𝐁𝐀𝐁 𝟑

65 12 1
                                    

─── 𝐑𝐮𝐦𝐚𝐡 𝐃𝐢 𝐓𝐞𝐛𝐢𝐧𝐠 𝐂𝐮𝐫𝐚𝐦 ──

⋆⋅☆⋅⋆

Haikal tidak mengerti, dirinya berdiri tepat di depan gerbang rumah tua yang menjadi pembicaraannya dan teman-teman tadi malam. Dilihat bagaimana pun, rumah yang berpondasi kayu semua itu dalam kondisi reot menambah kesan horor yang melekat sebagai urban legend.

❝Kau tidak masuk?❞

Haikal tersentak menoleh ke belakang, ia melihat seorang pria dengan paras cantik juga tampan. Mempunyai kulit yang putih dan bersih, senyuman yang menawan membuat haikal mengerjapkan pelan matanya.

❝Hei, kau tidak akan masuk?❞ Tanya pria itu kembali saat melihat Haikal tidak merespon apapun, dengan tertawa pria itu menarik tangan Haikal dan menuntunnya menuju ke rumah itu. ❝Kau sakit?❞

❝Ti-tidak,❞ jawab Haikal dengan tergugu.

Saat kaki keduanya menginjak foyer rumah itu, mendadak Haikal kebingungan melihat rumah yang terlihat terbengkalai dan sudah reot itu seketika berubah menjadi megah juga terang benderang karena lampu besar yang cantik. Belum sempat tersadar dengan bingungnya itu, ada seorang pria bertubuh ramping tetapi tercetak otot-otot yang maskulin menghampiri mereka.

❝Nana, dari mana saja kau?❞ Ucapnya kepada pria yang berada di samping Haikal, melihat Haikal yang terdiam, pria itu menaikkan alisnya sebelah. ❝Kau kenapa? Tidak biasanya diam seperti ini.❞

❛Biasanya? Memang biasanya aku seperti apa?❜ Ujar Haikal dalam hati, wajahnya mengerut kebingungan.

❝Terserah,❞ pria itu kembali memandang ❛Nana❜ dan tersenyum, ❝ayo, kau harus istirahat kembali.❞

Setelah itu Haikal kembali berdiri sendiri tatkala kedua pria itu pergi meninggalkannya. Haikal melihat ke sekelilingnya, berharap ada sesuatu yang bisa menyakinkannya jika ini hanyalah mimpi. ❝Bagaimana aku ada disini?❞

❝Kau dari mana? Aku mencarimu dari tadi.❞ Kembali, Haechan menoleh ke sumber suara yang juga mencarinya. ❝Carden mencarimu dari tadi dan dia tidak bisa tidur sebelum kau membacakan dongeng sebelum tidur.❞

❝Carden?❞ Beo Haikal membuat pria itu tertawa, ❝hei, wajahmu benar-benar menggemaskan. Ayo, Carden sudah merajuk di kamarnya.❞

Sekali lagi Haikal hanya bisa terdiam dan mengikuti langkah pria di hadapannya menuju ke lantai dua, sama seperti kedua pria sebelumnya pergi.

❝Kau hanya diam dari tadi?❞

❝Aku tidak tau harus mengatakan apa, aku bingung.❞ Jawab Haikal yang entah mengapa hanya berkata jujur pada pria itu.

❝Carden, jangan berteriak sudah malam.❞ Ujar pria di depannya membuat pria muda yang bernama Carden itu merengut bibirnya. ❝Aku hanya rindu dengan Papa.❞

I know, karena itu Daddy membawa Papa kemari.❞

Wajah kebingungan Haikal berubah tersenyum saat Carden merentangkan tangannya, berharap jika dirinya memeluk makhluk menggemaskan itu. Haikal tidak melawan pada instingnya dan berjalan menuju kasur besar itu, ❝kau harus tidur sekarang.❞

Dengan mengangguk tersenyum, Carden menurut padanya dan merebahkan tubuhnya sedangkan Haikal sudah berada di atas kasurnya dan pria lainnya sudah mengatur lampu agar tidak mengganggu penglihatan. Haikal menerima buku yang Carden berikan dan mulai membacakannya sedangkan anak itu dengan sayup-sayup sudah mengarungi mimpinya seiring Haikal tenggelam dalam bacaannya, tidak sadar jika pria sebelumnya telah pergi meninggalkan mereka berdua.

ʕ•㉨•ʔ

Haikal terbangun dari tidurnya, matanya sedikit terganggu dengan sinar matahari yang masuk dari jendelanya. Ia merenggangkan tubuhnya yang sedikit lebih lelah dari biasanya, seiring dengan nyawanya yang telah kembali, matanya terbuka saat memikirkan mimpi sebelumnya. Mimpi yang jelas masih ia ingat, tidak seperti mimpi-mimpi biasa yang ia dapatkan. Dalam beberapa menit ia bertahan dengan posisi terduduk dan pikiran yang masih kebingungan, tetapi akhirnya ia memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya.

Setelah mencuci wajahnya, Haikal beranjak menuju dapur dimana ibunya telah berkutat dengan peralatan dapur sedangkan neneknya sedang menyiram bunga di halaman depan.

❝Selamat pagi,❞ sapa Haikal membuat ibunya menoleh ke belakang dan membalas sapaannya.

❝Selamat pagi, bagaimana tidurmu?❞ Tanya ibunya melanjutkan kegiatan memasaknya.

❝Aku bermimpi aneh,❞ jawab Haikal tanpa memberitahu dengan jelas pada ibunya.

❝Aku yakin kau tidak membaca doa sebelum tidur,❞ ucap ibunya dengan terkekeh, sedetik kemudian ia beranjak dari dapur dengan membawa dua piring berisikan makanan dan meletakkannya di atas meja makan. ❝Hari ini kau akan melakukan apa?❞

❝Aku akan coba mencari pekerjaan, Bu.❞ Jawab Haikal sebelum menenggak air putih.

Arin diam berdiri di sisi depan Haikal, ❝apa kau ingin bekerja di kota saja?❞

Haikal menggelengkan kepala, ❝aku sudah betah disini.❞

Arin tersenyum sendu, ❝Ibu tidak masalah jika tinggal disini bersama nenek saja.❞

❝Aku yang akan masalah jika meninggalkan dua orang wanita cantik sendirian disini,❞ jawab Haikal membuat Arin tertawa bertepatan dengan Nenek Erina yang masuk dari pintu samping. Akhirnya ketiga orang itu sarapan bersama, saling bercerita dan juga membagi tawa di atas meja makan pagi ini. Suasana yang telah lama Haikal lupakan selama hidup di kota bersama orangtuanya.

Setelah sarapan dan mandi, Haikal saat ini sudah berjalan berkeliling desa. Niatkan untuk mencari pekerjaan untuk waktu luang juga setidaknya ia bisa membantu perekonomian keluarga bukan hanya ongkang-ongkang kaki saja. Tetapi ia tidak tahu ingin pekerjaan seperti apa, toh di desa itu pun tidak seperti di kota yang selalu ada lowongan pekerjaan. Agak susah baginya, maka dari itu ia hanya berniat berkeliling sambil menghirup udara segar dan jika memang mendapat pekerjaan itu akan menjadi bonus untuknya.

Agak susah baginya, maka dari itu ia hanya berniat berkeliling sambil menghirup udara segar dan jika memang mendapat pekerjaan itu akan menjadi bonus untuknya.

Langkah Haikal terhenti di depan sebuah bengkel kecil di pinggir jalan, ia melihat ada banyak motor warga yang biasa digunakan untuk membawa hasil bumi atau bahkan membawa rumput untuk ternak. Pandangannya melihat Tama, anak Kepala Desa yang semalam bergabung dengannya dan teman-temannya sedang membenarkan motor-motor itu.

❝Pagi,❞ sapa Haikal membuat Tama menoleh padanya, ❝hei, sedang jalan-jalan?❞

Haikal mengangguk, ❝jalan-jalan dan mencari pekerjaan.❞

Tama berdiri dari duduknya dan mengambil handuk kecil dari saku pinggangnya, ❝duduk disini.❞

❝Sudah berencana untuk tetap tinggal disini ya?❞ Tanya Tama sambil mengambil minuman dari lemari pendingin.

❝Benar, aku tetap akan disini selama ibuku ingin.❞ Jawab Haikal, Tama menganggukkan kepala sembari menenggak minumannya.

❝Kau bekerja disini?❞ Tanya Haikal.

❝Aku yang punya bengkel ini,❞ jawab Tama dengan penuh percaya diri, ❝kalau kau mau, bisa bekerja disini denganku.❞

❝Benarkah?❞ Haikal tidak sanggup menutupi antusiasnya saat Tama menawarinya.

❝Ya, kebetulan hanya ada 2 orang yang bekerja disini. Aku bisa memanfaatkan otak dan tenagamu jika kau bekerja disini.❞ Jawab Tama.

Dan akhirnya telah diputuskan Haikal menerima tawaran Tama, mulai besok ia akan bekerja sebagai mekanik dan merangkap sebagai akuntansi yang mengurusi pemasukkan dan pengeluaran bengkel.

Malam harinya Haikal bersiap untuk tidur, bersiap untuk lebih bersemangat di hari pertama bekerja besok. Dengan perlahan, matanya tertutup seiring dengan kesadarannya yang menghilang tetapi sebelum itu, ia akhirnya tersadar di depan rumah tua itu lagi.

❝Papa, ayo kita main di hutan.❞

[✓] 𝐌𝐇 [𝟒] 𝐄𝐍𝐈𝐆𝐌𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang