Kedatangan Mereka

186 19 1
                                    

"Siapa yang kau maksud pelayan Jang?" tanya Jerico

Sebelum Paman Jang menjawab terdengar dering telepon Chaeyong yang ternyata Winhui yang menelepon.

"Halo Winhui," kata Chaeyong sambil memijit kepalanya yang bedenyut sakit.

"Iya, Rubi baik-baik saja dia aman hanya ada memar karena aku harus menggunakan cara yang kau katakan," jawab Chaeyong lagi.

"Hmmm.. baiklah aku tunggu." Chaeyong menutup panggilannya dan meletakkan ponselnya diatas meja samping dia duduk.

"Winhui mau kesini?" tanya sang suami dan dibalas anggukan lemah oleh Chaeyong.

"Oh iya pelayan Jang lanjutkan yang tadi maksudnya apa?" tanya Chaeyong agak memaksa.

"Kita tunggu Winhui saja nona, pasti dia membawa mereka," jawab Paman Jang pada Chaeyong yang dibalas tubuh merosot wanita muda itu yang menandakan dia kecewa kenapa harus menunggu lagi. Chaeyong memang seorang putri tapi sejak dia diangkat menjadi anak keluarga ini dia bersikap layaknya wanita muda yang santai dan tidak terlalu menerapkan etika kerajaan.

"Pelayan Jang kenapa harus menunggu Winhui?" tanya Andy penasaran.

"Karena yang berhak memberi tau semuanya adalah Winhui, pangeran," jawab Paman Jang dengan sopan.

"Hah.... aku mau lihat Rubi dulu." Chaeyong bangkit dari duduknya dan segera keluar diikuti oleh Jerico juga yang dari tadi memang ingin menemui Rubi dan menjaganya.

"Cel, bagaimana kakakmu?" tanya Chaeyong sesaat setelah masuk ke kamar Jerico diikuti Jerico dibelakangnya yang langsung mendahului sang kakak duduk disamping Rubi. Melihat hal itu Chaeyong hanya mendengus pelan, niatnya menggoda sang adik tapi dia sadar bahwa dirinya juga membuat Rubi sedih kemarin.

"Kakak tidak bergerak sama sekali bi, aku takut kakak kenapa-kenapa," jawab Celia sambil bersandar pada lengan Chaeyong

"Tidak.. kakakmu hanya tidur dia tidak akan apa-apa jangan khawatir dia akan sadar besok pagi," kata Chaeyong sambil memeluk ponakan kecilnya itu.

Jerico tetap duduk disamping Rubi sambil terus memandangi gadis cantik itu seperti rasanya jika berpaling sedikit saja Rubinya akan pergi menghilang dari hadapannya. Jerico membelai sebelah pipi Rubi yang saat ini memang tidur dengan posisi miring menghadap ke kiri menghindari memar dipunggungnya semakin parah. Jerico melihat punggung Rubi yang saat ini tidur dengan baju lama Chaeyong yang kebetulan belakangnya berleher rendah sehingga terlihat memar kehitaman yang pasti sangat menyakitkan, dia merasa bersalah karena dirinya yang terus tidak bisa keluar dari cinta masa lalunya menjadikan Rubi yang notaben masa depannya sebagai sasaran roh-roh kegelapan dan sekarang nyawanya terancam.

'Maafkan aku Rub, mungkin maaf saja tidak cukup untuk menghilangkan semua salahku padamu. Kalau bisa aku akan mati untukmu bahkan jika memungkinkan aku akan berulang kali mati untukmu asal sakit hati, sedih dan penderitaanmu karena aku bisa hilang. Aku ingin kau bisa kembali seperti dulu sebelum mengenalku Rub, menjadi gadis yang ceria, selalu tersenyum bahkan jujur Rub aku sangat suka melihat senyummu yang indah itu. Maafkan aku Rub, maafkan aku sayangku aku janji setelah ini aku akan lebih memprioritaskanmu dan keluar dari bayang-bayang masa laluku supaya aku bisa menjaga dan melindungimu. Aku mencintaimu gadisku, maaf baru sadar sekarang kalau aku sangat mencintaimu,' Kata Jerico dalam hati sambil menyatukan keningnya dengan pelipis Rubi.

"Sayang, mereka sudah datang," kata Seunghoon dengan mimik wajah yang aneh bahkan seperti terlihat sangat kaget.

"Ada apa dengamu pangeranku? kenapa mimik wajahmu seperti ini?" tanya Chaeyong heran sambil memegang kedua pipi suaminya itu.

"Sebaiknya kalian lihat sendiri mereka dan pangeran Jerico juga saya mohon untuk ikut," jawab Seunghoon

"Aku? aku tidak boleh ikut?" tanya Celia pada sang paman

"Kau disini dulu ya, nanti jika semuanya sudah jelas paman akan memanggilmu," jawab Seunghoon pada Celia dengan senyumnya yang menenagkan.

Melihat wajah murung keponakannya membuat Chaeyong sebenarnya tidak tega tapi melihat gerak gerik Seunghoon yang memberi tanda jangan dulu mengajak Celia ikut membuat Chaeyong mengurungkan niatnya untuk mengajak Celia.

"Celi... kau disini dulu ya nak, bibi akan lihat kesana apakah aman atau tidak. Kau kan tidak tau siapa yang datang dan ini masih malam nak akan berbahaya untukmu jika sembarangan bertemu orang asing, lagi pula kakakmu siapa yang menjaga kalau kau ikut bibi. Tunggu disini ya nak," kata Chaeyong sambil membelai rambut panjang Celia.

Celia hanya menghela napas berat dan mengangguk setuju. Chaeyong, Seunghoon dan Jerico berjalan kearah pintu.
"Jaga Rubi," kata Jerico pada Celia setelah mencium pelipis Rubi dan hanya dijawab dengusan sebal Celia.
Tampa memperhatikan dengusan Celia Jerico sudah terlebih dulu keluar mengikuti kakak dan kakak iparnya.

"Kakak... kakak kapan sih sadarnya, bangun kak..." kata Celia sedih sambil merebahkan dirinya disamping Rubi.
"Kakak tau tidak, Jerico kelihatannya sadar kalau jatuh cinta pada kakak. Tapi nanti kalau kakak sudah bangun jangan diterima dulu ya cintanya, kakak harus hukum dia biar tau rasa, oke kak..." kata Celia sambil merubah posisi tidurnya menjadi menghadap sang kakak. Tidak ada jawaban dari sang kakak membuat Celia mengerucutkan bibirnya. Gadis mungil itu beringsut kedalam dekapan sang kakak hingga tampa sadar dirinya tertidur sambil memeluk ringan sang kakak.

Sedangkan diruangan lain terlihat Paman Jang dan Winhui yang sedang berbicara dengan 4 orang yang dari belakang posture tubuhnya adalah pria dewasa tapi mereka tidak bisa melihat siapa mereka karena tertutup jubah yang biasanya digunakan Jerico dan Andy jika mau keluar. Yang lebih aneh lagi Andy terlihat menangis sambil duduk didampingi oleh seorang pria yang bertudung juga.

"Ohh itu mereka.."kata Winhui saat melihat Jerico, Chaeyong dan juga Seunghoon sampai didepan pintu ruang baca.

"Kakak..." Andy tiba-tiba memeluk Jerico dan Chaeyong bersamaan sambil menangis

"Kenapa kau menangis Andy? Ada apa?" tanya Chaeyong sambil menenangkan adik bungsunya itu.

"Ada apa Andy?" tanya Jerico dengan nada datar tapi sarat akan kecemasan.

Andy melepas pelukannya pada kedua kakaknya. Wajah pangeran tampan itu sudah basah dengan air mata bahkan Andy yang jarang menangis saat itu benar-benar sesenggukan sampai Jerico dan Chaeyong bingung.

"Kau itu kenapa sih? Kakak tanya dijawab Andy bukan makin menangis. Sudah besar masih saja cengeng, begitu mau menikahi Celia." Mendengar nama pujaan hatinya disebut oleh Chaeyong, Andy segera berusaha menghentikan tangisnya.

"Jangan bilang Celia ya kak, dia nanti tidak mau denganku," mohon Andy pada kakaknya.

"Ya tergantung... kalau tidak mau kakak laporkan Celi ya cepat jawab ada apa?" tanya Chaeyong lagi tapi dengan nada tidak sabaran.

"Jangan memaksa adikmu Chaeyong." Sebelum Andy menjawab, terdengar suara bass yang sangat dikenal oleh Chaeyong dan Jerico.

"Appamama..." Chaeyong dan Jerico diam terpaku pada ayah mereka.

"Apa adik dan kakak ku ini tidak merindukanku?" tanya sebuah suara yang sangat mereka kenal

"Benar... pangeran dan putri hanya diam saja?"

"Kakak/Marko... Kak Jaebum/Buma..." panggil Chaeyong dan Jerico dengan mata terbelalak

"Halo kedua ponakanku." Ada suara lagi yang sangat mereka kenal. Tapi suara ini membuat mereka marah.

"Paman," panggil Chaeyong pelan. Berbeda dengan Jerico yang hanya diam saja.

"Maaf kami terlambat." Tiba-tiba dari belakang terdengar suara lagi yang saat ini membuat Jerico, Chaeyong, Andy dan Seunghoon semakin kaget.

"Eommamama... Haesoo... Jirim... Mommy..." sahut mereka berempat berbarengan.

"Anak-anakku." kedua ibu itu merentangkan tangan untuk memeluk ketiga anaknya itu yang sudah terpisah ratusan tahun.

Saat itu pavilliun yang biasanya sepi hanya terdengar jerit ketakutan dan kesakitan orang-orang masa lalu berubah menjadi tempat reuni keluarga besar kerajaan yang sudah terpisah ratusan tahun. Haru, bahagia, rindu, kebingungan dan ketakutan bercampur jadi satu melingkupi diri mereka mengiringi cerita mereka esok hari.

SILA || Noren (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang