Mega baru saja menghentikan mobil di lampu merah. Dia mulai melirik Joanna yang tampak memejamkan mata sembari melipat tangan di depan dada. Entah sudah benar-benar tidur atau hanya tidak ingin diajak bicara saja."Bagaimana perasaanmu setelah bertemu dia lagi?"
Pertanyaan Mega tidak kunjung mendapat jawaban. Membuat pria ini mengira jika Joanna tidur sungguhan. Karena dia tidak memberikan reaksi apa-apa. Bahkan tidak terkejut saat dia tiba-tiba bersuara.
"Biasa saja. Memangnya kamu berharap apa?"
Joanna mulai membuka mata. Menatap Mega yang juga masih menatap dirinya. Karena penasaran akan jawabannya.
"Tentu saja aku berharap kamu sudah tidak memiliki rasa padanya. Kalian sudah dua tahun berpisah. Seharusnya perasaan itu sudah hilang, kan?"
Mega mulai melajukan mobil. Karena lampu merah sudah padam. Ditambah klakson mobil belakang mulai terdengar juga.
"Ya, seharusnya."
Mega sedikit melirik Joanna. Dia agak khawatir tentu saja. Khawatir jika Joanna mulai goyah dan membatalkan pernikahan yang sudah ada di depan mata.
"Mama tidak jadi ikut testing makanan besok pagi. Kamu bisa datang sendiri? Dia ada reuni yang tidak bisa ditinggal sama sekali. Aku juga besok tidak bisa menemani. Karena ada klien penting yang harus kutemui."
"Bisa. Aku akan ajak Tante Resa."
"Bagus kalau begitu. Lusa kita baru fitting baju. Semoga cocok semua."
"Semoga saja."
Mega mulai menggigit bibir bawah. Sebab reaksi singkat Joanna membuatnya semakin gelisah. Takut Joanna bimbang untuk meneruskan pernikahan.
Meski sebenarnya, reaksi Joanna memang bisa saja. Karena dia memang tidak bisa lepas saat berbicara dengan Mega. Sejak awal bertemu hingga sekarang. Seolah masih canggung dan tidak begitu dekat. Padahal mereka akan segera menikah.
"Apa kamu tidak bisa lebih terbuka padaku? Atau sekali-kali marah saat aku mengecewakanmu. Ini sudah dua tahun. Tapi aku merasa kita semakin jauh."
Mega mulai menepikan mobil di tempat sepi. Karena hujan mulai turun saat ini. Sehingga jalanan terasa licin.
"Kamu sedang tidak melakukan kesalahan apapun. Lalu kenapa aku harus marah padamu?"
"Apa Mama yang menggagalkan rencana testing bukan masalah bagimu? Apa rencana fitting baju yang sudah kutunda selama tiga kali berturut-turut tidak mengganggu pikiranmu?"
"Tidak. Aku tahu Mamamu punya kehidupan sendiri. Meski ini pernikahan anaknya, tapi acara reuni juga penting. Toh, masalah testing bisa kuhandle sendiri. Karena aku sudah terbiasa masak setiap hari. Soal fitting baju yang kamu tunda berkali-kali, aku juga tidak merasa terganggu sama sekali. Aku sadar betul kalau kamu sibuk sekali. Kamu juga sedang kejar target supaya cuti disetujui. Lalu, untuk apa aku marah padahal kamu juga merasa kesulitan saat ini? Aku memang agak kecewa, awalnya. Tapi sudah tidak lagi setelah menemukan alasannya."
Mega yang awalnya berwajah muram mulai tersenyum senang. Dia benar-benar senang setelah mendengar ucapan Joanna. Membuat rasa takutnya hilang. Diganti dengan perasaan bangga karena akan menikahi wanita yang sangat pengertian seperti Joanna. Wanita yang kata Jeffrey tidak banyak menuntut dan sangat perhatian. Wanita yang cukup dewasa untuk pria matang seusia mereka.
"Ini yang membuatku sangat menyukaimu."
Mega mulai mendekatkan wajah. Dia mengecup pipi Joanna. Namun saat akan berpindah pada bibirnya, wanita itu menolak. Karena mereka memang belum pernah berciuman di sana sebelumnya. Hanya sampai berpegangan tangan dan cium pipi saja.
Mega yang memang sejak awal sudah tahu bagaimana gaya pacaran Jeffrey dan Joanna jelas sempat kecewa. Namun perlahan dia sadar jika mungkin Joanna agak canggung juga. Sehingga dia memutuskan untuk segera menikah agar bisa semakin dekat dengan si wanita.
10 comments for next chapter.
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
STAGE OF GRIEF
RomanceThe 5 Stages of Grief is a theory developed by psychiatrist Elisabeth Kübler-Ross. It suggests that we go through five distinct stages after the loss of a loved one.