𝐁𝐀𝐁 𝟏

124 15 0
                                    

─── 𝐑𝐮𝐦𝐚𝐡 𝐍𝐞𝐧𝐞𝐤 ──

⋆⋅☆⋅⋆

❝Sebenarnya kita liburan atau pindah sih?❞

Haikal meringis, memperhatikan ruang tengah rumahnya yang hampir kosong dengan perabotannya saja. Ia lalu meletakkan satu kardus yang ia bawa dari lantai atas dan diletakkannya di salah satu tumpukan yang berada di dekat ibunya.

❝Kita liburan beberapa bulan di tempat nenekmu,❞ ucap wanita berstatus ibunya yang masih fokus memasukkan beberapa vas keramik ke dalam kardus. ❝Jika memang kau betah di sana, kita bisa pindah.❞

❝Baiklah.❞ Sedikit banyaknya ia tidak setuju dengan gagasan ibunya, tetapi ia membungkam mulutnya karena setidaknya itu yang bisa dia lakukan pada saat ibunya bersedih.

Beberapa minggu lalu orangtuanya bercerai, ayahnya dengan berdarah dingin memutuskan hubungan yang telah lama dijalin hanya karena orang baru masuk ke kehidupan orangtuanya. Hanya ini yang bisa Haikal lakukan, setidaknya ia bisa selalu berada di dekat ibunya sebagai pelipur lara.

Lelaki bertubuh ramping dengan tinggi semampai itu akhirnya beranjak dari tempatnya, menaiki tangga ke lantai atas dan pergi ke kamarnya. Sebagian besar barangnya sudah dikemas dan siap untuk pergi, ia berharap dengan kepergiannya kali ini bisa mengembalikan senyuman ibunya dan juga rasa sakit di hatinya.

Beberapa saat kemudian, Haikal memandangi beberapa pria ―petugas pindahan― yang hilir mudik mengangkut semua barang-barangnya ke dalam mobil besar. ia menoleh ke belakang dan memandang rumah yang dulu mempunyai kenangan manis di hidupnya hingga berganti mimpi buruk. Bangunan yang sudah berdiri atas usaha dan keringat kedua orangtuanya dan runtuh tepat saat ayahnya mengkhianati ibunya.

❝Haikal?❞

Arin, ibu Haikal, menemukan tatapan sendu dari nayanika putra satu-satunya. Sebelum menghampirinya, Arin menghembuskan napas perlahan. Ia tahu bagaimana hatinya sakit saat melihat persidangan terakhir orangtuanya, Haikal menunjukkan sikap tegar di depan orang-orang tetapi Arin tahu betapa hancurnya anak itu kala ayah kandungnya tidak menatap sedetikpun dirinya.

❝Kemari.❞

Tanpa disuruh dua kali, Haikal beranjak mendekat dan mendekap tubuh ringkih ibunya dan Arin mengelus surai legam Haikal. ❝Semua akan baik-baik saja, ibu janji padamu.❞

❝Ibu akan baik-baik saja?❞

Baru kali ini Haikal menanyakan perihal perasaannya, itu membuat Arin sedikit merasa bersalah. ❝Ibu baik-baik saja.❞

Mereka berdua memasuki mobil dengan Arin yang berada di belakang setir. Haikal membuka kaca jendelnya dan kembali memandang ke arah rumah lamanya hingga tidak terlihat lagi. Dengan membulatkan niatnya, Haikal menghirup udara dengan rasa sedih mengingat ia akan meninggalkan semua kenangan buruk itu. Meninggalkan kenangan ayahnya yang tidak setia sekaligus meninggalkan seseorang yang membuatnya patah hati.

ʕ•㉨•ʔ

Hampir 3 jam sudah mereka lalui di perjalanan, keheningan itu sesekali diisi dengan percakapan pasangan ibu dan anak itu. Tidak ada topik berat yang sensitif karena mereka masih belum siap untuk saling jujur dengan perasaannya.

❝Mereka masih ada disana?❞ Tanya Haikal dengan terkejut, pasalnya ia baru tahu teman-teman kecilnya di kampung halaman itu masih tinggal di sana.

Mereka adalah Thomas, Anton dan July. Haikal bersama ketiganya dahulu sering bermain bersama bahkan orangtua ketiganya tidak akan kelimpungan jika mereka tidak pulang ke rumah karena sudah dipastikan berada di salah satu rumah ketiganya.

[✓] 𝐌𝐇 [𝟒] 𝐄𝐍𝐈𝐆𝐌𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang