09

36 4 0
                                    

Sesampainya dirumah, Erzanu melihat seekor anabul putih sedang santai menjilati makanan nya di ruang tamu.

"Ohh jadi ini si bule yang hampir bikin gue naik pitam ya?" Erzanu berdecak kesal seraya melempar tas kerja nya ke sofa lalu dia berjongkok untuk menggendong kucing berbulu sangat putih yang sedang makan itu.

"Meow~"

"Apa? Huh? Apa? Emang dasar babu lo itu, kenapa harus namain lo begitu dah?"

"MAS! JANGAN GANGGUIN ANAK GUE! LAGI MAKAN DIA KELAPERAN KASIAN!" Radika tiba-tiba saja berlari kecil menghampiri Erzanu dengan muka paniknya.

Mendengar teriakan itu Erzanu pun menoleh, menatap Radika dari atas kebawah.

"Rambut lo, Dika! Basah itu lantainya." Omel Erzanu ketika melihat lantai rumah nya becek sebab tetesan air dari rambut Radika yang benar-benar masih basah kuyup.

Karna, Radika yang sedang asik mandi spontan buru-buru menyelesaikan mandi nya ketika mendengar suara Erzanu.

Dia takut si bule di buang sama Erzanu.

"Mangkanya anak gue jangan diapa-apain, plis pliss. Jangan dibuang, lo apa ga kasian, Mas? Liat tuh dia lucu gembul imut kayak barbie gitu. Masa iya lo tega sama anak selucu–"

"Iya, bacot. Lagian siapa juga yang mau buang, yeeuu kocak." Sela Erzanu sebelum ocehan tidak jelas Radika semakin panjang. Erzanu lalu segera kembali meletakkan Bule seperti semula.

"Dah situ lo makan yang banyak, biar bohay trus bisa ngejablay."

"TAI LO! ANAK GUE BUKAN JABLAY!" Teriak kesal Radika setelah kepergian Erzanu dari ruang tamu.

Radika membuat gestur ingin menendang Erzanu, menyebabkan handuk yang terlilit di pinggang nya terlepas.

"Healahh jancok, melorot asu." Radika misuh-misuh sendiri sembari memakai kembali handuk nya.

Bukannya bocah itu pergi ke kamar untuk memakai baju, dia malah menghampiri Bule yang kembali asik dengan makanan nya.

Radika jongkok di sebelah Bule dan memperhatikan wajah anabul itu. "Pantes Mas Nu bilang gitu, ternyata diliat-liat muka lo emang kayak jablay dah, Bul."
.

.

.
Di lain sisi, ada Damian yang belum keluar kamar nya sama sekali sejak pulang dari kampus.

Ah. Dia keluar kamar nya hanya untuk membersihkan diri, lalu setelah itu mengurung diri di kamar sampai saat ini jam sudah menunjukkan pukul 7 malam.

Dan selama itu pula, Damian hanya duduk di meja belajar nya. Dengan laptop nya yang menyala, beberapa buku yang terbuka berserakan, serta sebuah pena di tangan kanan nya.

Kerap kali Damian tiba-tiba melamun berpuluh-puluh menit sembari memutar-mutar pena nya.

Entahlah. Akhir-akhir ini banyak sekali hal-hal tak bermutu yang melingkupi isi kepala nya.

Lebih tepatnya, setelah dirinya selesai bertugas di Bandung.

"Damian!"

Lamunan nya buyar ketika suara teriakan si sulung memenuhi indra pendengarannya. Damian menoleh kearah pintu bersamaan dengan terbuka nya pintu itu, menampilkan sosok Erzanu yang bertelanjang dada dengan handuk yang terlilit di pinggang nya.

"Lo tuh, ngapain sih? Sesibuk apa? Sampe cuci baju doang ga bisa? Lo ga liat baju kotor udah numpuk?"

Damian menghela nafas berat. Sial, dia baru ingat belum sempat mencuci baju.

"Iya, sorry. Gue kelupaan."

"Baju di jemuran juga belum lo angkat udah malem gini."

Sial. Damian juga lupa angkat baju. Benar-benar pikiran nya sedang kacau.

3 Saudara BerkisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang