DUAR!
Terjadi ledakan kecil di laboratorium.
Aku melemparkan tang dan kunci inggris di kedua tanganku ke lantai, sebab muak.
"Kurang ajar. Ini ledakan ke lima!" Aku mengusap wajah kesal. Ketika aku menyapu kulitku dengan sentuhan yang kasar, aku menjumpai abu melapisi mayoritas permukaan mukaku. Aku menggeram, dan menendang tang tadi. Kemudian tang itu terlempar ke tembok, memantul ke dinding vinyl, kembali lagi ke tembok, dan melambung ke jidatku.
Prang!
"Aduh!" Aku menutupi kedua keningku sambil berjongkok. "Apa sih, kenapa aku sial banget?!"
Aku merengek di depan meja eksperimen itu. Di mejanya, aku meletakkan mesin penyulingan argon yang belum jadi dan perlu diotak-atik lagi supaya bisa menghasilkan komponen de-okso secara sempurna. Tapi mesinnya malah meledak, karena teknologi distilasi kolom-kemasnya nggak bener.
"Oh astaga Pian, anakmu meledakkan segalanya. Lusa kemarin pesawat luar angkasa. Kemarin dapur, sekarang laboraturium mesin!" Mechabot datang dari sofanya. Dari tadi, dia tidur disitu. Dia mendengkur keras, sambil ngelindur. Dalam mimpinya, Mechabot berfantasi mengenai kemenangannya atas Nebula. Power sphera itu meninju-ninju udara dan tertawa-tawa setelahnya. Robot goblok. Aku nggak kepikiran kenapa aku mewarisinya dari si Amato.
Aku mendongak padanya, "aku ini sedang berusaha menyelamatkan alam semesta!"
Robot itu terbang ke dekatku, dan melihatku seksama, "hey. Kamu di laboratorium seharian. Dari tadi pun, kamu hanya berkutat dengan asam sulfat dan soda, bukannya melanjutkan proyek kriogenik apalah itu. Kamu hanya berada di sini karena tak ingin ketemu siapa-siapa, 'kan?"
Aku berdiri sambil menyingkirkan jidat logam robot sinting ini ke samping, kemudian aku menidurkan diriku di sofa.
"Memangnya kenapa sih?" Mechabot mengikuti, dan menginterogasi aku. "Bersikaplah biasa saja. Kamu enggak salah apa-apa, (Nama). Buat apa menghindar?"
"Orang-orang TAPOPS sibuk dengan Boboiboy, bukan?" Posisi tubuhku tak enak. Badanku terlalu tinggi untuk muat di sofa dua seat ini. Kepalaku terganjal oleh bahu sofa, sedangkan kakiku menggantung di udara. Aku meletakkan siku tanganku di atas wajah, menghalangi pandanganku sendiri dari silaunya bohlam lampu.
Mechabot menyilangkan tangannya, dan ia melandas di sofa satunya, "aku rasa enggak. Justru Laksamana Tarung lebih memerhatikan kamu. Tadi pas aku mau berak, aku ketemu Laksamana Tarung di gudang alutsista. Katanya dia mau bantu kamu merampungkan proyek mesin pencegah overheat garapanmu. Dia lebih menyimpan harapan ke kamu, Anak Manja. Bukan Boboiboy. Dia juga membicarakan kamu melulu dengan alien mop-mop. Padahal Boboiboy itu baru saja buta, loh. Justru Boboiboy layak diperlakukan spesial."
Aku terbangun. Aku duduk dengan benar, dan menegakkan punggung, "anjir, masa iya? Aku emang request buat diadain material buat pendingin interfase, sih. Soalnya, di lab enggak ada. Buat menyempurnakan sistem struktur kompresi udaranya."
Mechabot menjentikkan jari, "malahan, Laksamana Tarung bilang, dia ingin menyediakan cupcake buat kepulangan kamu."
Cupcake di tengah bencana raya alam semesta itu tidak wajar. Lagian aku lebih seneng dikasih sate maranggi daripada cupcake.
"Kenapa Laksamana Tarung tiba-tiba peduli?" Tanyaku.
"Kenapa?" Mechabot menekankan kata itu dengan geraman di bawah lidah. "Bukannya dia menyayangimu sejak dulu? Tidakkah kamu sadar?"
"Nggak." Aku membuang muka, dan bersikap acuh tak acuh.
"Mendingan, kemu bantuin Sai. Dia lagi disuruh buat benerin markas TAPOPS yang waktu itu disembur Nebula dengan cudah laharnya." Mechabot menyarankan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boboiboy x Reader | Alternate Route of Supehero
FanficAku terjebak dalam putaran waktu melawan Nebula. Aku mengulagi dan mengulangi. Tapi aku tidak kunjung menang. Di pengulangan waktu yang ke seratus tujuh kali, Loopbot menyarankan aku untuk berhenti, dan mencoba strategi lain; mundur sejenak. Aku men...