─── 𝐌𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐌𝐢𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐃𝐢 𝐃𝐞𝐬𝐚 ──
⋆⋅☆⋅⋆
Terhitung sudah tiga hari telah berlalu, kehidupan Haikal di desa itu juga membuat suasana hatinya berangsur-angsur membaik. Melihat wajah berseri ibunya saat membantu neneknya berjualan di depan rumah membuatnya mengerti jika kehidupan yang simpel dan saling mengasihilah yang diinginkan oleh ibunya bukan bergelimangan harta tetapi setiap hari ia merasakan waswas dengan semua kelakuan suaminya. Haikal mengerti itu, ia berjanji akan selalu menyenangkan hati ibunya dan tidak akan pernah meninggalkannya sendiri.
Hari ini Haikal membantu nenek dan ibunya menyiapkan jualan berupa makanan rumah di meja kaca etalase, neneknya memang melakukan rutinitas dengan berjualan di depan rumahnya untuk membunuh kebosanan. Jangan salah, walaupun menginjak usia senja tetapi Nenek Erina masih sangat kuat dan semangatnya tidak luntur. Warung makan Nenek Erina tidak pernah sepi apalagi warga desa memang punya rutinitas setiap akhir pekan untuk berkumpul dan menonton film dengan menggunakan layar proyektor besar. Dan hari ini jadwal mereka berkumpul membuat ibu dan neneknya bersemangat untuk menyiapkan jualannya, Haikal tidak bisa menghentikannya dan hanya bisa membantu meringankan pekerjaan kedua wanita kesayangannya itu.
❝Sudah semuanya?❞ Haikal menoleh ke belakang dimana neneknya sedang berjalan mendekatinya.
❝Sudah, Nek. Ada hanya ini saja?❞ Tanya Haikal yang dibalas gelengan kepala, ❝kalau begitu nenek harus beristirahat dulu sebelum mata hari terbenam dan kita akan sibuk.❞
Erina mendekati cucu semata wayangnya itu dan mengelus rambut kecoklatan yang sangat cantik bila terkena sinar matahari, seolah-olah matahari mempunyai tugas untuk menyinari eksistensi manusia mungil itu. ❝Lebih baik cucuk tampan nenek ini beristirahat, kau dari tadi sudah membantu wanita tua ini.❞
Haikal tersenyum dan menggelengkan kepalanya, seolah tidak setuju dengan ucapan neneknya itu. ❝Aku tidak apa-apa, Nek, aku menyukai membantu kalian yang bersemangat.❞
Erina terkekeh, ❝ibumu itu akhirnya bisa tersenyum juga.❞
❝Benar, ibu terlihat bahagia disini dan aku tidak menyesal.❞ Ucap Haikal membuat Erina tersenyum.
Setelah beberapa menit mengobrol, akhirnya Haikal meminta izin untuk pergi ke kamar untuk tidur sebentar dan Erina juga akan kembali pada ibu Haikal.
❝Ya, aku tidak menyesal sudah ikut dengan ibu kemari.❞ Gumam Haikal sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur sebelum akhirnya mata cantiknya itu terpejam untuk mengistirahatkan jiwanya sejenak.
ʕ•㉨•ʔ
Matahari berangsur-angsur turun sebelum akhirnya tergantikan dengan cahaya rembulan, menandakan jika malam ini cuaca akan cerah. Haikal melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 6 petang, ia melihat jika sudah banyak warga desa yang berkumpul di halaman rumahnya. Layar proyektor sudah sedari sore tadi dipasang oleh para anak muda desa, ia bahkan tidak membantu apapun karena para pemuda itu tidak enak jika harus merepotkannya.
Haikal berjalan ke gerombolan orang-orang yang ternyata adalah teman masa kecilnya, melihat ia berjalan ke arahnya teman-temannya melambaikan tangannya. July yang pertama berdiri dan memeluknya, sedangkan Anton dan Thomas hanya tersenyum karena akhirnya mereka bisa berkumpul kembali bersama Haikal.
❝Oh, Haikal. Aku merindukanmu,❞ ucap July yang sudah melepaskan pelukannya tetapi senyuman itu masih betah di bibir cantiknya.
❝Aku juga,❞ ucap Haikal dengan senyuman membuat matanya berbinar, ❝merindukan kalian.❞
❝Hei, apakah kau tidak ingin memelukku?❞
❝Hei, apakah kau tidak ingin memelukku?❞
Haikal tertawa, bersama July ia langsung berjalan ke arah Thomas. ❝Aku merindukanmu, akhirnya sudah menjadi seorang ayah ya.❞
Thomas tertawa, July menghampiri seorang anak perempuan dan berkata, ❝Iyel, perkenalkan dirimu pada Paman Ekal.❞
❝Hayo, Aman. Acu Iel,❞ mendengar itu Haikal langsung berjongkok di depan anak perempuan itu yang merupakan anak dari Thomas dan July.
❝Halo, Iyel.❞ Haikal menjulurkan tangannya dan anak itu menyambut jabat tangannya, ❝aku Paman Ekal, salam kenal ya.❞
Iyel menjulurkan kedua tangannya pada Haikal dan akhir ia menggendong tubuh batita itu.
❝Anak kalian manis sekali,❞ kata Haikal membuat July mengangguk tersenyum.
❝Bagaimana kabarmu?❞ Tanya Thomas, saat ini mereka memutuskan untuk duduk di kursi plastik yang telah disiapkan.
❝Kabar baik,❞ jawab Haikal sekenanya karena ia terlalu asyik bercanda dengan Iyel. ❝Aku senang bisa kembali kemari lagi.❞
❝Kau tidak akan pergi lagi kan?❞ Tanya July.
Haikal yang mendengar itu hanya menggelengkan kepalanya, ❝saat ini belum ada pikiran untuk pergi meninggalkan ibuku.❞
Melihat jika obrolan itu akan menjadi sensitif, Anton langsung berinisiatif membuka obrolan lain membuat suasana terlepas dari kecanggungan. Selain mengobrol, Haikal diajak July membeli makanan kecil untuk menemani acara menonton mereka. Bisa Haikal lihat jika ibu dan neneknya juga bergabung dengan warga lain, sibuk dengan obrolannya bahkan ibunya tidak lepas dengan tawanya membuat Haikal juga akhirnya menikmati Malam Minggu ini.
Setelah membeli banyak makanan ringan, Haikal kembali terlibat dalam obrolan seru dengan teman-temannya hingga akhirnya ada seorang pria lain yang datang dan ikut bergabung dengannya.
❝Kenalkan namanya Tama, anak Ketua RT disini.❞ Ucap Anton pada Haikal dan akhirnya bertambah lagi teman di tempat ini.
❝Dari mana, Tam?❞ Tanya Thomas pada Tama.
❝Dari Rumah Angker itu,❞ jawab Tama membuat ketiga teman Haikal terkejut. Sebelum ditanya lebih lanjut Tama langsung berkata, ❝Rera, adiknya Laras menghilang dan kita coba nyari disana.❞
Sontak perkataan itu membuat baik Thomas dan juga Anton menghela napas, ❝ketemu?❞
❝Enggaklah,❞ jawab Tama sambil tertawa.
❝Ada yang lihat Reta sebelum dia hilang gak?❞ Tanya July pada Tama.
❝Adik Laras yang kecil katanya ngelihat Rera keluar rumah dan pergi ke jalan setapak satu-satunya yang mengarah ke Rumah Angker itu.❞ Jawab Tama.
Haikal mengerutkan keningnya, ❝Rumah Angker?❞
❝Saat kau datang kemari, apa kau lihat ada rumah besar yang berada di tebing?❞ Tanya Anton membuat Haikal mengangguk. Ia sendiri juga penasaran di awal ia melihat ada sebuah rumah yang berada di atas tebing, tepatnya berada di belakang rumah-rumah warga.
❝Iya, aku sempat penasaran siapa orang yang mau bangun rumah di atas tebing itu.❞ Jawab Haikal.
❝Nah, rumah itu katanya udah ada bahkan sebelum desa ini ada.❞ Kata Tama menjelaskan tetapi itu semakin membuat Haikal tidak mengerti, ❝katanya rumah itu kemungkinan sudah ada puluhan tahun, tetapi kata kakeknya kakekku, saat beberapa kali warga desa yang ingin mengetahui siapa orang yang punya rumah itu tidak pernah diketahui. Bahkan tidak ada apapun disana, dari jaman kakekku dulu pernah ingin menghancurkan rumah itu karena ditakutkan ada anak-anak yang bermain disana tetapi sekali lagi, mereka tidak bisa melakukannya.❞
❝Kenapa?❞ Tanya Haikal.
❝Entahlah,❞ jawab Tama dengan santai, ❝setelah kejadian beberapa orang menghilang dan meninggal dunia di desa ini, rumah itulah yang seperti punya kaitan dengan hal itu.❞
❝Kaitan? Apa hubungannya orang menghilang dan meninggal dengan rumah yang jelas-jelas hanya akan berdiri bukan menyakiti?❞ Tanya Haikal.
❝Tam, udah.❞ Ucap Thomas membuat Tama hanya menganggukkan kepalanya, ❝udah, Kal. Gak usah dipikirin.❞
Saat Haikal akan membuka mulutnya lagi untuk bertanya, niatnya terdiktrasi karena acara menonton mereka telah dimulai. Mau tidak mau, Haikal hanya bisa menyimpan pertanyaan lanjutan tentang Rumah Angker itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 𝐌𝐇 [𝟒] 𝐄𝐍𝐈𝐆𝐌𝐀
Fanfictionㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ♡· EᑎIGᗰᗩ ·♡ㅤㅤㅤ (n.) a person or thing that is mysterious or difficult to understand. . Haechan merasa janggal dengan semua hal yang ia alami di tempat baru ini. Mulai dari mimpi-mimpinya, cerita-cerita yang didengarnya bahkan kejadian malam...