Chapter 10🌺

16.2K 877 8
                                    

"Apakah bapak masih membutuhkan bukti lagi?" tanya Devan dengan nada penekanan.

Di sana, dapat Rhea lihat satpam itu tengah bergetar ketakutan dengan bulir keringat sebesar biji jagung membasahi pelipisnya.

Takut heh?! Makanya jangan berani sama putri kesayangan papa Devan dan mama Diana. batinnya bangga.

"Ti-tidak perlu b-bukti lagi pak, saya sudah percaya kalau putri bapak tidak berbohong dan saya akan mengizinkan untuk masuk."
ucap Pak Yudha dengan terbata-bata.

Ayah dan anak itu terlihat tersenyum menyeringai secara bersamaan.

"Oh begitu.. Baiklah, kalau putri saya sudah diperbolehkan masuk ke dalam sekolah dan saya anggap salah paham ini selesai."

Rhea langsung membalikkan hpnya dan melihat kembali wajah ayahnya.

"Makasih pa, udah mau bantuin Rhea buat jelasin ke Pak Yudha. Kalau gitu telfonnya Rhea matiin. Rhea mau sekolah dulu."

"Iya princess, semangat belajarnya. Jangan bikin ulah di sekolah ya. Kalau ada apa-apa langsung telfon papa, paham Rhea?"

Rhea mengangguk. "Paham pa." Dalam hati tidak bisa janji untuk tidak membuat ulah.

"Yasudah papa matikan telfonnya, Bye-bye princess. Assalamualaikum."

"Semangat kerjanya pa, biar uangnya bisa Rhea buat shopping ke mall sama mama."

"Bye, papa. Wa'alaikumsalam."

Tidak lama terdengar bunyi 'tut-tut', tanda panggilan suara telfon sudah berakhir.

Rhea memasukkan hpnya ke dalam tasnya dan menghidupkan kembali motornya.

"Bapak bisa jaga rahasia?? Tolong jangan sampai ada yang tahu kalau saya anaknya bapak Devano." mohonnya dengan kedua tangan menakup di depan dada.

Pak Yudha langsung mengangguk setuju sambil membukakan pintu gerbangnya.

"Bisa nona, saya jamin mulut saya tidak akan bocor dan rahasia nona tetap aman."

Beliau tahu alasan mengapa murid baru itu ingin merahasiakan identitas aslinya.

Beliau membungkuk sedikit sebagai bentuk tanda hormat ke anak pebisnis terkenal itu.

"Silahkan masuk nona dan tetap semangat belajarnya. Saya permisi kembali ke pos."

"Terima kasih pak, kalau begitu saya masuk ke dalam dulu. Selamat bekerja pak."

Rhea melenggang masuk dan satpam itu menutup pintu gerbangnya, tidak lupa mengunci dengan gembok.

Setelahnya kembali ke pos untuk minum kopi hitam ditemani biskuit Roma Kelapa sambil menonton acara berita di TV jadul.

...

Rhea memarkirkan motornya di parkiran dekat motornya Adel, si Tiger maksudnya.

"Ternyata Adel udah berangkat duluan. Anjir, gue kira dia telat. Secara jarak dari rumahnya menuju sekolah lumayan jauh." ucapnya sambil mengaca di spion untuk merapikan rambutnya.

Setelahnya dia menaruh helmnya di atas tangki bensin lalu turun dari motor.

Rhea bersenandung lirih sambil memutar gantungan kunci motornya menuju ruang kepala sekolah yang ada di gedung barat.

Rhea sudah menghapal denah sekolah AHS dalam sekali lihat dan tidak takut tersesat.

Denah petanya terlihat rumit karena luas sekolah AHS itu tiga kali lipatnya dari luas lapangan sepak bola.

AHS adalah sekolah swasta bergengsi yang menjadi favorit calon peserta didik baru di berbagai wilayah Indonesia.

Kebanyakan yang bersekolah di AHS dari kalangan keluarga kaya raya yang mampu mengeluarkan banyak uang agar anaknya dapat diterima disana.

ANTAGONIS? NO PROBLEM.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang