(21+) Part 2

109K 2.7K 59
                                    

Happy Reading!

"Mungkin satu atau dua bulan baru bercerai."

"Tidak perlu takut. Lagipula pamanku tidak mungkin melakukan apapun meski kalian tidur di kamar yang sama."

"Itunya tidak bisa bangun. Makanya calon istri paman tidak datang tadi pagi untuk menikah."

Liona hanya terpejam dengan air mata yang menetes deras. Satu penyesalannya hari ini. Kenapa ia harus percaya dengan perkataan Ananta.

Temannya itu sudah berbohong. Katanya tidak bangun. Lalu bagaimana bisa kini kakinya dibuka lebar dengan milik om Hardi yang sedang berusaha masuk ke dalam tubuhnya.

"Tahan!" ucap Hardi tertahan. Ingin menghentak masuk namun milik istrinya benar-benar sangat sempit padahal sudah mengeluarkan banyak pelumas. Jika dipaksa takutnya malah robek.

Pelan tapi pasti, Liona bisa merasakan milik om Hardi di dalam tubuhnya.

'Sakit sekali.' batin Liona. Tubuhnya benar-benar seperti dibelah dua dengan pisau tajam. Apalagi milik om Hardi benar-benar sangat besar dan panjang.

"Hiks" Liona hanya bisa terisak dengan tangan meremas sprei lalu menjerit saat pria di atasnya sedikit menghentak hingga seluruh bagian tubuh pria itu berhasil masuk.

Hardi mengatur napasnya. Miliknya benar-benar dimanjakan dengan baik di dalam sana. Apalagi saat melihat warna merah di sela penyatuan mereka, membuat Hardi merasa senang sekaligus bangga.

"Mas akan bergerak."ucap Hardi lalu mulai memajumundurkan pinggangnya. Awalnya memang pelan namun lama kelamaan menjadi cepat.

Kamar besar dengan cahaya remang-remang itu mulai dipenuhi suara desahan Liona. Bahkan bukan cuma desahan tapi juga jeritan keras.

Beberapa kali Liona menjerit meminta ampun bahkan memohon agar pria di atasnya berhenti namun itu semua tidak berhasil. Karena semakin ia meminta berhenti maka hujaman yang tubuh kecilnya terima akan semakin kuat.

Dan akhirnya Liona hanya bisa pasrah dengan tangan yang terus mencari tempat pegangan. Sprei yang semula rapi kini sudah berantakan luar biasa karena pergeseran tubuh Liona yang sangat besar. Posisinya yang semula di tengah kasur kini kepalanya sudah hampir menyentuh kepala tempat tidur.

"Om.. "pinta Liona lirih. Perut bagian bawahnya terasa kebas. Dan saat ia pegang, Liona bisa merasakan keberadaan pria itu.

Hardi hanya menatap istrinya dan terus menghentak. Dia menghujam sekeras dan secepat yang dia bisa. Bahkan jeritan sakit yang wanitanya berikan tidak membuat hentakannya berhenti.

Tubuh Liona perlahan mengejang. Kedua kakinya terasa kaku dan tanpa sadar menjepit pinggang kekar suaminya. Sedang hentakan yang pria itu lakukan terasa semakin kuat. Seolah di dalam tubuhnya ada musuh yang harus dibunuh dengan hujaman mematikan.

Hardi menggeram, miliknya berkedut dan perlahan membesar. Karena itu dia segera memeluk tubuh kecil istrinya hingga dari atas tubuh wanitanya mungkin tidak akan terlihat.

Liona melotot dengan mulut terbuka lebar. Rasanya ia ingin menjerit tapi tidak bisa. Ada sesuatu yang ingin meledak. Karena itu ia dengan sadar memeluk kuat leher om Hardi yang kini bergerak semakin tak manusiawi.

"Sedikit lagi."

Liona mengeratkan pelukannya saat hentakan pada tubuhnya semakin cepat. Milik pria itu juga semakin membesar membuat Liona kesulitan mengambil napas.

Dan saat hujaman kenikmatan itu datang. Liona langsung menancapkan kuku-kukunya pada pundak pria di atasnya. Keduanya berpelukan erat dengan tubuh yang bergetar.

Liona bahkan tak kuasa menahan desahannya saat cairan hangat terasa mengalir di dalam tubuhnya.

Hardi langsung menarik miliknya lalu berguling ke samping kemudian meminta istrinya berbaring membelakangi.

"Saya capek, om akh"bahkan Liona tidak diijinkan mengeluh karena perkataannya belum selesai milik om Hardi sudah mengisi tubuhnya lagi.

"Beberapa kali lagi."ucap Hardi kemudian mulai bergerak.

Pagi harinya, saat Liona membuka mata, ia langsung diserang rasa sakit yang teramat parah. Kakinya tidak bisa bergerak, bagian intinya perih luar biasa ditambah sepertinya ada cairan yang mengalir di sana. Belum lagi dengan tubuh bagian atasnya yang juga pegal. Terutama pinggangnya yang terasa remuk.

"Aku akan mencari Ananta dan memberikan gadis itu pelajaran."desis Liona kesal lalu menatap sekeliling. Untungnya ia hanya sendirian sekarang.

Tok tok

Liona melotot lalu segera menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya.

Ceklek

"Permisi, nyonya. Saya datang mengantar makan siang."

Liona mengernyit. Makan siang?

"Ini sudah jam satu siang, nyonya."

Liona langsung melotot. Yang benar saja. Kalau begitu ia tidur berapa lama. Pantas saja perutnya sangat lapar.

Wanita paruh baya yang bertugas mengantar makanan hanya bisa menahan senyum. Istri tuan Hardi benar-benar sangat lucu. Apalagi dilihat dari keadaan kamar, sepertinya keduanya sudah melakukan malam pertama.

Liona meringis kecil. Ia tidak bisa bangun."Maaf, apa bibi bisa panggilkan Ananta ke sini."pinta Liona pelan.

"Non Ananta sudah berangkat ke Bandara tadi pagi. Apa nyonya tidak tahu kalau non Ananta kuliah di Bali, ia hanya ijin dua hari untuk acara akad nikah tuan Hardi."

"Hah?"kaget Liona lalu meremas sprei dengan kuat. Ia tahu Ananta kuliah di Bali, tapi gadis itu berhutang penjelasan padanya. Bisa-bisanya gadis itu kabur.

Lalu sekarang apa yang harus ia lakukan?

Bersambung

Bukan Istri SementaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang