8. Takana

1.2K 113 2
                                    

Happy reading all~!

Caka menatap lembut adiknya yang tertidur di pelukannya. Sebelumnya, cukup lama menidurkan seorang Bumi Batara yang banyak tingkah. Caka hampir menyerah jika waktu itu tidak ada susu yang menyumpal di mulut Bumi, mengakibatkan anak itu mengantuk.

Lalu pandangannya berpindah pada leher anak itu yang terdapat bekas luka melingkar. Luka yang didapatkan setahun lalu.

"Pasti sakit ya?"

Caka ingat sekali saat dirinya berusia 16 tahun ada kejadian yang menimpa mereka bertiga. Iya, Bumi, Caka, dan satu lagi 'dia'.

Namanya Takana, usianya sama seperti dirinya 16 tahun. Takana anak yang baik dan mempunyai kepribadian yang lebih dewasa dibanding dirinya.
Kalian bisa memanggilnya Taka. Karena kalau Kana, dua orang akan menoleh, Kana kecil dan Kana besar. Taka sangat suka menggambar dan menulis diary ataupun puisi. Dia bahkan menuliskan cerita anak-anak panti di buku yang berbeda.

Setahun yang lalu, mereka berdua dititipkan untuk menjaga di kecil Bumi karena anak-anak panti lainnya akan ibu bawa ke rumah sakit untuk mengecek masalah kesehatan. Mereka bertiga sudah kemarin saat ada jadwal berkunjung.

Taka asik menuliskan sesuatu yang Caka bahkan tidak mengetahuinya, Caka ikut asik bermain dengan bayi dua tahun itu. Taka sesekali mengerenyitkan dahinya seolah-olah sedang berpikir, Caka yang melihatnya ikut bingung.

"Kamu mikirin apa, Ka?"

"Nggak ada." Selalu saja, jawabannya seperti itu. Caka jadi kesal dibuatnya.

"Kamu selalu bilang nggak ada, nggak ada.. tapi wajah kamu nggak bisa bohong." Tutur Caka dengan nada kesal.

Sementara itu, Taka terdiam mendengar penuturan Caka. Iya, memang benar dirinya tak pandai dalam hal berbohong.

Lalu dirinya kembali terhanyut dalam tulisan-tulisan yang mengambang di kepalanya, Caka mendengus kesal.

BRAK!!

Pintu dibuka secara kasar membuat mereka bertiga terkejut bukan main, apalagi Bumi yang sudah menangis kencang dipelukan Caka.

5 orang berbaju hitam dengan senjata tajam mengepung mereka. Taka mencoba melindungi Caka yang sedang membawa Bumi.

"Ka! Lari, Ka!! Cepat!" Seru Taka.

"Tapi nanti kamu sendiri! Aku nggak mau ninggalin kamu sendiri!"

"Jangan pikirkan aku! Lihat Bumi, dia ketakutan!" Seru Taka kembali.

Caka melihat anak dipelukannya, lalu dirinya mencoba melewati orang itu dan berlari sekuat tenaga menuju halaman belakang. Namun belum sampai di halaman belakang, pisau seseorang menancap apik di kaki kanannya.

Tubuhnya dalam sekejap kaku dan melemas. Sakit, perih, gelisah menjalar keseluruh tubuhnya.

Caka berusaha tidak mengerang kesakitan, Bumi yang berada di pelukannya terlepas. Lalu dirinya menatap anak itu dengan lembut.

"Bumi.. jangan nangis.. ada kakak," tuturnya. Bumi yang masih belum mengerti hanya bisa menarik tangan kakaknya meminta untuk bangun.

"Anun.. akak anun.." racau Bumi. Anak itu terus menarik tangan dan baju Caka untuk segera bangun. Caka berusaha menahan air matanya yang hendak turun.

Lalu dibelakangnya, seseorang itu menangkap dan membawa Bumi jauh pergi darinya. Caka takut bukan main.

"Hei!! Jangan bawa pergi!! Lepasin adikku! AKU BILANG LEPASIN!! TOLONG!" jeritnya kesetanan. Apalagi ia melihat dengan matanya sendiri Bumi dibawa ke balkon lantai dua rumah ini.
Caka merasa dirinya benar-benar sesak, ia takut akan ini semua. Ia tahu siapa dalangnya, itu musuh orang tua Bumi. Caka sebenarnya juga tidak mengetahui siapa orang tua Bumi, yang pastinya mereka orang yang berada. Ini juga bukan pertama kalinya mereka diancam seperti ini, namun apalah daya.. saat ini tidak ada siapa-siapa dirumah.

DIARY BUMI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang