Aku Disini, Maafkan Aku, Aku Akan Selalu Melindungimu

219 22 0
                                    

"Kenapa kau tidak bilang dari tadi Cel, kalau kakak mu sakit" kata Chaeyong sambil jalan menuju pintu keluar paviliun, tapi belum keluar, tangan Jerico sudah menghentikannya. "Aku saja kak yang menjaga Rubi."

Chaeyong yang melihat itu menatap tajam mata adiknya. "Mau kau apakan ponakanku? Jangan macam-macam ya pada Rubiku, kau berani macam-macam aku kirim kau ke neraka." Ancam Chaeyong pada Jerico.

Celia yang mendengar itu bergumam sedikit "Tidak macam-macam tapi sudah berbagai macam" dibarengi dengan senggolan Andy.

"Aku akan menjaganya kak, kakak tidak perlu khawatir padanya." Kata Jerico lagi meyakinkan Chaeyong yang masih menatap Jerico tidak yakin.

"Sayang, biar pangeran melakukan tugasnya. Ingat kata cenayang kita tidak bisa terlalu ikut campur pada kehidupan yang sudah digariskan" kata Oh Seunghoon pada istrinya. Mendengar itu Chaeyong menghela napas pelan dan memandang suaminya "Aku tau, tapi ini akan malam kau tau sendiri apa akibatnya kalau Jerico keluar" kata-kata Chaeyong ada benarnya juga tapi semua sudah digariskan, Seunghoon memberikan mantel bulunya pada Jerico "Pakai ini pangeran, ini bisa melindungimu" katanya sambil memakaikan mantel itu pada Jerico.

Jerico menoleh sebentar pada Seunghoon dan dari tatapannya Jerico seperti bertanya lalu dirinya bagaimana? Melihat tatapan itu Seunghoon tersenyum lembut dan berkata "Kau tidak perlu khawatir, aku rasa kakakmu tidak akan meninggalkan adik kecilmu berdua saja dengan ponakan manisnya ini.

"Kau benar... Andy tidak bisa dipercaya sama sekali" kata Chaeyong sambil melihat Andy dengan tatapan intimidasi

"Memang Jerico bisa dipercaya? Bibi tidak tau apa saja yang dilakukan oleh Jerico pada Kak Rubi. Kalau aku tidak datang tepat waktu Kak Rubi pasti sudah dilahap habis oleh Jerjer. Andy saja tidak pernah macam-macam dengan ku paling-paling hanya memelukku" Andy ingin tertawa tetapi dia tahan karena tidak mungkin dia membongkar kejadian yang dulu pernah mereka lakukan, bahkan hampir saja Andy mengambil kesucian Celia.

"Ya paling tidak kakak mu dan Jerico sudah dewasa, sedangkan dirimu masih kecil Cel" kata Chaeyong santai sambil duduk di kursi dekat suaminya. "Sudah-sudah... sana jaga calon istrimu jangan sampai kau buat Rubi ku terluka atau menangis ya... benar-benar akan ku kirim kau ke neraka" kata Chaeyong ketus. Saat Chaeyong berkata seperti itu, Andy dan Celia berbarengan memutar bola matanya jengah, seperti mengatakan sang bibi atau sang kakak tidak tau saja apa yang dilakukan Jerico pada Rubi.

"Aku akan menjaganya Kak.. Kakak jangan khawatir" Jerico mengeratkan mantelnya dan semakin menarik tudung jubahnya supaya menutupi semua kepalanya. Oh iya, mantel itu hanya dimiliki Chaeyong dan Seunghoon saja sebagai alat pelindung diri. Mantel itu bisa membuat orang yang memakainya tidak terlihat baik khususnya untuk para arwah atau manusia yang kejam. Jerico segera keluar dari paviliun tersebut dan saat pintu terbuka, pangeran tampan itu disuguhi oleh perang Korea dan Jepang yang pernah dia lihat dulu saat dia masih hidup, tapi semua itu tidak meredakan niatnya untuk menuju paviliun Rubi, gadis yang tampa dia sadari sudah mengisi hati dan pikirannya.

"Tunggu aku Rub, tunggu aku sayangku aku akan melindungi dan menjagamu. Kau sakit karena aku, akan aku ambil rasa sakitmu sayangku. Tunggu ya" kata Jerico dalam hati sambil berjalan secara perlahan menuju pavilliun Rubi. Jujur saja dari paviliunnya hingga paviliun Rubi memang dekat tapi karena banyaknya arwah penjajah hal itu membuat jalannya menuju paviliun sang kekasih sangat sulit.

Jerico sampai di depan pintu paviliun Rubi, dia membuka sedikit pintu paviliun itu sebatas ukuran tubuhnya, saat dia sudah masuk sepenuhnya ke pavilliun itu Jerico melepas mantelnya dan menyampirkannya ke tempat mantel. Jerico melihat kearah tempat tidur disitu gadisnya meringkuk lemah sambil merintih kedinginan dan sakit, tapi memang tubuh Rubi pada tahap tidak bisa menahan rapuhnya badan, dia merasa panas dan kedinginan, sakit pada kepala dan sekujur tubuhnya juga tidak bisa ditolerir sehingga membuatnya jangan kan bangun untuk membuka mata saja tidak mampu. Jerico yang melihat itu hatinya makin teriris, menyalahkan dirinya pasti bahkan dia merasa harusnya dia yang sakit bukan gadis yang makin lama makin memenuhi hatinya.

"Ini salahku, maafkan aku, tolong maafkan aku" kata Jerico sambil merebahkan tubuhnya menghadap Rubi. Tangannya yang kekar dan dingin menyentuh pipi tembam Rubi dan betapa kagetnya dia saat menyentuh kulit mulus yang begitu panas hingga mungkin dapat membakar kulitnya yang sedingin es.

"Jang-an ba-wa Je-rico ku ja-ngan ba-wa di-a" Rubi mengigau dengan mata yang masih tertutup bahkan keringat sudah membasahi bajunya membuat kondisi Rubi memperhatinkan di mata orang yang melihatnya. Jerico yang mendengar itu memeluk erat tubuh ringkih Rubi. Air mata nya mendesak keluar, hatinya makin sakit bahkan kalau bisa pindahkan saja sakitnya Rubi ke tubuhnya supaya sang gadis tidak kesakitan.

"Aku disini.. aku tidak kemana-mana... aku disini sayang... aku disini kekasihku.. aku tidak akan pergi kemana-mana... tidak ada yang akan membawaku.. kita tidak akan berpisah" kata Jerico dengan isak tangis yang memilukan.

Lama Jerico memeluk erat tubuh ringkih dan kecil Rubi sehingga semakin lama semakin membuat tubuh Rubi tenang dan membuatnya dapat tidur dengan lelap tapi hanya sebentar karena tiba-tiba suara keras menerjang jendela kamar Rubi yang membuat sang gadis langsung terbangun dari tidurnya, pusing memang tapi suara keras itu dapat menarik kesadarannya kembali. Rubi membuka matanya perlahan tapi dia tidak bisa bergerak karena pelukan Jerico.

"Jerico?" tanya Rubi lirih

Jerico yang mendengar panggilan Rubi segera menghapus air matanya. Dia menunduk sedikit untuk melihat wajah sang kekasih. "Kau sudah bangun?" tanya Jerico tenang

Brakkk... Brakk... Akkkhhhhh.... Dorrr... Dorrrr...

Suara berisik itu membuat Rubi ketakutan, dia mengeratkan pelukannya pada Jerico sedangkan pangeran tampan itu memeluk erat Rubi sambil melihat kearah jendela dimana terlihat seorang tentara Jepang yang dengan bringas membunuh siapa saja yang dia lihat dan saat didepan jendela kamar Rubi tentara itu seperti mencium bau dengan hidungnya dia mengendus jendela berlapis kaca itu seperti zombie yang mencium bau manusia.

"Apa mereka bisa masuk?" tanya Rubi pada Jerico. Suara gadis itu sedikit bergetar karena takut dicampur tubuhnya yang lemah menambah rasa khawatirnya karena tidak bisa melarikan diri dengan bebas jika para arwah penjajah itu masuk.

"Tidak akan. Aku akan melindungimu mereka tidak akan bisa masuk kesini" kata Jerico sambil memandang arwah penjajah itu dengan tatapan tajam."Aku sudah kehilangan keluarga dan cinta pertamaku sekarang yang ada dipelukanku adalah cinta ku selamanya tidak akan aku biarkan penjahat seperti kalian mengambil orang tercintaku lagi" kata Jerico dalam hati sambil memeluk erat tubuh kecil Rubi.

"Kau akan aman sayang jangan khawatir, aku disini, maafkan aku sudah menarikmu kedalam hal seperti ini, aku bersumpah akan melindungimu selamanya walaupun aku harus mati untuk kedua kalinya" kata Jerico dengan menepuk lembut punggung Rubi.

Rubi yang mendengar itu semakin menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Jerico seperti mencari perlindungan tapi sejujurnya masih ada rasa ragu dalam dirinya untuk percaya kata-kata Jerico tapi dengan tubuh yang lemah dan keadaan menyeramkan diluar sana membuatnya mengurungkan niat untuk bertanya dan berbicara lebih dalam lagi.   

SILA || Noren (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang