5-Kerja Sama pt. 1

20 5 7
                                        

"Buset, Bu Tika kalo ngasih tugas banyak banget kaya dosa," gerutu Maxime sambil tetap menulis jawaban di buku tulis.

Ia sedang berada di perpustakaan bersama Hardian. Riki-nya masih di toilet, lagi dapet panggilan alam. Maka sambil menunggu Riki, Maxime meluangkan waktu untuk mengerjakan tugas bahasa inggris yang belum sempat ia selesaikan tadi.

"Yahh seenggaknya lo ngerti bahasa inggris. Apa kabar gue yang bahkan ngomong 'kongratulasyen' aja masih salah." Celetuk Hardian. Menanggapi gerutuan Maxime.

Maxime mendengus. "Ngerti sih ngerti, tapi kalo dapet tugas latihan 50 soal uraian, siapa yang betah?"

Hardian nyengir kuda. "Sini gue bantuin."

"Bantuin doa, 'kan?"

"Bantuin kasih semangat."

Maxime memasang ekspresi datar. "Awokawok lawak banget lo, sampe pingin gue gampar muka lo."

"Sini kalo berani."

"Ampun ndoro."

Hardian menutup novel 'Lone Wolf' yang dibacanya. Sudah tidak mood untuk membaca. Ia sudah tidak sabar untuk melancarkan rencana yang sudah mereka persiapkan saban hari. Setelah tiga bulan akhirnya ada peningkatan pada misi rahasia mereka, tidak melulu hanya mrngamati saja. Tak lama lagi mereka akan masuk ke dalam bilik terlarang dan menguak misteri perkamen kuno. Tapi Riki belum datang juga. Hardian mendengus, budak Nippon itu sudah diperingatkan berkali-kali untuk jangan terlalu sering makan seblak, Riki gak boleh makan makanan pedas dalam jumlah banyak, perutnya gak kuat. Tapi yang namanya Riki memang selalu keras kepala. Riki yang memang suka makanan pedas dan sudah bucin berat pada seblak akhirnya keterusan deh, susah di-rem.

Dan sekarang dia harus berurusan dengan toilet, kencan sama gayung. Entah kapan selesainya, Riki kalo kadung mules bokernya lama. Waktu itu aja pernah sampai dua jam. Buset, itu boker apa tidur? Hal seperti ini sudah sering terjadi. Riki-nya juga sudah beberapa kali harus diinfus karena dehidrasi. Tapi memang Riki-nya saja yang gaj pernah kapok.

"Gue takut Riki pingsan di toilet karena dehidrasi." Ucap Hardian.

Maxime nyengir. "Lagian tuh anak bandel emang. Masa tadi pagi dia makan seblak dua porsi, yang level 10 lagi. Gue yang makan satu porsi seblak level 3 aja gak kuat. Perut gue sempet mules tadi."

"Njir, level 3 mah gak kerasa pedesnya."

"Iya, gue 'kan bukan Indonesia tulen. Bule mana yang betah makan pedes."

"Dasar si paling bule." Hardian terkekeh. Tapi setelah itu ia kembali mendengus. "Riki kelamaan, kuy lag kita mulai sekarang aja. Mumpung 'mak lampir'-nya gak ada di sini."

"Sabar, tunggu dikit lagi. Kita udah sepakat di awal untuk eksekusi harus dijalanin bertiga. Masa iya kita mau ninggalin Riki?"

Hardian merengut sebal. Yang dikatakan Maxime memang benar. Tapi sekarang ini adalah waktu yang sangat tepat untuk eksekusi. Bu Santi sedang sakit, digantikan oleh Pak Joko yang sedang tertidur pulas. Sedangkan perpus sudah sepi, hanya menyisakan Hardian, Maxime dan Pak Joko. Apalagi setelah jam istirahat, baik di kelas Hardian dan Riki maupun kelasnya Maxime sama-sama akan jamkos. Mereka akan punya banyak waktu untuk menyusuri seluruh isi bilik terlarang----itupun kalau mereka bisa langsung menekan kata sandi yang benar di tembok canggih tersebut.

"Helo epribadeh, watashi datang, you-you tidak bogoshipeo, 'kan?" Ujar Riki yang baru datang dengan hebohnya.

Segera Hardian menimpuknya dengan pulpen milik Maxime yang sempat ia buat mainan tadi. "Lo tuh ya, udah datengnya telat, pas dateng malah bikin emosi. Itu Pak Joko kalo sampe kebangun gimana?" Omelnya sambil berbisik.

NAWAMARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang