Chapter 4🌺

22.6K 1.3K 13
                                    

Kalau ada typo tolong tandain ya.
Jika tidak suka silahkan diskip saja.

.
.

"Nggak lah! Siapa juga yang terpesona sama lo. Biasa aja tuh gue." elak Rhea yang tidak mau berkata jujur.

Padahal perkataannya tadi bertentangan dengan isi hati nuraninya.

Biasa darimana cok?! Dia gantengnya nggak ketulungan njir. batinnya sambil ngedumel.

"Oh. Ini boleh?" tanya Zevan dengan raut wajah datar sambil melirik nampan yang ditaruh di atas meja bundar kecil.

"H-hah? Apanya yang boleh? Kalau mau ngomong jangan setengah-setengah napa anjing! Lo kira gue cenanyang apa."

Zevan menatap tajam Rhea yang berani berbicara kasar, istilahnya mengumpat.

"Your mouth, baby." ucapnya dengan penuh penekanan disertai nada dingin.

Rhea seketika tersadar akan apa yang baru saja dia ucapkan. Duh, mati gue. batinnya.

Dia tidak terlalu sadar dengan kata 'baby' yang diucapkan Zevan barusan.

"Anu.. Gue nggak sengaja ngumpat. Lagian, lo ngomong kan nggak bayar alias free."

"Jangan diulangi lagi kalau kamu tidak mau mendapat hukuman dariku."

Rhea sebenarnya ingin protes karena Zevan sudah berani mengancamnya tapi dia masih sayang dengan nyawanya.

Dengan terpaksa, Rhea mengangguk.

"Oh, satu lagi. Tolong biasakan untuk pakai 'aku-kamu' dan jangan pakai 'lo-gue', karena aku tidak suka mendengarnya."

Sekali lagi, Rhea mengangguk patuh dengan aturan baru yang ditetapkan Zevan.

Dia masih waras untuk tidak menentang malaikat maut yang mencabut nyawanya.

"Itu tehnya sama kue keringnya dimakan. Aku buatkan khusus untukmu, Xavier."

Zevan terdiam sebentar lalu menatap dalam Rhea yang salah tingkah.

Ahh... Rhea-nya selain membuatkan teh dan kue kering, dia juga membuatkan panggilan khusus untuknya.

"Mulai sekarang, kamu harus memanggilku Xavier. Aku menyukainya."

Rhea menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Baiklah, Xavier silahkan dicicipi."

Zevan meminum teh tersebut dan wajahnya menjadi masam dengan dahi yang berkerut.

Sepertinya Rhea sengaja mengerjainya, dengan senang hati dia menerimanya.

Dia lalu beralih mencicipi camilan yang dibuat Rhea dan dugaanya tepat sasaran.

Dilihat dari warna cokelat kehitaman kue keringnya, siapapun pasti dapat menebak dengan mudah jika ini memang disengaja.

Rhea terkikik dalam hati melihat ekspresi konyol Zevan setelah meminum teh dan mencicipi kue kering buatannya.

"Ternyata kamu sangat berbakat dalam hal memasak, nanti aku undangkan Chef Alain Ducasse untuk datang mengajarimu."

Rhea mendadak cengo saat mendengar satu nama legendaris dunia di bidang kuliner.

"Lo- kamu beneran mau ngundang chef yang mendapat 21 Michelin Star?! I-ini kamu serius kan?! No tipu-tipu?!"

Zevan dengan santainya mengangguk. "Yes, I will do anything especially for you, baby."

Rhea meskipun tidak pandai bicara bahasa Inggris tapi masih bisa untuk mengartikan kalimatnya.

Dan dia merasa ada banyak kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya.

ANTAGONIS? NO PROBLEM.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang