Beberapa tahun kemudian.Setelah Joanna dan Mega menikah, Jeffrey memutuskan untuk melanjutkan studi di Amerika. tidak lama, hanya dua tahun saja dan sekarang dia pulang karena harus mengurus proyek baru di ibu kota. Bersama Mega dan beberapa rekan kerja yang sudah dikenal sebelumnya. Termasuk Bunga dan Bagas.
"Kamu sudah dengar beritanya?"
Tanya Jeffrey yang baru saja tiba di ruang rapat. Dia duduk di samping Bagas. Karena Bunga duduk jauh dari mereka.
"Berita apa?"
"Mega sedang dalam proses perceraian. Kabarnya dia sedang menghadiri sidang pertama sekarang. Makanya dia tidak datang. Atau mungkin agak terlambat datang."
Jeffrey mulai memeriksa jam tangan dan keadaan sekitar. Rapat akan berlangsung dalam lima menit ke depan. Namun Mega tidak kunjung datang. Padahal pria itu terkenal disiplin dan tidak pernah terlambat.
Krek...
Pintu kembali terbuka. Jeffrey mengira itu Mega, namun ternyata tidak. Membuat kedua tangannya mulai mengepal. Sebab dia jelas tidak terima jika Mega menceriakan Joanna. Karena dia sudah dapat menebak apa penyebabnya.
Iya. Apalagi kalau bukan karena tatoo yang ada di bawah dada Joanna. Sebab mereka memang pernah gila bersama dengan menato masing-masing nama di bawah dada. Sebagai tanda jika keduanya memang sama-sama cinta dan tidak terpisahkan.
Bajingan! Ini sudah dua tahun, lalu kenapa dia baru mempermasalahkan itu!?"
Jeffrey tampak marah. Sepanjang rapat dia diam saja. Karena melamun tentu saja. Hingga Bagas menepuk pahanya. Sebab hanya tinggal mereka berdua di ruangan.
"Kamu mau bermalam di sini? Ini sudah jam lima!"
Jeffrey langsung bangkit dari duduknya. Dia meninggalkan Bagas. Lalu mendatangai tempat persidangan Joanna dan Mega. Karena dia juga agak ragu jika mereka sungguhan berpisah. Setelah dua tahun pernikahan.
Resa: Iya, Jeffrey. Joanna dan Mega akan berpisah. Doakan saja yang terbaik untuk mereka.
Jeffrey mulai menarik nafas panjang saat melihat isi pesan Resa. Sebab sejak tadi dia berusaha menghubungi orang-orang yang dekat dengan Joanna. Karena teman-temannya tidak tahu kabar akan perceraian Mega saat ditanya.
"Ada masalah apa mereka?"
Jeffrey terus bertanya sendirian. Karena dia mulai meragukan jika akar dari perceraian mereka adalah gara-gara tatto Joanna. sebab ini sudah terlalu lama jika Mega memakai hal itu sebagai alasan.
Tidak lama kemudian Jeffrey tiba di tempat persidangan. Dia melihat masih ada banyak orang yang berada di sana. m
Mungkin karena mengantre juga. Sebab bukan rahasia lagi jika di kota ini banyak yang ingin bercerai dari pasangan.BRAK...
Dari jauh, Jeffrey dapat melihat Mega yang baru saja keluar dari ruang persidangan. Diikuti oleh pengacara di belakang. Dia tampak marah. Karena kedua tangannya mengepal. Mungkin karena dia kalah di persidangan pertama.
"Kamu lihat!? Kita kalah! Kamu benar-benar tidak dapat diandalkan! Kenapa kamu bisa kalah dengan dia yang tidak mendapat pembelaan dari siapa-siapa!?"
"Maaf, Pak. Saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Saya permisi."
Si pengacara pergi. Setelah Joanna keluar dari ruangan sendiri. Sebab dia memang tidak membawa pengacara dalam persidangan ini. Dia hanya membawa dirinya sendiri. Sebab dia hanya memberi kesaksian sendiri. Hingga membuat hakim iba dan tentu menyetujui perceraian ini.
"Sisa barangku akan kuambil besok pagi."
Ucap Joanna pada Mega. Membuat pria itu mulai berkacak pinggang. Dia marah, karena kalah di persidangan. Padahal dia sudah membayar pengacara sangat mahal.
"Puas karena sudah mempermalukan aku di depan hakim? Tega kamu melakukan ini?"
"Aku hanya mengatakan apa yang hakim tanyakan. Aku juga tidak menuntut apa-apa. Seharusnya kamu senang karena tidak dirugikan."
"Tidak dirugikan katamu? Nama baikku sebagai suami yang baik dipertaruhkan karenamu!"
Mega semakin emosi. Dia mulai menunjuk wajah Joanna berkali-kali. Hingga Jeffrey bergegas turun dari mobil. Karena berniat menengahi.
"Maaf, aku tidak berniat seperti ini."
Mega mulai mengepalkan tangan. Dia menatap Joanna penuh emosi. Seperti sedang akan memukul wanita ini. Membuat Jeffrey berlari karena ingin menengahi.
"Berhenti!"
Sura Jeffrey membuat Joanna dan Mega langsung menatapnya saat ini. Mereka bingung tentu saja. Karena tidak menyangka jika pria ini akan datang.
"Kamu yang memanggil orang ini? Jadi ini sudah menjadi rencanamu, ya? Kalian sudah diam-diam merencanakan ini di belakang? Wah! Luar biasa! Seharusnya hakim melihat ini! Seharusnya mereka melihat betapa menjijikkannya kamu sebagai wanita!"
Bugh...
Jeffrey meninju Mega. Membuat Joanna dan beberapa orang yang kebetulan lewat langsung memisah. Sebab di sini tidak boleh terjadi kegaduhan, seharusnya.
Jeffrey membawa Joanna naik mobilnya. Karena berniat diantar pulang. Sebab Mega jelas akan pulang sendirian.
"Ada apa sebenarnya? Aku kira hubungan kalian baik-baik saja. Di sosial media kalian terlihat bahagia. Bulan lalu kalian baru selesai liburan di Jepang, kan?"
Tanya Jeffrey yang masih menyetir. Sedangkan Joanna hanya tersenyum getir. Sebab merasa jika pertanyaan Jeffrey sedikit melukai hati.
"Postingan di sosial media pasti sudah terfilter dengan benar. Tidak mungkin aku mempermalukan diri sendiri dengan memposting kesedihan."
Jawaban Joanna membuat Jeffrey terdiam. Sebab apa yang dikatakan benar juga. Mengingat diapun hampir tidak pernah membagikan kemalangan.
"Aku dan Mega tidak akur. Kita sering bertengkar hanya karena hal kecil saja. Entah salahku atau dia yang paling banyak. Tapi kata konselor pernikahan, kita memang sama-sama salah. Kita sudah tidak memiliki kecocokan. Sebenarnya ini agak memalukan karena kamu yang bertanya. Kamu pasti senang, kan? Karena ini mungkin karma yang aku dapat."
Jeffrey menggeleng pelan. Dia ingin kembali berbicara. Namun ternyata Joanna sudah ingin diturunkan. Sebab sudah tiba di tempat tujuan.
"Berhenti. Aku menitipkan anakku di sini."
Jeffrey membeku di tempat. Sebab dia tidak tahu jika Joanna sudah punya anak. Karena wanita ini tidak pernah membagikan foto anak di sosial media. Teman-temannya juga tidak ada yang menggosipkan. Sehingga dia begitu terkejut sekarang.
20 comments for next chapter.
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
STAGE OF GRIEF
RomanceThe 5 Stages of Grief is a theory developed by psychiatrist Elisabeth Kübler-Ross. It suggests that we go through five distinct stages after the loss of a loved one.