Part 16 ☔

3K 179 157
                                    

"Gue tau lo emang suka ngerepotin. Makanya lo butuh gue yang selalu siap untuk direpotkan."

***

"Kenapa lo bisa tau alamat gue?" tanya Zoya.

"Kakak lo yang ngasih tau."

"Kenapa gitu? Lo nyari tau tentang gue dari kakek?" tuduhnya.

"Tanpa nyari tau dia udah ngasih tau banyak hal," jawabnya.

Suasana menjadi semakin canggung bagi mereka. Zoya berkali-kali mencari topik pembicaraan sedangkan Daren hanya menjawab pertanyaannya secara to the point.

"Soal yang lo bilang tadi," Zoya menggantung ucapnya beberapa saat, "lo lagi bercanda atau cuma terbawa suasana, kan?" tanya Zoya ragu.

Daren bangun dari sofa kemudian berdehem singkat. "Gue balik," katanya.

"Lo belum jawab." Zoya menahan pergelangan tangan Daren. "Jangan bikin gue bingung. Lo cuma bercanda, kan, waktu lo bilang masih cinta gue?" sambungnya.

"Harusnya lo tau, gue bukan orang yang suka bercanda soal perasaan," jawabnya. "Kunci pintu, gue mau pulang."

Zoya diam membisu menatap punggung Daren yang mulai menghilang dari balik pintu. Ia masih mencoba mencerna maksud perkataan Daren barusan.

***

Gadis dengan crop top hitam dibalut cardigan summer dan celana kulot dengan warna senada itu keluar dari apartemennya. Zoya berjalan santai menuju toko terdekat mencari makanan instan untuk makan malamnya. "Semoga ga hujan lagi," gumamnya melihat langit yang tadinya cerah oleh bintang-bintang tiba-tiba tertutup oleh awan.

Gelang jam yang melingkar di tangannya menunjukkan pukul sebelas malam, lima belas menit setelah Daren pergi dari apartemennya.

Saat memandangi komplek yang dilaluinya, perhatian Zoya tiba-tiba tertuju pada salah satu rumah besar yang ia lalui. Rumah itu hampir sama besarnya seperti milik kakeknya. Bedanya halaman rumah Zoya lebih besar dan luas. "Ternyata ini perumahan elit juga, toh. Baru kali ini gue merhatiin keadaan di sekitar."

Tiba-tiba langkahnya berhenti ketika melihat seseorang keluar dari gerbang rumah itu. Zoya mengedipkan matanya beberapa kali. "Daren?"

Sama halnya dengan lelaki itu. Daren yang sempat terkejut langsung merubah ekspresinya menjadi datar kembali.

"Kenapa lo bisa keluar dari dalam sana? M-maksud gue, ini rumah lo?" Zoya masih tidak percaya. Ternyata dunia sesempit itu.

Daren hanya mengapa dingin dan tak menjawab sama sekali. Ia berjalan melalui Zoya lalu membuang kresek hitam di tangannya ke dalam bak sampah.

"Kenapa lo ga bilang kalau selama ini rumah lo ada di deket tempat tinggal gue?!" Ia mendengus sebal.

Kening Daren mengkerut. "Lo ga nanya," sahutnya.

"Ya... gue lupa."

"Kenapa lo ada di luar? Gue udah nyuruh lo ngunci pintu, artinya lo harus tetep di dalam. Hujan juga baru berhenti, dan lo keluar ga bawa payung," katanya.

Mendengar Daren mengomelinya membuat gadis itu tersenyum tipis. "Gue keluar cuma buat beli sesuatu, kok."

Kenapa gue lagi-lagi sok peduli sama Yaya? Daren menghela nafas kemudian mengangguk, ia melangkah kembali masuk ke dalam rumahnya. Gawat juga jika ayahnya tau mereka bertemu saat ini.

"Tunggu!" katanya membuat Daren kembali berbalik.

"Kenapa?"

"Em, besok boleh nebeng ke sekolah, ga? Soalnya, kan, kita deket." Zoya berniat untuk mencari kesempatan agar bisa lebih dekat dengan Daren.

Meet DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang