Ibu Hae Soo kembali dengan 2 keranjang kecil berisi bunga mugunghwa yang sebenarnya sayang jika harus direbus sangking cantiknya bunga itu, tapi mau tidak mau bunga cantik ini harus direbus supaya Rubi bisa minum dan kelopaknya bisa dibalurkan ke lukanya. Wanita cantik itu mulai meramu bunga dan tumbuhan-tumbuhan lain dengan cekatan seperti sudah biasa tidak lupa dia sisihkan air dan ampasnya supaya bisa diberikan pada Rubi untuk diminum dan dibalurkan pada lukanya.
"Ibu, ada yang bisa aku bantu?" Tanya Hae Soo saat baru saja masuk ke dapur yang ada didalam paviliun itu.
"Ohhh... tidak nak, kau duduk saja ingat kau sedang hamil muda jangan banyak bergerak itu rentan nak," kata Ibu Hae Soo sambil menggiring Hae Soo untuk duduk di meja makan dekat dapur.
"Aku tidak apa-apa Bu, aku juga ingin membantu ibu mengobati sahabatku, apalagi Rubi sakit karena aku," kata Hae Soo sedih bahkan diujung kata-katanya dia menjadi lirih.
"Siapa yang bilang ini karena mu nak? Ini bukan salahmu sayang. Kau tau ada yang namanya takdir bagi setiap orang yang sudah dituliskan oleh Tuhan untuk kita dan contohnya ini, ini takdir Pangeran Jerico, Rubi, kau dan kita semua yang harus kita jalani dan tidak bisa kita lawan bahkan hindari, karena kisah hidup kita sudah Tuhan yang membuat skenarionya jadi kita mau tidak mau harus jalankan skenario Tuhan ini," kata Ibunya yang membuat Hae Soo mengangguk paham.
"Jangan pikirkan apa-apa paham? Yang harus kau pikirkan adalah kesehatanmu dan kesehatan bayimu sedangkan yang lain tidak perlu kau pikirkan terutama soal Pangeran Jerico." Ibu Hae Soo menuntun putrinya untuk keluar dari dapur dan duduk di taman depan dapur.
"Ibu punya tugas untukmu, tetap disini duduk manis dan temani ibu membuat ramuan untuk Rubi, oke?" Yang langsung diangguki oleh Hae Soo.
Sementara Ibu Hae Soo sedang membuat ramuan ditemani oleh sang putri, hal berbeda dengan keadaan di kamar Rubi. Jerico masih setia mengompres tubuh Rubi yang demam tinggi ditemani oleh Andi, Celia, dan Marko. Jerico hanya diam tampa berkata apa-apa, pangeran tampan itu hanya fokus pada wajah gadis yang dia cintai, sakit dan sedih itu yang Jerico rasakan saat menatap wajah pucat Rubi yang Jerico rasakan adalah kesalahannya.
"Rubi akan sembuh dik, kau jangan khawatir kita semua akan berusaha menyembukan Rubi," kata Mark sambil meremat pelan pundak sang adik berusaha menyalurkan kekuatan dan ketegarannya.
"Kak, aku memutuskan sesuatu." Jerico menoleh sebentar pada sang kakak dan kembali melihat Rubi.
"Apa?" Tanya Mark penasaran.
"Aku akan menjauhinya," jawab Jerico pelan dan langsung ditatap wajah kaget Marko, Andy dan Celia.
"Apa maksud mu?" Tanya Marko lagi dengan nada tinggi.
"Kak jangan konyol. Kalau kau menjauhi Rubi lalu bagaimana reinkarnasi mu?" Tanya Andy dengan wajah khawatir.
"Apa penting reinkarnasi ku? Sedangkan aku harus mengorbankan gadis yang aku cintai. Aku dulu mengorbankan Hae Soo aku tidak mau mengorbankan Rubi," jawab Jerico dengan nada pasrah.
"Kau tidak mengorbankan siapa pun Jerico." Terdengar suara bass dari arah pintu. Jerico tidak menjawab dia hanya melirik sedikit pada sang suara.
"Paman tolong, aku sudah kehabisan kata-kata." Mark sudah berada di titik entahlah mau bicara apa pada sang adik.
Paman mereka hanya menghela napas. Pria tampan nan gagah itu menghampiri sang keponakan yang setia menemani kekasih hatinya. Pria itu menarik kursi dan duduk disamping sang keponakan yang seperti tidak melihatnya atau boleh dibilang tidak mau melihatnya. Sang paman duduk diam sebentar sambil melihat Rubi, jujur dia tidak menyangka akan jadi seperti ini bahkan dia berpikir semuanya kacai karena dirinya dan sang ibu.
![](https://img.wattpad.com/cover/350706829-288-k827384.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SILA || Noren (End)
FanfictionCerita ini mengandung adegan dewasa 21+ dimohon para readers yang masih dibawah umur bisa melewati cerita ini. Terima kasih... Ketika cinta, kasih sayang dan persahabatan mengalahkan kegelapan dan kejahatan. Rubi dan Celia anak yatim piatu yang haru...