01

85 10 0
                                    

Menggeliat gelisah dalam tidur nya, peluh sudah bercucuran membasahi seluruh badan nya. Mimpi buruk yang terus terputar dalam rangkaian memori otak nya masih saja menghantui diri nya selama beberapa tahun setelah malam itu terjadi.

Malam itu yang akan selalu ia ingat, sebagai malam yang luka.

Matanya perlahan terbuka, dan semuanya masih sama ketika mata elang itu meneliti sekeliling nya. Ini adalah kamar nya.

Menoleh kearah jendela yang ternyata tirai nya belum tertutup, hembusan nafas berat terdengar jelas saat pria itu melihat air dari langit yang berbondong-bondong untuk turun ke bumi.

Meraih ponsel nya yang tergeletak di sebelah nya itu terus saja berdering. Menarik tombol hijau ketika ia melihat nama yang tertera di layar ponsel nya.

"Min, kemana sih? Kok lama angkat telpon doang."

"Sorry, tadi ketiduran."

"Pintu sama jendela jangan lupa kunci semua, lampu juga matiin semua. Gue lembur, kayaknya balik pagi. Hujan nya juga lagi deres banget, gak usah kemana-mana lagi, kasih tau Dika juga."

"Iyaa, Mas."

Dan panggilan pun terputus sepihak dari sebrang telfon sana. Damian lagi-lagi menghela nafas berat sebelum melenggang pergi dari kamar nya.

Damian mengernyit bingung setelah melihat ke lantai 1 rumah nya sangat gelap, seperti seluruh lampu sudah dimatikan. Maka, hanya ada 1 nama yang langsung terlintas di otak Damian.

Tungkai kaki nya lantas membawa ia kembali membalik arah, tujuan nya adalah kamar Radika. Tapi, ia tak dapat menemukan si pemilik kamar.

"DIK?!" Tak ada sahutan pun lantas Damian menuruni anak tangga.

Langkah nya terhenti sejenak saat mata nya tak sengaja melihat seseorang yang tidur dengan kepala bertumpu diatas meja makan. Bahkan, cahaya dari laptop di hadapan nya pun masih menyala.

Damian mendekat, mata nya dengan lihai melihat kata demi kata di laptop Radika. Dan, setelah tau itu hanya tugas projek nya Radika pun Damian ber-oh ria dalam hati nya.

Ah. Kasian sekali bocah ini. Mengerjakan projek kuliah nya sampai tertidur di dapur.

"Dik.." Damian menepuk pelan pundak Radika yang langsung membuka mata dan menegakkan tubuh nya. Menatap Damian dengan mata khas bangun tidur nya.

"Hah? Oh itu, udah gue kunci semua, lampu juga udah di matiin." Padahal Damian belum mengeluarkan sepatah kata pun, tapi bocah itu seakan sudah tahu isi pikiran Damian.

"Lo masih ngerjain tugas kenapa lampu nya di matiin sekarang?"

"Gapapa, takut nya gue ikut ketiduran kayak lo. Eh beneran ketiduran kan" Ucapnya diakhiri tawa kecil disusul dengan kekehan Damian.

"Pindah ke kamar sana. Lo besok ada kelas pagi gak? Ntar kesiangan."

"Gue besok ada kelas jam 7. Kalo jam 6.30 gue belom bangun, bangunin gue, Bang."

"Yoii."

Setelah Radika beranjak pergi, Damian mendadak melamun. Meneliti tiap sudut rumah nya yang gelap. Banyak sekali perjuangan untuk bisa menetap di rumah ini. Rumah yang tak begitu besar, namun sangat berharga perjuangan nya.

Masih terasa begitu menyakitkan ketika ia mengingat, seseorang yang selama ini ia panggil 'Ayah' ternyata benar-benar tak peduli anak-anak nya akan hidup seperti apa.

Erzanu yang rela tak melanjutkan kuliah nya hanya untuk memastikan Damian dan Radika hidup dengan baik. Terlebih lagi saat itu Damian mengalami kecelakaan yang menyebabkan nya kehilangan banyak darah. Beruntung di dekat sana ada CCTV yang menyala sehingga satpam yang sedang berjaga malam pun langsung bergegas menelfon ambulans.

3 Saudara BerkisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang