Tersugesti untuk kalah ialah keadaan psikologis terburuk yang pernah ada. Aku diperlakukan seperti aku akan mati dalam misi; sebagian orang menangisi kepergianku di teras, dan melambaikan tangan ketika aku menyalakan mesin tirbo pada kokpit pesawat luar angkasa.
LoopBot tidak ikut. Karena, meminta bantuannya berarti memperparah robekan waktu, dan pertentangan antar atom dapat menjadi lebih masif dari sebelumnya.
Aku berangkat seperti pahlawan yang dipelaskan untuk melawan kemustahilan dengan diperlakukan istimewa. Mereka bahkan menggosok sepatuku sampai kinclong bermodalkan semir warisan alien planet Kubulus dan mengondisikan rambutku agar tetap on point.
"Aku tak akan pergi mati." Aku menggeleng-gelengkan kepala, selagi aku memerhatikan bentang alam semesta yang bersinar terang karena gugusan bintang dan ribuan proyektil asterik luar angkasa. "Tapi mereka melepasku seperti aku bakalan mati."
"Kita tidak berencana mati, bukan?" Tanya Boboiboy, penasaran luar biasa. Pria itu lebih polos akal sehatnya dibandingkan presumsiku. Pikirannya pendek dan tak kompleks. Pria penuh kasih sayang. Jika saja aku tahu, Boboiboy ialah tipe orang yang tak memusingkan karir, dan hidup dengan cinta, aku tak mampu membencinya sebagai pahlawan anumerta overrated.
Aku lekas menarik senyum. Pertanyaannya lucu dan tak terstruktur. Apa dia hidup dengan pemikiran-pemikiran itu? Kalau ya, aku yakin dia tidur dalam kondisi tak nyenyak.
"Apa aku terlihat segegabah itu?" Aku tertawa renyah, sambil menahan lidahku untuk tak sembarang melepehkan balasan yang memilukan. "Setidaknya aku punya rencana. Aku tidak pergi dengan tangan kosong, dan tiba-tiba menyetujui misi."
Boboiboy mengerjap. Dia mengarahkan leher dan dagunya pada keberadaanku, seolah dia tahu jelas aku sedang berada dimana, dan apakah aku butuh dukungan moril atau tidak. Boboiboy kemudian meletakkan tangannya di dada, dia menekan area tubuhnya di bagian situ, dan dia menyengir.
"Aku akan membawa kamu pulang dengan selamat." Dia seperti mencetuskan proklamasi kemerdekaan. Itu sangat khidmat. Dia menjiwai kata-katanya, sehingga dia agak menunduk, rahangnya mengeras karena tegang, dan tangannya mengepal.
Aku tidak tahu sampai mana dia merancangkan niatnya. Tapi aku tersanjung karena aku merasa dia ingin menolong. Ini pengalaman pertamaku bekerja dalam misi, tapi tidak sendirian.
Biasanya aku hanya dipasangkan dengan Sai, Shielda, atau Kapten Kaizo, itu pun cuman formalitas perjalanan saja, supaya Kokoci mau menurunkan surat perintah dari depot dan mengirimkan kami dalam satu pesawat untuk menghemat biaya operasional—selebihnya, kami berpisah di jalan, atau aku pergi dengan Qually, berhubung tidak ada satu pun di antara partner itu yang menyukai karakter masakannya sebagai petugas logistik.
Jadi begini rasanya?
Aku memandangnya begitu lama. Aku tak ragu berbuat begitu sebab aku tahu, Boboiboy tidak bisa melihat betapa terkejutnya aku, dan aku tidak perlu sungkan-sungkan untuk menunjukkan gestur salah tingkah.
Anaknya Pak Amato ini sungguh indah. Dia menyenangkan dan perlakuannya manis.
Aku menatapnya, aku menganalisis kenapa ada pria yang begitu manis padaku, padahal dia tidak tahu seberapa cantiknya aku. Apa isi otak pria itu? Bagaimana caranya mengimajinasikan aku dalam pikirannya. Bukankah dia punya gambaran umum soal perempuan ini—istrinya, aku? Bohong jika Boboiboy menyangkal. Bagaimana pun, dia juga manusia. Dia bermain-main dengan fantasi.
Seperti apa rupaku dalam pemikirannya? Aku selalu bilang aku begitu jelek agar dia tidak menyukaiku karena aku selfclaim. Biar aku perjelas, aku punya pembelaan pribadi. Aku muak ditatap seperti lukisan; lukisan berfungsi secara estetika, tak ada manfaat terapannya. Aku ditatap seperti orang-orang yang menggagumi lukisan di museum. 'Wah, cantiknya!', atau 'Indah sekali ...', kira-kira begitu. Mereka hanya menghargai estetika dalam wujud wajah ini, tanpa benar-benar mengapresiasi unsur terapanku juga. Aku kadang tersindir, tapi aku cukup tahu diri untuk menjadi bersyukur saja daripada mengeluh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boboiboy x Reader | Alternate Route of Supehero
FanficAku terjebak dalam putaran waktu melawan Nebula. Aku mengulagi dan mengulangi. Tapi aku tidak kunjung menang. Di pengulangan waktu yang ke seratus tujuh kali, Loopbot menyarankan aku untuk berhenti, dan mencoba strategi lain; mundur sejenak. Aku men...