four..

985 86 2
                                    

Tidak jadi libur!!! Tangan ku gatel pengen pencet publik!!!

Selamat membaca!

Budayakan untuk vote dan follow!
Terimakasih..

Happy Reading 🍀


Merasakan tubuh nya yang melayang ke udara Ruby hanya bisa memejamkan mata erat saat ia akan terjatuh ke tanah akibat tersandung batu.

Namun sudah beberapa detik rasa sakit tidak menyerangnya yang ia rasakan adalah dada bidang seseorang yang seperti sedang ia tindih.. tunggu!! Dada bidang seseorang!?

Kedua matanya sontak langsung melotot akibat terkejut dengan keadaannya saat ini. Wajahnya dekat dengan wajah seseorang yang sangat tampan bak pangeran negeri dongeng.

Tatapan mata tajam dengan bola mata merah darah. Hidung mancung dengan rahang kokoh yang berbentuk sempurna. Wajah putih bersih tidak ada noda sedikitpun.

"Ekhm!"

Tersadar dari lamunannya Ruby segera bangkit di bantu dengan pelayan pribadi nya yang sedari tadi heboh karena nya.

"Maafkan saya"

Ruby membungkuk, tatapannya yang polos membuat pemuda tampan itu tergugu kagum.

Diam diam Ruby menyeringai saat tahu siapa pemuda di hadapannya ini. Seorang panglima perang berdarah dingin, tokoh utama pria ke dua.

"Maafkan saya tuan, saya tidak sengaja mengenai mu saat berjalan tadi. Maafkan atas kecerobohan saya ini"

Pria itu mengalihkan pandangannya ke segala arah, mencoba mengabaikan tatapan memelas gadis itu.

Sangat menggemaskan!

An menghampiri Ruby yang saat ini hanya diam dengan wajah sedihnya.

"Putri sebaiknya anda segera kembali ke kediaman, hari sudah mulai panas"

"Baiklah An"

Pandangan Ruby kembali kearah pria itu. "Sekali lagi maafkan saya tuan. Permisi"

Ruby berserta dengan rombongan nya itu pergi meninggalkan pria itu sendirian. Mata tajam berwarna merah itu menatap punggung Ruby dengan dalam, seperti predator yang sedang mengawasi mangsanya.

Mine

******

Leonard mendatarkan wajahnya setelah mendapatkan informasi dari asisten pribadinya. Wajahnya bertambah keruh saat manik nya membaca kalimat terakhir yang membuat nya semakin panas dingin.

"Untuk apa panglima itu berada disana Lois?" Tanya nya.

Lois yang sebagai asisten Leonard dengan segera menjawab sebelum kepalanya yang sebagai tumbal.

"Menurut mata mata tuan Arthur sedang melakukan penyelidikan atas perintah yang mulia raja"

"Saya tidak ingin mendengar namanya jika kau ingin tahu Lois, jadi ku harap kau mengerti tentang itu"

Leonard melangkah meninggalkan Lois yang menatapnya bingung. Memangnya apa yang salah? Bukankah tuan Arthur itu teman masa kecil tuannya? Mengapa ia marah saat Lois tak sengaja menyebutkan namanya?

"Sepertinya ada sesuatu yang tuan sembunyikan" gumam Lois.

"LOIS!!"

Tersadar dari pemikiran aneh nya Lois dengan segera menghampiri tuannya yang saat ini sedang menatapnya tajam.

"Ada apa tuan?"

"Cari tahu semua kegiatan orang itu. Dan ingat! Jangan sampai ada yang terlewatkan"

"Baik tuan dimengerti"

Ditinggal sendirian lagi Lois kembali melanjutkan pemikiran nya yang sempat tertunda akibat tuannya itu.

"Bukankah aneh? Seharusnya tuan langsung menanyakan saja ke tuan Arthur kenapa harus lewat diri ku dulu? Aaarghh menyebalkan!"

Kesal karena pekerjaannya tidak selesai selesai Lois mengharapkan libur beberapa bulan untuk mengistirahatkan otak nya yang sudah lelah menampung semua materi. Namun itu hanya khayalan nya saja.

"Semoga tuan tobat dari sifat kejamnya! Dan akan bucin mampus kepada gadis aneh!"

Maki nya yang mungkin akan menjadi kenyataan.

******


Seorang pria dengan mahkota diatas kepalanya menunjukkan betapa pantasnya ia menjadi seorang pemimpin di sebuah benua. Wajah angkuh dengan penuh pesona itu menatap orang orang yang berada di hadapannya dengan tajam.

"Saya tidak suka dengan penghianat! Jadi akan saya beri waktu satu menit untuk jujur ke saya sebelum nyawa anda yang sebagai jaminan nya"

Suara berat basah itu begitu menusuk. Kosakata yang formal namun tegas di setiap katanya membuat siapa saja yang mendengar mati rasa.

Asisten pria itu berkeringat dingin saat atasannya mulai mengambil pedang yang berada di samping pinggang pria itu sendiri. Sebuah pedang legendaris yang sudah di ketahui semua orang. Pedang kematian, dengan lambang naga di gagangnya.

"Dua_

Tiga!"

Bruk.

Kepala seorang pria menggelinding di atas lantai marmer yang mewah. Darah bercucuran dimana mana akibat tebasan yang sangat cepat. Pria dengan mahkota nya itu menebas kepala penghianat tanpa aba aba, gerakannya sangat cepat sehingga sang lawan tidak menyadarinya.

Orang orang yang berada di ruangan itu memekik tertahan melihat hal tersebut, walaupun sudah tidak jarang hal ini terjadi.

Memasukkan pedangnya kembali pria itu melangkah menghampiri asisten nya. "Kau tahu apa yang harus kau lakukan bukan?"

Sang asisten mengangguk cepat.

"Bagus! Kerjakan sekarang!"

Pria itu meninggalkan ruang membuat orang orang yang berada di dalamnya menghela nafas lega karena aura mencengkeram perlahan hilang.

"Astaga tadi itu sangat menakutkan!"

"Saya harap kejadian ini tidak terjadi kepada saya"

"Benar sekali Baron"

Max, yang sebagai asisten pria itu membubarkan orang orang. Pria itu menghela nafasnya melihat beberapa mayat yang tergeletak mengenaskan di atas lantai.

"Ayolah tuan! Pekerjaan ku itu sebagai asisten mu bukannya sebagai tukang gali kubur untuk mayat!"

*****

Bersambung...

Up sesuai mood.
Chapter 4/ bab 4.
Vote, komen, follow jangan lupa💜
Dilarang plagiat!
Kalau ga suka sama cerita nya silahkan pergi dari lapak ini!

Terimakasih bagi yang sudah membaca!! Luvvv

Antagonists in NovelsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang