05

54 6 0
                                    

Jalanan sudah mulai sepi sebab jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.

Malam ini Radika terjebak di pinggir jalan, sebab dia yang ceroboh lupa mengisi bensin sebelum pergi. Dia sangat buru-buru karna lupa mengembalikan buku catatan yang ia pinjam dari teman kuliah nya.

Dan jarak rumah teman nya itu sangat jauh dari jarak rumah nya. Itu sebab nya saat di perjalanan pulang motor Radika mogok.

Dia berkali-kali mencoba menelfon Erzanu dan ternyata Erzanu masih belum pulang juga, katanya kerjaan di kantor masih banyak. Jadi satu-satunya orang yang terlintas dipikirannya hanya lah Damian. Radika pun mulai kembali spam chat dan juga telfon kepada Damian, tapi tak ada jawaban sama sekali.

"Anjinggg! Pasti ni orang udah molor. Trus gue balik ini gimanaaaa?" Radika mengerang frustasi, kepala nya ia senderkan pada helm nya yang ditaruh diatas tangki motor sport merah nya.

Tak lama dia mendengar ada suara motor yang berhenti di sebelah nya. Dia lantas kembali menegakkan badan nya dan menoleh ke samping, mengkerutkan dahi nya sebab ia sama sekali tak kenal dengan motor di sebelah nya ini, terlebih lagi orang itu pun memakai helm full face.

Radika menghela nafas lega setelah orang itu membuka kaca helm nya, Radika kenal dengan mata nya. Itu adalah mata Jaffian. Iya, Jaffian sohib nya Damian.

"Ngapain lo tengah malem nangkring di pinggir jalan?" Ucap Jaffian setelah mematikan mesin motor nya.

"Nangkring pala lo! Mogok ini gue. Temen lo gue telponin ga diangkat-angkat, udah molor kali." Jaffian tertawa mendengar curhatan dari adik kawan nya ini.

"Jangan ketawa napa, Bang. Bantuin kek, gue daritadi udah kayak bocah ilang." Lagi-lagi Jaffian kembali tertawa mendengar suara Radika yang kelewat frustasi itu.

"Di deket sini ga ada pom bensin anjir. Ada nya disono, deket perempatan." Jelas Jaffian menunjukkan kearah belakang sekilas dengan jempol nya. "Kalo lo mau, nangkring lagi disini bentaran, gue beliin bensin kesono. Mau gak?"

"Kaga papa dah, Bang. Sumpah gapapa gue nangkring lagi disini, asalkan gue bisa balik." Jaffian masih tak bisa menahan tawa nya melihat Radika yang malem ini lagi sial.

"Yaudah, tungguin bentaran. Diem aja lo disitu, jangan godain tante-tante."

"Bangsat lo! Emang nya gue cowok apaan?"

Masih dengan tawa nya Jaffian kembali menutup helm full face nya, menyalakan mesin motor nya dan mulai melajukan motornya memutar arah.

Radika berjengit kaget mendengar Jaffian yang sengaja menggeber suara motor nya sebelum melaju dengan kencang. Radika mengelus dada nya yang berdetak kencang.

Radika pun melihat layar ponselnya lagi. "Emang bocah tai. Konyol banget chat gue di read doang sama dia." Radika marah-marah sendiri sebab chat yang ia kirim pada Damian hanya di baca oleh Damian.

Selagi menunggu Jaffian, Radika membuka aplikasi game favoritnya. Dia bermain game untuk menghilangkan bosan.

Sampai dirinya selesai bermain game, Jaffian belum juga kembali. Tapi tak lama setelah dia keluar dari game, tiba-tiba saja terdengar suara motor yang tak asing di telinga Radika. Radika pun menoleh ke belakang dan ternyata di belakang sana ia dapat melihat dengan jelas bahwa itu adalah motor Damian.

Ah. Ternyata Damian hanya membaca pesan nya bukan mengabaikan, tetapi dia langsung berangkat sebab Radika memberikan titik lokasi dia berada.

"Lo kenapa si bisa mogok disini? Mana jauh banget lagi. Ngapain lo malem-malem keluyuran? Kalo Mas Nu tau, abis lo." Damian mengoceh setelah berhenti di sebelah Radika serta membuka helm full face nya.

3 Saudara BerkisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang