaliknya, perasaan itu berubah menjadi maklum.

"Lalu apa kamu menyesal?"

"Hal itu tidak bisa dianggap sebagai penyesalan, karena itu semua adalah resiko atas perbuatanku. Bisa dibilang sebagai tanggung jawabku sendiri."

 "Oh, pemikiran yang menarik."

"Menarik?"

Tara mengangguk, "Tidak banyak orang yang mengakui kesalahannya sendiri semudah itu."

Leon tidak menjawab itu, dia hanya mengangguk. "Yang perlu kamu tahu, aku tidak sebaik apa yang kamu pikirkan."

"Tapi, terlepas dari kondisimu saat ini, apa kamu ingin punya anak?"

Leon terlihat berpikir sejenak. "Ya ... karena aku merasa keluarga adalah pelengkap dalam hidup kita yang singkat ini. Tapi setelah melihat kondisi kesehatanku, aku sadar kalau semua ini terjadi karena kesalahanku sendiri. Jadi aku mencoba merubah cara berpikirku saja. Dengan kamu yang tidak ingin punya anak, menurutku hubungan kita bisa berjalan dengan baik."

Habis Kontrak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang