Mereka datang

273 30 1
                                        

Aku bersiap untuk bekerja, sebenarnya aku ingin tidur rasanya kepalaku mau meledak karena masalah tadi malam ditambah dengan cerita Celia yang membuatku teringat pertengkaran kakek dan ayah dulu waktu aku masih kecil, rasanya aku merasa ayah dan ibu tau hal ini tapi mereka tutupi dan memilih pergi sejauh mungkin, tapi benar kata kakek sejauh apapun kalau sudah takdir tidak bisa dihilangkan dan harus diterima. Aku menghela napas berat rasanya aku ingin menghilang saja dari rumah ini tapi mengingat bibi dan takdir ku dan Celia aku mungkin harus menerimanya tapi mungkin aku harus menekan perasaanku supaya tidak terlalu cinta eh, tapi kalau tidak terlalu cinta yang ada mereka tidak pergi-pergi. Ah, sudahlah aku pusing lebih baik aku segera ke butik setelah itu ke kebun, pekerjaan ku sangat banyak hari ini.

Aku segera mengambil tas ku dan juga tablet ku untuk menggambar gaun pesanan nanti. Kebetulan butik dan juga pabrik anggur ku berada di satu area dengan rumah sehingga aku bisa mengawasi keduanya tampa meninggalkan rumah yang terkadang para pelayan membutuhkan sesuatu untuk kebutuhan rumah, apalagi sekarang bibi belum pulang jadi aku yang harus bertanggung jawab menjaga dan memenuhi kebutuhan rumah. Aku keluar dari kamar ku dengan pakaian rapi walaupun bekerja didaerah rumah sendiri tetapi aku selalu bertemu klien yang ingin membeli gaun rancanganku ataupun ingin bekerja sama dengan pabrik anggurku jadi aku harus berdandan rapi.

"Selamat pagi nona muda" Paman Jang tetua pelayan menyapa ku hormat diikuti beberapa pelayan dibelakang Paman Jang yang juga menyapa ku sambil menunduk hormat, aku bisa lihat mereka membawa baki-baki besar berisi air hangat, makanan yang banyak dan juga peralatan bersih-bersih rumah.

"Hmm... iya paman selamat pagi dan semuanya selamat pagi. Mau membersihkan pavilliun itu paman" tanyaku pura-pura

"Benar nona, kami baru saja akan kesana tetapi melihat nona keluar kamar aku memutuskan menyapa nona dahulu" kata Paman Jang sambil tetap menunduk hormat

"Tetima kasih, lain kali tidak perlu seperti itu lihat kalian membawa barang-barang berat itu akan menyusahkan" kata ku lembut sambil tersenyum ramah

"Tidak nona, ini sudah peraturan dan harus kami lakukan" kata Paman Jang

"Hmmm.. baiklah kalian sudah menyapaku sebaiknya kalian cepat-cepat kesana aku merasa tidak enak melihat kalian membawa barang-barang berat itu" kata ku dengan nada khawatir. Ya bagaimana tidak khawatir jika yang membawa semua barang-barang itu adalah pria-pria muda mungkin aku biasa saja tapi ini yang membawa adalah pria-pria tua yang mungkin seumuran kakek.

"Baik nona kami permisi" kata Paman Jang dengan menunduk hormat disertai senyum ramah diikuti oleh pelayan yang lain.

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum ramah pada mereka menandakan aku mempersilakan mereka untuk melakukan pekerjaan mereka. Saat pandangan ku mengikuti para tetua pelayan tampa sadar pandanganku bertabrakan dengan pandangan Jerico yang sedang berdiri didepan jendela besar yang kebetulan menghadap ke paviliiun ku. Sorot matanya menggambarkan jika dia ingin sekali menghampiriku tetapi takut jika para tetua pelayan mengetahui kami sudah bertemu itu akan menjadi musibah. Aku berdehem sebentar lalu memutuskan memutus pandangan kami, aku berjalan menuju taman belakang dan aku sadar Jerico terus memandangiku tapi aku tidak perduli, jujur masih ada rasa sakit dihatiku saat tau dia masih mencintai perempuan masa lalunya tapi aku tidak tau apakah aku sakit karena dipermainkan sebagai bidak renkarnasi mereka atau aku sakit karena aku jatuh cinta padanya. Benar-benar membuatku pusing sampai-sampai aku punya pikiran untuk kembali ke luar negeri tapi aku sadar bibi disini sendirian, Celia juga sudah terlanjur kuliah disini dan kami berdua sudah digariskan oleh takdir jadi aku bisa apa?

"Selamat pagi nona"

"Selamat pagi nona Rubi"

Sapaan-sapaan itu semua selalu aku dengar saat sudah memasuki area perkebunan.

SILA || Noren (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang