Jeffrey, pria 32 tahun yang beralis tebal ini tampak sedang bersemangat. Padahal dia baru saja melakukan perjalanan lebih dari 12 jam naik kapal dan pesawat. Karena dia baru saja mengerjakan proyek pembangunan jembatan di pedalaman selama enam bulan. Tanpa pulang.Proyek ini baru 1/4 jalan. Karena menurut perkiraan, jembatan ini akan selesai dalam dua tahun dua bulan. Sehingga dia dan para pekerja yang lain hanya diizinkan pulang setiap enam bulan. Itu saja bergantian. Agar ada yang mengawasi proses pembangunan.
"Aku kira kamu tidak datang!"
Seru Jeffrey sembari memeluk wanita bermasker dan berkacamata hitam di depannya. Wanita yang sudah dua jam menunggu di bandara. Demi dirinya.
Iya. Mereka berpacaran. Sudah tiga tahun lebih satu bulan. Tidak terlalu lama dan tidak terlalu singkat juga.
Namun perasaan mereka masih membara. Untuk sekarang. Karena enam bulan tidak saling jumpa jelas membuat perasaan rindu semakin membuncah.
"Kenapa pakai masker? Sakit?"
Tanya Jeffrey setelah melepas pelukan. Dia berniat melepas masker Joanna, wanita di depannya. Wanita dengan rambut hitam sepundak. Dengan potongan mullet berwarna coklat gelap.
"Aku tidak pakai makeup!"
Jawab Joanna dengan ketus. Dia juga menepis tangan pria itu. Agar tidak membuka masker yang menutup mulut dan separuh hidung.
"Padahal kamu selalu cantik di mataku. Apalagi saat tidak memakai apapun. Aw!"
Jeffrey menjerit tertahan. Karena dia baru saja mendapat cubitan di pinggang. Membuat kekehan dua orang di belakang terdengar. Sebab Jeffrey tidak pulang sendirian. Namun bersama dua rekan kerja yang bernama Bagas dan Bunga.
Mereka kembar. Keduanya sama-sama menjadi arsitek karena terinspirasi dari mendiang kakek yang telah merawat mereka. Sebab ayah si kembar meninggal saat mereka masih berada di dalam kandungan. Tidak heran jika sosok kakek sangat membekas di dalam ingatan.
"Aku pulang dulu, ya? Jemputan kalian aman?"
Bagas mengacungkan dua ibu jarinya. Sedangkan Bunga hanya tersenyum saja. Begitu pula dengan Joanna yang hanya mengangguk singkat. Guna berpamitan.
Jeffrey pergi bersama pacarnya. Merangkul bahunya dan berjalan menuju parkiran. Degan raut senang. Karena mereka akan menghabiskan waktu bersama di apartemennya.
"Aku saja! Sudah lama aku tidak———"
"Aku saja, kamu pasti lelah."
Joanna mendorong Jeffrey yang akan duduk di kursi kemudi. Karena dia rindu menyetir mobilnya sendiri. Mengingat selama dia pergi, Joanna yang mengurus kereta besi ini.
"Kamu memang yang terbaik! Si Blacky jadi selicin ini!"
Puji Jeffrey sembari menyentuh kap mobil yang terlihat bersih. Bahkan hanya ada sedikit debu yang menempel di telapak tangannya saat ini. Padahal angin sedang berhembus kencang sekali. Seharusnya banyak debu yang menempeli.
"Sebelum ke sini aku ke car wash. Kamu tidur saja. Jalanan macet sekarang. Di jalan Sudirman ada kecelakaan."
Ucap Joanna saat Jeffrey duduk di sampingnya. Pria itu hanya menatap kekasihnya dengan raut senang. Karena jelas dia suka diperhatikan.
"I love you so much!"
Jeffrey memeluk Joanna yang mulai melepas kacamata dan maskernya. Dia juga mengecupi wajah si wanita. Namun langsung terjeda saat mendapat tampolan di pipi kanan.
"Sabar! Kamu kotor sekarang!"
Jeffrey terkekeh pelan. Dia mulai menatap pantulan wajah dari kaca yang ada di depan. Karena dia memang kurang terawat selama mengerjakan proyek jembatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
STAGE OF GRIEF
RomanceThe 5 Stages of Grief is a theory developed by psychiatrist Elisabeth Kübler-Ross. It suggests that we go through five distinct stages after the loss of a loved one.