Dengan ini, aku memiliki Boboiboy lainnya yang telah mencapai tahap tiga. Matanya begitu besar. Pupilnya warna hijau terang, sama seperti rambut belah tengahnya.
"Brokoli, kamu gemesin banget." Aku memainkan rambut green tea latte ini dengan jari-jemariku. Aku menyisirnya agar rambutnya tampak lebih teratur. Aku menyisikan anak-anak rambutnya ke belakang telinga. Kaum di bumi tidak ada yang memiliki helai alami sewarna matcha seperti ini; Rimba. Jadi aku sungguh memujanya.
Aku mengagguminya. Tidak ada melanin di dalam rambutnya. Apa rambutnya mengandung klorofil, jadinya warnanya bisa hijau begitu? I'm wondering.
Rimba memejamkan mata ketika aku memanggilnya demikian. Ia tampak rileks dan tenang. Dia beristirahat di lipatan tanganku. Wajahnya masihlah wajah Boboiboy. Dia Boboiboy, tapi hijau, suka makan—rakus, dan tidak semenyebalkan Solar atau Halilintar. Dia mau menurut. Dia berorientasi mematuhi aku tanpa syarat. Dia bersedia tidur di lenganku ketika aku memintanya begitu.
"Kamu kayak sayur." Aku berkomentar lagi. "Hijau."
Apakah orang ini memiliki antioksidan dalam darahnya, seperti sayur pada umumnya? Kupikir dia menguarkan kandungan linalol. Semacam hormon penghilang stres; itu dibuktikan karena aku merasa rileks ketika aku menyentuhnya, meskipun aku sedang didera kebingungan luar bisa karena katanya, di luaran sana, ada empat Nebula.
Ia mengenakan pakaian berleher tinggi, seperti ninja. Pakaiannya didominasi warna putih tulang. Pakaian Rimba kelihatannya hangat, dan nyaman untuk melompat-lompat dari dahan pohon satu ke dahan pohon lainnya. Ia mengenakan tunik, dan celana kedodoran di pinggangnya. Aroma tubuhnya mirip sayur—pertanyaannya, apakah sayur punya wewangian? Aku tidak tahu. Tapi kurasa, ada, daun-daunan memiliki bau segar seperti petrikor. Well, Rimba ialah manifestasi dari alam. Wanginya mirip bubuk dupa berkandungan daun melinjo, kayu manis, daun salam, dan lemon. Kayak, obat kumur, gitu.
Dia juga, menurutku, jauh lebih kekanak-kanakkan ketimbang elemen lain. Dia hanya menjadi Duri, tapi versi telah update data grafik ultra.
Entah mengapa, aku ingin melindunginya dari kejahatan-kejahatan di dunia. Bukankah dia terlalu lugu untuk lahir ke dunia?
"(Nama)?" Ia memanggilku, ketika aku melamun begitu lama. Wajahnya tampak resah, dan dia tidak senang ketika pelukanku mengendur.
Aku mengerutkan kening. Ketika aku sadar sepenuhnya, aku kembali menjadi lumayan stress. Di setiap napasku, aku mengingat Nebula. Empat Nebula berkeliaran di alam semesta, mengacau dan uring-uringan menyedot azoth planet-planet bagus; aku tak begitu yakin apa yang bagi mereka terlihat menarik, tapi sementara waktu aku menyimpulkan, mareka hanya mengincar azoth.
Aku takut sekali mereka menyerap azoth milik bumi. Jujur saja, bumi tak memiliki banyak azoth sejak abad dua ribu dua puluhan. Rimbara jauh lebih seksi bagi Nebula, makanya Nebula mengonsumsi azothnya lebih dulu ketimbang planet lain.
"Bagus. Aku dipaksa melihat kalian bermesraan, begitu?" Aku mendengar suara yang serak dari arah belakangku. Suara itu mengindikasikan kemarahan. Ia menggeram kesal dan menggertakkan gigi gerahamnya ketika aku mulai membelai rambut Rimba lagi.
Rimba lekas menoleh pada si sumber suara. Rimba juga terlihat tidak senang, "Diam, tukang las. Jangan banyak omong."
Lalu aku ikut memerhatikan Solar di sana. Ia dililit tanaman hijau dengan unsur hara yang bagus di tiang ruang latih tanding. Tanaman-tanaman itu mirip sulut anggur di gazebo, tapi daunnya lebar, dan batangnya lebih berotot. Tanamannya kadang-kadang berkedut untuk memaksimalkan daya ikatnya pada Solar.
"Rimba!" Solar memekik.
-
"Keberadaan (Nama) Dunia Lain, belum ditemukan?" LoopBot mendesah khawatir, ketika ia mengonfirmasikannya pada Shielda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boboiboy x Reader | Alternate Route of Supehero
FanficAku terjebak dalam putaran waktu melawan Nebula. Aku mengulagi dan mengulangi. Tapi aku tidak kunjung menang. Di pengulangan waktu yang ke seratus tujuh kali, Loopbot menyarankan aku untuk berhenti, dan mencoba strategi lain; mundur sejenak. Aku men...