5. Hukuman Bunda

402 33 6
                                    

"Papa ngapain pulang sama Arutala? Yang bener aja?" ucap Kalandra ketika melihat ayahnya keluar dari mobil bersama dengan Arutala.

"Jangan-jangan Papa udah berubah? Duh Papa. Ngapain juga peduliin anak itu?"

Arutala lewat di hadapan Kalandra dengan menunduk.

"Lagi hoki lu hari ini? Ingat ya malam nanti ke kamar gue! Gue butuh samsak tinju. Awas aja kalau gak, kaki dan tangan lu gue patahin!" Arutala mengangguk tanpa berbicara sepatah kata pun.

Selepas shalat Maghrib Arutala duduk terdiam di atas kasurnya. Ia tak mau menjadi samsak tinju kedua kakaknya. Arutala tak ingin ada luka dan trauma yang menimpa dirinya. Arutala kemudian mengambil satu strip obat dan kemudian memandangi obat tersebut.

"Apa Arutala minum ini aja ya? Biar tidur nyenyak dan gak kepikiran itu lagi." ucap Arutala kemudian sedikit berseringai.

Obat yang Arutala maksud adalah obat tidur yang selalu membantunya untuk tidur nyenyak  di setiap malam yang buruk baginya.

"Capek banget jadi Sembagi Arutala. Capek. Lelah. Pengen mati aja rasanya. Arutala capek. Pengen deh minum obat ini yang banyak terus gak bangun lagi." Arutala seketika menangis tanpa suara.

***

Tengah malam, Kalandra pergi ke kamar Arutala dengan mengendap-endap.

"Sialan malah tidur!" umpatnya dengan kesal.

Kalandra mencoba untuk membangunkan adiknya dengan tamparan keras berkali-kali namun Arutala tak kunjung bangun.

"Masih nafas ini anak." ucapnya setelah memeriksa seru nafas Arutala.

"Nafas dia. Cuman kagak bangun aja."

Ide gila seketika muncul di benaknya. Kalandra mengambil cutter dan mulai menyayat kulit tangan Arutala.

"Kalau bisa mukanya, gue sayat muka dia. Gue lebih suka lu terluka. Baik batin maupun fisik, Sembagi Arutala."

Kalandra kemudian keluar dari kamar Arutala dan kemudian mengunci Arutala dari luar.

"Lu abis ngapain di dalam?" tanya Sagara ketika melihat Kalandra keluar dari kamar Arutala.

"Bikin luka di tangan dia. Gue tadi abis bikin goresan di tangan dia. Dikit doang." jawab Kalandra dengan entengnya.

"Lu gila! Kagak waras lu! Kagak sekalian lu sayat urat nadi dia biar mati sekalian!"

"Daripada gue yang bunuh dia, lebih baik dia yang mati pakai cara dia! Alias bunuh diri."

***

Arutala terbangun dengan sendirinya. Semalam ia tidur dibantu dengan setengah kaplet obat tidur. Itu yang ia lakukan agar lekas tidur dengan nyenyak.

"Darah?" Arutala sedikit kebingungan karena terdapat darah di seprei kasurnya.

"Tangan Arutala kenapa ada luka? Jangan-jangan dicakar setan. Ihhhh ... astaghfirullah serem banget. 'Kan Arutala berdoa sebelum tidur. Aneh banget. Banget aneh."

Arutala beranjak dari tempat tidurnya kemudian mengambil plester luka untuk menutupi luka di lengannya.

Setelah itu baru mandi dan bersiap untuk berangkat sekolah.

Arutala melangkahkan kakinya meninggalkan rumah dan berjalan menuju sekolahnya. Seperti biasa ia berjalan kaki menuju sekolahnya.

"Arutala!" Dari sebrang jalan, Arshaka  memanggil Arutala. Arutala kemudian menyebrang jalan menghampiri Arshaka.

Sembagi Arutala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang