2. Donatur

2.1K 158 2
                                    

Happy reading all~!
\⁠(⁠^⁠o⁠^⁠)⁠/

Ruangan bernuansa putih bersih sangat sunyi hari ini. Hanya terdengar suara jam berdetak dan burung burung diluar.

"Bumi anak yang kuat bukan? Saran saya, lebih sering datang untuk check up agar saya bisa mengetahui perkembangannya. Jangan lupa untuk obatnya selalu diminum," Dokter Shena berujar dengan senyuman iba.

Shena adalah dokter penanggung jawab Bumi. Sejak bayi mereka sudah saling kenal karena Bumi sendiri.

"A-ah, begitu ya.. obat Bumi sangat mahal.. aku tak mampu membelinya sebelum donatur datang, sebenarnya aku pun malu, karena seharusnya uang itu untuk anak-anak bukan untuk Bumi sendiri.." Sera tersenyum kecut menatap bocah gembul di balik kaca ruangan. Bumi menatap lorong itu dengan kagum.

"Aku tahu, tapi mau bagaimana lagi? Ini untuk kesehatan Bumi sendiri.." jawab Dokter Shena.

"Kalau begitu, aku pamit dulu.. sampai jumpa seminggu lagi," Sera undur diri. Menggeser pintu ruangan yang membuat Bumi menatapnya girang. Asyik sudah selesai!

"Hm.. sampai jumpa,"

"Bumi, ucapkan salam pada aunty Shena.." Sera memegang pundak Bumi seraya menghadap ruangan yang belum tertutup itu. Segera Bumi melambaikan tangannya. "Dadah.. aunty.."

Lalu pintu itu tertutup rapat. Sera menggandeng Bumi keluar dari rumah sakit. Berjalan menuju panti kembali.

***

Mobil berwarna hitam mengkilat terlihat parkir di halaman panti. Semua anak-anak menunggu di depan dengan senyuman terbirit di wajah mereka semua. Menunggu siapapun yang keluar dari mobil.

Pintu terbuka, seorang pria yang berusia kisaran dua puluh-an turun dari mobil. Kaca mata hitam bertengger manis di hidungnya.

"Hah.. sampai kapan harus begini?" Lirih pria itu dengan hembusan napas panjang. Dirinya memutar balik tubuhnya. Menunggu sesosok wanita cantik yang sedang bersiap di dalam mobil.

Mereka berdua memasuki panti dengan sambutan anak-anak.

"Selamat datang!!" Sorak semuanya. Sementara keduanya tersenyum.

"Dimana ibu kalian?" Tanya pria itu.

"Ibu sedang pergi dengan Bumi, Om.." jawab anak yang paling besar di panti. Usianya sudah menginjak 17 tahun, yang berarti tahun ini dirinya sudah harus meninggalkan panti dan mengurus dirinya sendiri.

"Pergi? Kerumah sakit lagi?"

"Iya, Bumi sempat kumat tadi pagi, Om.." Caraka Yudhistira atau yang kerap disapa Caka[Kaka] lagi-lagi menjawab.

"Kenapa akhir-akhir ini Bumi sering kumat? Aku jadi kasihan, dirinya kan masih kecil," sahut si wanita yang sejak tadi diam. Semuanya menunduk, mereka juga kasihan.

"Apa tidak ada cara menyembuhkan Bumi, Tante, Om?" Kali ini anak berusia enam tahun menyahut. Namanya Arkananta, panggil saja Kana. Bocah manis yang lebih cantik dari anak perempuan lain. Padahal dirinya laki-laki. Kadang Kana suka merasa kesal karena suka dipanggil 'si manis' sama orang orang sekitar.

Kedua serempak menggeleng, "Kami juga belum menemukan cara,"

"Hiks.. cembuhtan bubum.. onty.. hiks.." Isak teman sepantaran Bumi, Nohan Wijdan Fausta. Nono panggilannya. Anak bertubuh tinggi, lebih tinggi dari Bumi itu menarik ujung baju tuan donatur.

"Insya Allah," si wanita menyahut. Tersenyum lembut yang menghangatkan hati semuanya. Kedua donatur kesayangan anak panti asuhan Harapan.



DIARY BUMI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang