Part 4

51.2K 2.3K 22
                                    

Happy Reading!

Liona menatap penampilannya di cermin. Ternyata om Hardi membelikannya banyak pakaian. Bukan hanya pakaian, ada sendal dan sepatu juga. Bahkan beberapa tas dan perlengkapan kecantikan.

Entah apa tujuan om Hardi membelikannya semua itu. Awalnya Liona pikir itu untuk mantan calon istri om Hardi, tapi setelah dilihat-lihat, ukuran baju dan sendal semuanya pas untuk dirinya. Dan semua itu tertata rapi di dalam walk in closet seolah sudah disiapkan.

Brakk

"Ya ampun."keluh Liona karena kaget. Ia sedang sibuk melamun dan pintu kamar tiba-tiba saja didobrak.

"Kakak ipar, tolong."

Liona mengernyit bingung melihat gadis muda yang datang dengan napas ngos-ngosan juga meminta tolong.

"Ada apa?"tanya Liona pelan.

"Kak Hardi sedang bertengkar di luar."

Hah?

Liona mengerjap. Lalu apa hubungannya dengan dirinya? Namun sebelum bertanya, lengan Liona sudah ditarik keluar oleh gadis yang sama sekali tidak ia ketahui itu.

Setiap langkah yang Liona ambil terasa sangat menyiksa. Apalagi gadis muda yang menarik tangannya itu mengajaknya berlari.

"Kakak ipar harus menenangkan emosi kak Hardi."

Apa lagi ini? menenangkan emosi? Seingat Liona, om Hardi keluar dari kamar beberapa jam yang lalu juga dalam keadaan emosi. Lalu bagaimana bisa ia menenangkan pria besar itu.

Tiba di depan rumah, Liona bisa lihat ada banyak orang berkeliling dan di tengahnya ada dua orang yang sedang adu pukul. Salah, bukan adu pukul tapi ada yang dipukuli dan tentu saja bagian yang memukul adalah om Hardi.

"Kakak ipar, cepat hentikan kak Hardi. Jika terus dibiarkan, takutnya nanti kak Hardi malah bunuh orang."

Liona bergidik ngeri. Kenyataan bahwa pria itu bisa saja membunuh seseorang tidak lebih buruk dari kemungkinan ia yang terbunuh, karena berusaha melerai perkelahian. Lagipula di sana ada banyak orang, masa tidak ada yang berani maju.

"Cepat, kaka ipar!"

Liona berdecak."Aku harus apa?"teriak Liona frustasi. Melihat besarnya lengan dan keadaan pria yang dipukul oleh om Hardi. Liona bisa membayangkan bagaimana bentuk wajahnya jika kena pukul sekali.

"Apa saja. Cepat kakak ipar!"

Liona berdecak lalu menerobos orang-orang yang berkumpul kemudian melotot ngeri.

"Cepat, Liona. Cepat tenangkan suamimu!" seorang wanita paruh baya bicara sambil memegang tangan Liona erat.

Liona menahan napas. Siapa lagi wanita ini. Jika sangat hebat, kenapa bukan mereka saja yang maju.

Ayna yang kesal segera melangkah maju dan mendorong tubuh kakak iparnya itu hingga Liona limbung dan_

Brukk

"Awhhhh"rintih Liona. Sepertinya ia baru saja menabrak beton. Tulang punggungnya sepertinya retak parah.

Sedang Hardi langsung mengeluarkan tanduknya. Bisa-bisanya ada yang mengganggu disaat dia sedang memberi pelajaran pada bawahannya.

"Kurang aj__"

"Akh"jerit Liona dan langsung menutupi wajahnya saat kepalan tangan besar om Hardi akan menghampiri dirinya. Namun setelah beberapa saat tidak ada yang terjadi.

Liona memberanikan diri untuk membuka tangannya kemudian langsung menangis. Sungguh ia takut sekali.

Sedang Hardi langsung menatap anggota keluarganya dan mencari siapa yang berani membawa istrinya ke sini.

"Maaf, kak."cicit Ayna pelan membuat Hardi mendengus kasar.

"Urus pria ini!"titah Hardi pada pekerjanya lalu segera menggendong tubuh Liona yang masih saja menangis ke dalam rumah.

Begitu tiba di kamar, Hardi menurunkan tubuh Liona di atas kasur.

"Berhentilah menangis!"ucap Hardi dengan nada memerintah membuat Liona menangis semakin keras. Apa pria itu tidak tahu kalau ia sedang ketakutan.

Hardi hanya menghela napas lalu melangkah untuk mengganti baju. Setelah ini dia masih ada urusan jadi tidak bisa membujuk Liona. Apalagi wanita itu tadi juga membuatnya kesal dengan mengungkit tentang perceraian.

Liona masih terisak pelan. Ia lebih memilih berbaring dan menarik selimut. Seharian ia tidak bisa bangun, begitu bangun malah di lempar ke atas tempat tidur. Lalu tadi ia juga diajak berlari padahal bagian intinya masih sakit. Dan jangan lupakan dengan punggungnya yang beradu dengan beton alias punggung keras om Hardi.

"Nanti malam, turunlah! Kita makan malam bersama di ruang makan."ucap Hardi lalu meneliti keadaan istrinya. Wanita itu tidak terlihat baik tapi juga tidak nampak buruk.

"Om mau ke mana?"tanya Liona memberanikan diri.

"Ada urusan di pabrik. Kenapa?"

Liona menggeleng."Om, jangan memukul orang lagi."ucap Liona serak.

"Tidak akan, jika mereka tidak melakukan kesalahan."ucap Hardi lalu melangkah meninggalkan kamar.

Liona kembali merintih saat pintu kamar ditutup. Bahkan saat berbaring seperti inipun tubuhnya terasa sakit. Sepertinya ini adalah keadaan paling mengerikan yang pernah terjadi pada dirinya.

Bersambung

Bukan Istri SementaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang