Can't you see, this is love?

362 52 12
                                    

Rasanya baru kemarin Eunjung merasa diterbangkan ke atas awan ketujuh, dan sekarang tau-tau dia sudah terbaring diatas tanah dengan keadaan memprihatinkan. Ah, menyedihkan sekali. Menyedihkan sekali sampai rasanya dia ingin menghilang saja dari bumi.

Apa sebenarnya yang dia pikirkan, kenapa dia seperti kembali jadi gadis naif yang berharap dunia akan berempati pada sosoknya yang tidak muluk. Benar, sebenarnya tidak banyak yang dia pinta. Hanya tempat pulang dan mungkin satu sosok yang mampu menerima apa adanya.

Kenapa sangat sulit sekali mendapatkan semua itu hanya karena dia tidak mencinta secara wajar.

Eunjung meringis, secara hati-hati menyentuh ujung bibirnya yang serasa sobek. Telinganya juga terasa berdengung seolah dia akan tuli tidak lama lagi. Pukulan itu cukup keras untuk mencetak lebam biru dan memercikkan darah dari ujung bibirnya. Ah, kenapa tidak sekalian saja ayahnya yang brengsek itu membunuhnya, alih-alih hanya memukulinya seperti maling.

Tidak heran, dulu saja saat Eunjung secara tidak sengaja memecahkan pot bunga yang ada di rumah, ayahnya sampai menampar wajahnya walaupun dia tahu Eunjung baru berusia 10 tahun waktu itu. Apalagi sekarang saat pria paruh baya itu tahu kalau Eunjung sebenarnya penyuka sesama jenis. Sebetulnya Eunjung hampir berpikir dia akan mati di tangan orangtuanya sendiri. Tapi ternyata tidak, dia hanya diusir dan dicoret dari daftar anggota keluarga Shim yang terhormat.

Tidak terlalu buruk. Toh sudah sejak lama Eunjung merasa bukan bagian dari keluarga terkutuk itu. Dia mungkin sebaiknya berterima kasih karena ayahnya tidak segera mengambil semua aset yang dia berikan padanya termasuk motor, mobil, apartemen dan juga uang saku yang jumlahnya cukup banyak.

...atau mungkin tidak, pukulan itu benar-benar sakit, Sialan! Dia bersumpah akan membalas dendam nanti.

"Ugh, gimana mau ketemu Yerim kalo gini ceritanya." Dia meringis yang entah untuk keberapa kalinya. Tangannya bergerak meraih handuk yang dilapisi es untuk dia tempel agar bengkak di wajahnya berkurang walaupun hanya sedikit.

Baru saja memikirkan tentang Yerim, gadis itu sudah keburu memanggilnya lewat telpon. Awalnya Eunjung ingin menghindar, seperti yang sudah dia lakukan selama beberapa hari terakhir, tapi untuk kali ini entah datang dorongan darimana, tiba-tiba muncul keinginan untuk meluruskan semuanya.

Eunjung lelah, dia ingin semua ini segera berakhir seperti mimpi yang pecah ketika dia terbangun di pagi hari.

"Halo?" Dia berdiri untuk meredakan rasa gugup yang tiba-tiba menyerang.

"Jadi?"

"..."

"Sampe kapan kamu mau terus begini?"

"Maaf..."

"Aku gak butuh maaf kamu, Eunjung. Aku butuh penjelasan."

Eunjung dapat merasakan darahnya yang berdesir seolah sedang menyayat jantungnya. Sakit, sakit sekali mendengar suara tangisan Yerim yang baru pertama dia dengar, karena ulahnya.

"Jangan nangis, mending kamu pukul aja aku sekarang."

"Gimana mau mukul kamu? Kamu aja ngehindarin aku selama beberapa hari ini." Meski kesusahan, gadis itu berhasil mengutarakan apa yang dipikirkannya.

Eunjung tersenyum kecut. Benar, bagaimana dia mau melakukan itu kalau mereka saja sudah tidak bertemu selama beberapa hari ini.

"Maaf." Eunjung tahu dia terdengar seperti robot bodoh yang terus mengulangi ucapannya, but she can't help it. Dia dapat merasakan kerongkongannya yang tiba-tiba kering seolah disumpal oleh gulungan kertas.

"Kamu mau ini berakhir, kan? Kamu baru puas kalo lihat aku hancur gara-gara kamu tinggalin, kan? Say it to my face, you bastard! Aku gak tau ternyata kamu sepengecut ini. Kemana perginya Eunjung yang pemberani? Kemana perginya Eunjung yang bilang bakal ada di sisi gue apapun yang terjadi? BALIKIN EUNJUNG GUE YANG DULU!"

We Can't be Friends | SEJ • IYRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang