Maafkan Aku

238 22 0
                                    

"Kakak... kau tidak apa-apa?" tanya Celia sambil melepas cardigannya dan menutupi tubuh ku. Setelah melihat apa yang diperbuat Jerico padaku, Celia sangat marah sampai-sampai dia menghilangkan semua sopan santunnya pada Jerico. "Ayo kak... kita kembali ke kamar kakak, aku antar kakak, tidak akan aku biarkan kakak bersama pria br*ngs*k ini" katanya sambil menuntunku keluar dan melirik sebentar pada Jerico.

Sedangkan Jerico hanya melihat ku yang berlalu melewatinya dengan pandangan penuh dengan rasa bersalah dan seperti tidak ingin aku pergi. "Apa liat-liat? Aku belum puas ya mencacimu rasanya aku ingin membunuhmu tapi aku bingung harus membunuhmu pakai apa karena kau hantu, jadi jangan macam-macam ya, kalau tidak aku akan cari cara supaya membuatmu mati untuk kedua kalinya" sentak Celia saat melihat Jerico terus menatapku. Aku hanya menunduk, aku tidak ingin pergi tapi rasa sakit dan rasa kecewaku pada Jerico lebih basar dari apapun hingga rasanya jika melihat wajahnya aku pasti akan menangis.

"Andy.. aku akan antar kakakku dan mungkin malam ini aku tidak kesini ya, tidak apa-apa kan? Katamu kan pavilliun ku dan kakak juga dibentengi jadi kami aman kan kalau didalam pavilliun?" tanya Celia saat berpapasan dengan Andy didepan pintu kamar Jerico.

"Iya, kalian akan aman mereka tidak bisa masuk tapi mereka masih bisa merasakan dan melihat kalian walaupun samar, sedangkan kalau dipavilliun ini mereka tidak bisa merasakan dan melihat kalian, tapi..." Andy berhenti bicara dan melihat diriku dan Jerico secara bergantian. "Pokoknya kalian jangan keluar ya dari pavilliun, hal itu akan membuat kalian aman mengerti?, oh atau aku nanti malam akan ke pavilliun kalian saja sambil menjaga kalian?" tanya Andy.

"Tidak usah.. bahaya untukmu kami pasti aman kok. Kalau begitu kami kembali dulu, bye... oh iya tolong pukul kepala kakakmu itu supaya otaknya kembali" kata Celia sambil melirik kebelakang dan melanjutkan jalan kami.

"Kak... kakak hari ini mengerikan" kata Andy pelan saat sudah melihat para wanita keluar dari pavilliun mereka. Jerico tidak menjawab dia hanya melihat kearah pakaian ku yang berserakan tak berbentuk karena dirobek secara kasar oleh Jerico.

"Pasti sakit ya?" tanya Jerico pelan pada Andy

"Hah? Maksudnya?" tanya Andy sambil duduk disamping Jerico

"Punggungmu pasti sakit" ujar Jerico sambil mengelus punggung Andy pelan

"Ohh.. hmmm.. tidak juga kak tidak perlu berpikir yang aneh-aneh kita hantu pasti tidak merasa sakit" kata Andy dengan tawa canggungnya

"Kita memang hantu Andy tapi insting manusia kita masih ada. Kita masih merasakan bahagia, sedih, marah, sakit bahkan kita masih bisa merasakan dingin dan hangat apapun yang ada disekitar kita, jadi aku minta maaf adikku" kata Jerico sambil membelai kepala Andy.

"Tidak apa-apa kak. Yang aku pikirkan adalah Rubi, aku takut dia tidak akan membantu kita kak" kata Andy khawatir

"Aku lebih takut kehilangannya" kata Jerico pelan tapi masih bisa didengar Andy.

Andy ingin membalas kata-kata Jerico tapi niatnya dia urungkan setelah melihat Jerico berdiri dan memunguti baju-baju Rubi yang berserakan ditanah. Jerico melihat baju itu sambil merematnya, menyalurkan semua perasaan bersalah dan perasaan marah pada dirinya sendiri karena menyakiti Rubi terus menerus. "Aku menyakitinya lagi An.." kata Jerico dengan nada lirih.

"Kak... masih bisa kok jangan putus asa. Kakak masih bisa mengubahnya dan menarik kembali Rubi. Minta maaf kak dan rubah perasaan kakak terutama terhadap Hae Soo, karena mereka yang dulu dan yang sekarang berbeda kak" kata Andy sambil memegang pundak Jerico merematnya pelan seperti menyalurkan dukungannya pada sang kakak.

"Apa aku bisa An? Dia pasti sudah sangat kecewa padaku, aku menyakitinya terus dan terus itu pasti membuatnya kecewa" tampa sadar air mata Jerico menetes dan itu membuat Andy kaget, karena selama ini yang Andy tau Jerico menangis saat melihat Hae Soo dan keluarga mereka dibantai habis oleh penjajah, tapi saat ini yang dia lihat Jerico menangis karena orang luar selain keluarga.

Di Pavilliun Rubi

"Halo kak Ryu maaf ya, kakak ku tidak bisa ke butik dan perkebunan, dia sedang tidak sehat bisa kau wakilkan dulu kak?" kata Celia saat menelepon Ryujin

"Ohhh.. apa perlu aku teleponkan dokter keluarga nona? Supaya Nona Rubi bisa diperiksa?" kata Ryujin dengan nada khawatir

"Tidak perlu kak... biar kakak istirahat hari ini, kalau besok belum sehat baru aku akan telepon dokter keluarga" kata Celia menenangkan sambil melirik Rubi yang sudah tidur dari tadi.

"Baiklah kalian tidak perlu khawatir dengan butik dan perkebunan serahkan padaku, Nona Rubi istirahat saja" kata Ryujin

"Terima kasih kak" kata Celia tenang lalu menutup teleponnya.

"Cel..." panggil ku pelan

"Kakak... kenapa bangun? Kakak baru saja tidur.. apa suara ku mengganggu" kata Celia tidak enak padaku

"Tidak.. kakak hanya terbangun saja. Kau sudah makan? Kau baru pulang pasti lapar, sana minta pelayan masakan sesuatu setelah itu kau harus istirahat, apa ada tugas?" tanyaku sambil menegakkan tubuhku bersandar pada dashboard tempat tidur.

"Kakak ini, kakak yang sakit malah mengkhawatirkanku aku sudah makan kak... tadi di pavilliun Andy aku sudah makan" kata Celia tampa sadar sudah mengingatkan ku pada kejadian itu.

"Kak.. maaf aku tidak bermaksud" kata Celia karena melihatku diam saja, Aku tertawa pelan sambil mengambil tangan Celia yang memukuli kepalanya merutuki kebodohannya.

"Tidak apa-apa... kalau begitu kau istirahatlah kau pasti lelah.. oh ya mala mini kau kembalilah ke pavilliun Andy disana aman" kata ku sambil membelai rambut Celia

"Tidak mau... aku mau menjaga kakak... aku tidak mau meninggalkan kakak" katanya sambil menggeleng ribut

"Cel.. dengarkan kakak... kakak tidak bisa menjaga mu, kalau kau disini akan semakin membuat kakak khawatir" kataku meyakinkan

"Tidak mau kak... tidak apa-apa kok kata Andy semua pavilliun tempat kita juga sudah diberi pelindung jadi mereka tidak bisa menyentuh kita, lagian kalau aku kesana lalu yang menjaga kakak siapa?" kata Celia lagi

"Cel, turuti kata kakak.. kakak akan semakin kewalahan kalau kau bersama kakak... paling tidak kakak tenang karena kau dijaga oleh Andy dan pavilliun itu juga paling aman. Jadi turuti kata kakak ya, kalau kau ikut kakak yang ada kakak akan menjaga mu dan diri kakak sendiri, sedangkan kondisi kakak begini" kataku meyakinkan

Celia menghela napas berat dan melihat ku sekilas dan mengangguk. Aku tenang paling tidak Andy bisa menjaga dan melindungi Celia dari arwah-arwah itu.

Malam hari

Celia membuka pintu pavilliun kedua pangeran dengan kuncinya, dia berjalan perlahan dan menekan saklar lampu dan seketika pavilliun itu menjadi terang benderang.

"Yakkk kau mengagetkanku" Celia berteriak kaget karena baru saja selesai memencet saklar Andy sudah ada dibelakangnya

"Kau sendirian?" kata Andy sambil melihat keluar

"Iya.. kakak sakit, dia demam mangkannya dia menyuruhku kesini supaya aku aman" kata Celia sambil berjalan ke kamar Andy. Saat melewati kamar Jerico, Celia mengerutkan dahinya karena tidak melihat Jerico dikamar. "Kau juga sendiri?" kata Celia saat Andy sudah ada disampingnya

Andy tidak menjawab dia hanya tersenyum lebar dan menuntun Celia menuju satu ruangan dan didalam situ membuat Celia terbelalak kaget.

SILA || Noren (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang