05:00 Ano on'na [ Suara hati ]

137 24 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

   Sore hari tak terasa berganti senja menujuh malam. Di mana Sakura kini terbangun dari tidur lelapnya di sebuah sofa sendirian. Mata gadis itu berkedip-kedip berulang kali, sembari mengucek mata, serta mengumpulkan sebagian nyawanya. Televisi sebelumnya di nyalakan sudah mati.

Sakura seketika merasa mengganjal, seingatnya bukan hanya dia sendiri berada di ruangan ini. Lebih terkejut Sakura melihat arah luar jendela, dunia sudah gelap. Perlahan menimbulkan pertanyaan dalam benak. Energinya baru saja terkumpul. Teringat kemana Sasuke? Kemana anak kecil itu? Anak kecil itu sudah tak terlihat semenjak mereka menonton televisi bersama, hingga dia berakhir tertidur.

"Anak perempuan ibu baru bangun jam begini, dan belum berganti pakaian pula." Ucap Mebuki belum lama keluar dari dapur, membawa sebuah toples kaca berisi lolipop bermacam warna dan rasa.

Mebuki sebenarnya, berniat meletakan permen manis itu di atas meja kaca rendah dekat Sakura. Agar bila anaknga bangun. Sakura tidak akan bertanya-tanya pasal lolipop yang sang anak tagih. Tapi Sakura ternyata sudah bangun, sebelum dia meletakan permen itu.

Sakura senang melihat toples permen di letakkan ibunya. Namun pikirannya sedari tadi tak tentu arah, bertanya. Kemana Sasuke? Apakah anak kecil itu sudah pulang?

Mebuki mengerti melihat raut wajah Sakura, berucap. "Sasuke sudah pulang beberapa menit lalu bersama ibunya." Jelas Mebuki.

Sakura mengangguk mengerti. Walau ada rasa sedikit kekesalan. "Tapi kenapa ibu tak membangunkan ku, kalau ibu sudah pulang?"

Mebuki memeluk tubuh menarik senyum tipis. Ada perhatian dalam tatapannya. "Ibu tak tega membangunkan mu sayang, makanya ibu tak bangunkan." Memiring kepala. "Kamu pasti kelelahan."

Sakura mendengkus pelan, memayunkan bibir.

"Hari minggu nanti Mikoto, ibunya Sasuke mengajak kita pergi kerumah mereka memanggang daging bersama. Tujuan, merayakan pesta kecil-kecilan atas kepindahan mereka."

Dahi Sakura mengkerut tipis mendengar bagian akhir ibunya katakan.

"Kepindahan?!"

Mebuki mengangguk membenarkan. "Iya, yang rumah sebrang rumah kita yang dulu kosong, merekalah yang tempati. Belum lama dua hari lalu." Terkekeh tipis. "Maaf ya ibu tak memberi tahu mu." Sesal Mebuki.

Mata Sakura membelalak tak menyangka. "Ha?! Jadi mereka tinggal di sebrang rumah kita?" Sakura tergelak. Betapa bodohnya dia menganggap teman ibunya, bukan tinggal daerah sini dan membawa anaknya untuk dia jaga, agar tak terganggu ketika nanti bersenang-senang berbelanja ke pasar, bersama ibunya untuk melepas rindu, sebagai seorang teman.

"Iya, ibu aja tak menyangka teman ibu itu menjadi tetangga kita, kalau Mikoto tak menelpon ibu sebelum mereka pindah." Jelas Mebuki penuh senyuman.

"Oohh, jadi begitu ya. Pantas saja ibu yang ku cari ini menghilang." Sakura berkacak pinggang mendekati Mebuki dan memberi pelukan.

"Aduh! Sakura jangan peluk-peluk ibu! Kau baru bangun, belum mandi dan pasti bau!" Protes Mebuki.

Sakura tergelak tak peduli, menggesek-gesek pipinya pada pipi sang ibu. "Aku masih wangi loh bu. Wangi acem." Ledeknya.

Mebuki ikut tergelak, mendorong menjauh tubuh Sakura yang tak mau lepas. "Sudah ah! Kamu ini! Nanti ayah mu pulang, tak mau memeluk ibu lagi!" Keluh Mebuki terkekeh geli, ketika Sakura mencium-cium seluruh wajahnya gemas.

"Biarin! Supaya ibu ikutan mandi juga, karena telah terkontaminasi oleh manusia belum mandi."

Suara gerbang di buka dan suara mobil masuk ke perkarangan rumah, membuat Sakura melonggarkan pelukan menatap wajah ibunya senang. "Itu ayah sudah pulang!"

Mebuki hanya bisa tertawa melihat tingkah Sakura. Ya walau anaknya ini punya sifat keras kepala, cuek, egois, dan banyak maunya. Tapi Sakura punya sisi lain dia tutupi agar terlihat gadis yang kuat. Padahal hatinya baik, lembut, tulus, lucu, dan peduli dengan orang lain.

"Ayah pulang!" Suara Kizashi, ayah Sakura.

Namun satu hal membuat Mebuki khawatir.

Sakura melepas pelukan dari Mebuki dan kini berlari ke arah Kizashi dengan gembira, bercampur semangat. Sakura langsung menghambur memberi pelukan erat ayahnya yang lebih tinggi 184 cm, di banding sang ibu memiliki tinggi 172 cm, sedang Sakura memiliki ukuran tinggi anak SMA 150 cm. Sakura bahkan memeluk ayahnya saja harus berjinjit. Jadi Kizashi berusaha menyeimbangi tinggi sang anak.

"Ayah! Selamat datang!" Sambut Sakura.

Kizashi sepenuh hati menerima pelukan hangat sang anak, lebih gembira. "Astaga anak ayah belum mandi?"

Sakura terkekeh. "Tapi aku masih wangi loh ayah." Ucapnya sebagai pebelaan.

"Mana ada?!" Mengendus pakaian Sakura. "Bau acem!"

Mebuki melihat dari jauh, tergelak dengan senyuman tak berhenti tertarik. Melihat interaksi lucu suami dan anaknya.

Sayang senyumanya itu tak berlangsung lama, membayangkan pengandaian hal buruk terjadi pada dirinya dan suaminya nanti.

Mebuki akan menjadi orang paling khawatir di dunia ini meninggalkan Sakura sendirian, tanpa keluarga atau orang tua di sisinya. Mebuki khawatir karena, Sakura belum bisa mengurus dirinya sendiri, walau pun Mebuki membayar Kushina juga untuk mengajari anaknya itu mandiri dari memasak dan bersih-bersih rumah.

***

Ano on'na [Sasusaku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang