Apa Aku Harus Percaya?

182 19 1
                                    

"Rubi? Rubi... kau sudah bangun nak? Rubi?" aku membuka mataku sedikit demi sedikit yang aku lihat pertama adalah cahaya terang sangat terang sampai-sampai rasanya menusuk mata ku dan yang aku dengar pertama kali adalah suara bibi ku. Aku berusaha menyesuaikan mataku dan yang aku lihat setelah cahaya terang adalah langit-langit putih dan ini bukan langit-langit kamar ku.

"Ayah... Ibu... pusing..." kata ku pelan hampir berbisik.

"Rubi... Kakak..." saat ini benar-benar aku mendengar suara bibi dan adikku. Semua semakin jelas saat aku bisa melihat bibi dan adikku dengan jelas. Ahhh... aku sudah kembali ke kenayataan ternyata.

"Bibi... Cel... aku dimana?" kata ku pelan sambil memijit kepalaku.

"Kau dikamar Jerico nak" kata bibi sambil membelai kepalaku. Aku hanya mengangguk tapi...

"Jerico? JERICO? Kok ada bibi?" tanya ku dalam hati setelah sadar dengan jawaban bibi.

"JERICO? KOK... KOK...." kagetku sambil refleks duduk melupakan kepalaku yang sakit seperti dipukul palu besar.

"Kok.. bibi bisa disini?" tanyaku lagi. Dan saat itu bibi akan menjawab ada 3 pria masuk ke kamar ku.

"Kau sudah sadar?" tanya Jerico yang langsung menghampiriku disusul Andy dan sekretaris bibi. Melihat mereka semua membuat ku semakin bingung.

"Bisa jelaskan ini?" kata ku bingung

"Aku atau kau yang ceritakan semua" kata Jerico cuek sambil melihat Chaeyong sambil terus menggenggam tangan ku.

"Sebelum bibi ceritakan, bibi mau memarahimu dulu. Kau ini apa-apaan menyuruh adikmu kesini tapi kau sendirian disana dengan badan demam tinggi seperti itu. Jika Jerico tidak kesana bibi tidak tau apa yang akan terjadi padamu" kata bibi dengan wajah marahnya.

"Kau tau, demam mu saja sampai 39 derajat, keringat dinginmu sangat banyak sampai-sampai bajumu basah, untung saja disini masih ada baju bibi dulu yang cukup dengan badanmu kalau tidak ada bagaimana? Kau bisa tambah sakit" bibi berkacak pinggang dengan raut wajah yang marah tapi juga khawatir. "Belum sampai disitu, kau tidak sadarkan diri bahkan kau terus memanggil ibu dan ayahmu, kau tidak tau bagaimana khawatirnya kami, hmmm.." lanjut bibi pada ku. Aku hanya diam sambil tersenyum kecil, bibi selalu begitu jika aku atau Celia sakit dia akan sangat panik dan berujung kami akan dimarahi karena tidak menurut padanya atau menyembunyikan sakit kami. Aku masih ingat dulu Celia pernah demam tapi dia tidak bilang pada bibi dan aku karena jika bilang dia tidak diizinkan ikut pesta dengan teman-temannya, tapi semua berubah saat diacara pesta bukannya dia senang-senang malah pingsan dan berakhir dia dibawa ke rumah sakit dan dirumah sakit dia dimarahi habis-habisan oleh bibi. Keliatannya bibi kejam tapi sebenarnya dia sangat panik saat itu bahkan meninggalkan rapatnya dan langsung kerumah sakit saat dihubungi teman-teman Celia.

Aku minta maaf bi.." kataku menenangkan bibi. Aku tau bibi sangat marah karena aku tidak ikut dengan Celia ke pavilliun ini dan mengakibatkan aku yang sakit malah semakin parah karena tidak ada yang merawat. Tidak ada rasa jengkel dalam diriku yang ada rasa hangat karena perhatian bibi yang sama seperti seorang ibu.

"Ini minum dulu" kata Oh Seunghoon sambil memberikan gelas yang sudah berisi air

"Terima kasih sekretaris Oh" kataku sambil menerima gelas itu.

"Hmmm... kak sepertinya kau harus mengganti panggilan itu pada paman Seunghoon" kata Celia sambil tersenyum mencurigakan

"Paman?" tanyaku pada Celia. Jujur saja aku bingung kenapa Celia memanggil sekretaris Oh sebagai paman. Karena dikeluarga kami hanya paman dan bibi Jang pegawai yang dipanggil bibi dan paman, sedangkan yang lain akan dipanggil sesuai pekerjaannya. Seperti sekertaris Oh, karena dia sekretaris bibi mangkannya kami memanggilnya sekretaris Oh bukan paman.

"Bibi... bisa jelaskan?" tanya ku setelah meletakkan gelas yang aku pegang diatas nakas sebelah tempat tidur

"Rub... kau jangan kaget ya dengan cerita bibi ini... sebenarnya bibi, Jerico dan Andy adalah saudara boleh dibilang kakak adik dan sekretaris Oh adalah paman mu dia suami bibi." Bibi menjelaskan semuanya dari dia lahir dari mana hingga dia berada di rumah kakek dan umurnya berhenti di umur segini.

Aku hanya bisa diam, aku mencoba mencerna semuanya mencoba mencerna kata-kata bibi, mencoba mencerna bahwa bibi kami yang kami anggap lebih muda dari ayah bahkan dari ibu ternyata lebih tua dari kakek atau bahkan seusia kakek. Bibi kami yang kami pikir tidak akan menikah karena kami tapi ternyata sudah menikah beratus-ratus tahun yang lalu dan suaminya ternyata sekretarisnya. Dan yang paling mengejutkan adalah bibi yang selalu bilang tidak tau apa-apa dengan paviliun ini ternyata adalah kakak dari Jerico dan Andy.

"Kau marah Rub?" tanya bibi pelan dan ragu

"Hmmm..." jawab ku sambil menganggukan kepala

"Apakah semua keluarga kerajaan pembohong?" tanyaku pada bibi. Bibi yang mendengar itu terbelalak dan langsung memelukku.

"Tidak Rub... bibi tidak akan membohongimu" kata bibi dengan suara bergetar aku merasakan baju belakangku basah aku tau bibi menangis tapi aku merasa dibohongi. Dulu aku merasa dibohongi oleh Jerico, lalu aku merasa dibohongi oleh ayah dan ibuku yang tiba-tiba mengatakan aku dan Celia adalah takdir Jerico dan Andy tetapi kenapa dulu kami dijauhkan? Lalu sekarang bibi kami, bibi yang aku anggap pengganti ayah dan ibu juga membohongi kami. Aku melihat Celia ada disini dan dia biasa saja walaupun ada wajah khawatir karena bibi menangis berarti dia tau tapi sepertinya dia bisa menerimanya tapi aku sulit terutama sepertinya hidup ku semuanya segaris dengan Jerico, pria yang membuatku sakit untuk pertama kalinya dalam mengenal cinta dan pria yang aku putuskan untuk akan aku hindari selamanya. Aku tidak perduli pada takdir atau apapun, aku merasa aku harus menjauhi mereka tampa perduli bahwa zaman dulu dan zaman-zaman selanjutnya aku dan Celia adalah takdir Jerico dan Andy, tapi sekarang ternyata bibi ku sendiri adalah keluarga kedua pangeran ini. Tuhan apakah ini benar-benar takdir kami? Kami harus berkorban untuk mereka seperti mereka berkorban untuk kami.

"Bibi... apa aku harus percaya hal ini?" kata ku pelan. Bibi melepaskan pelukannya dan saat itu aku bisa lihat wajah bibi yang basah karena air mata, jujur ada rasa bersalah karena bibi Chaeyong aku kenal adalah wanita yang kuat dan tidak pernah menangis bahkan saat ibu dan ayahku meninggal dan kakek nenek meninggal dia hanya diam walaupun dengan air mata yang mengalir tapi dia keliatan tegar, entahlah apa karena yang meninggal itu bukan keluarganya mangkannya dia kelihatan tegar atau memang bibi Chaeyong memang wanita yang tegar aku tidak tau tapi yang aku tau adalah saat ini aku bisa lihat sisi lain seorang Park Chaeyong.

"Kau harus percaya, Rubi" kata Jerico tiba-tiba sambil memegang tanganku sepertinya dia tau apa yang aku pikirkan

"Percaya pada siapa? Pada bibi? Pada ayah ibu atau pada mu?" kataku sambil melihat Jerico dengan tatapan dingin.

"Apa aku bisa percaya pada bibi yang awalnya bilang tidak tau apa-apa dengan paviliun ini tapi tiba-tiba sekarang aku tau bibi adalah kakak dari mereka berdua, apa aku harus percaya pada ayah dan ibu yang saat aku tidak sadar tadi mendatangiku dan bilang aku dan Celia adalah takdir Jerico dan Andy sama seperti sejarah kami dulu yaitu Ussuri dan Mugunghwa, dulu ayah dan ibu benar-benar melarang kami menanyakan tentang kata-kata kakek tapi tiba-tiba sekarang kami harus menerima semua itu. Lalu apa aku harus percaya pada kata-kata mu yang bilang menyayangiku, akan menikahiku bahkan bilang aku perempuanmu tetapi dihatimu masih ada perempuan lain bahkan sampai sekarang kau masih mengharapkannya" kata ku panjang lebar mengeluarkan semua unek-unekku.

"Maafkan aku Rub... aku minta maaf" kata Jerico sambil memegang tanganku lebih erat lagi.

"Aku akan membantu mu dan Andy reinkarnasi tapi aku tidak bisa memaafkan mu. Bibi aku juga belum bisa menerima ini, maaf bi" kata ku sambil melepas genggaman Jerico dan memilih keluar dari pavilliun itu. Untung ayam sudah berkokok jadi aku bisa keluar tampa khawatir pada arwah-arwah penjajah itu. Yang aku butuhkan sekarang hanya masuk kepavilliun ku, mengurung diri disana dan tidak mau bertemu siapa pun. 

SILA || Noren (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang