2. Arutala anak Bunda, bukan orang lain

481 31 5
                                    

Arutala meringis saat ia mengobati lukanya dengan air hangat dan juga obat merah. Wajahnya sedikit memar dan berdarah karena pukulan keras dari ayahnya, Arthayasa.

"Ya Allah hidup Arutala begini banget. Gak bisa apa ya pas sebelum Bunda hamil, di-cancel? Atau gak pas hamil Bunda keguguran dan Arutala gak lahir."

"Arutala ... Sembagi Arutala. Nama yang diberikan Ayah tapi Ayah juga yang suka mukul dan marahin Arutala. Bunda juga sama. Gak inget apa ya pas sulitnya lahirin Arutala? Eh pas udah lahir malah gini. Ya 11,12 sama Ayah. Bunda jarang mukul tapi mulutnya tajam banget. Pedang aja kalah tajam sama mulut Bunda,"

"Abang-abang juga sama aja. Pengen kabur. Tapi bingung mau kabur ke mana? Gak ada tempat buat Arutala berlindung. Keluarga yang harusnya jadi tempat perlindungan malah gini."

Arutala mengunci pintu kamarnya dan kembali terlelap tidur. Ia memilih untuk bolos sekolah dan tak peduli jika nanti tubuhnya menjadi samsak tinju ayahnya karena ia bolos sekolah.

***

Di ruang tamu, Artha sedang bersiap untuk berangkat kerja. Dan Kyrana juga tengah mempersiapkan tas dan juga sepatu milik suaminya.

"Di mana anak itu? Apa dia bolos sekolah?" tanya Artha.

"Sudahlah Mas, gak usah mempedulikan anak itu. Mau bolos, mau berhenti sekolah pun Kynara gak peduli." jawab Kynara.

"Awas saja jika dia bolos sekolah! Aku akan hajar dia habis-habisan kalau perlu sampe mati!"

"Jangan terlalu emosi Mas. Anak tak tahu diuntung namanya juga. Nanti Kynara yang kasih dia pelajaran biar kapok."

Sebelum berangkat kerja Artha mencium kening istrinya, Kynara dan Kynara juga mencium punggung tangan suaminya, Artha.

***

Arutala keluar dari kamar dengan mengendap-endap agar tak ketahuan ibunya. Ia keluar karena rasa lapar dan haus.

"Arutala bingung mau makan apa? Bukannya banyak pilihan menu juga, tapi karena emang gak tau mau makan apa."

Arutala akhirnya mengambil selembar roti tawar dan juga sebotol air mineral untuknya minum.

"Gak apa-apa deh cuman lewat tenggorokan sama mampir ke lambung bentaran yang penting keisi perut Arutala."

Arutala kembali ke kamarnya dan mulai memakan roti tawar. Ia makan sedikit demi sedikit agar roti tawar itu tak habis.

"Alhamdulillah akhirnya perut Arutala keisi makanan juga. Makan nasinya entar aja deh kalau bener-bener lapar."

Arutala kembali keluar dari kamarnya dan mulai memasak makan siang untuk keluarganya. Dan juga mencuci piring kotor.

***

Malam harinya setelah selesai menunaikan shalat Isya, Arutala belajar sendirian di kamarnya sembari mendengarkan musik kesukaannya.

Tiba-tiba pandangannya tertuju pada figura Kynara, wanita yang telah melahirkannya.

"Bunda tuh kalau dilihat dari wajahnya adem, cantik, keibuan, dan penyanyang. Tapi itu berlaku pada Abang Sagara dan Abang Kalandra. Kalau ke Arutala ya beda lagi. Kebalikannya malah. Galak, tajem mulutnya, terus kayak nenek sihir."

"Aduh, maaf Ya Allah. Arutala gak meledek Bunda. Tapi Bunda emang kayak gitu ke Arutala."

"Arutala laper." Arutala melihat ke arah jam yang menempel di dinding kamarnya.

Sembagi Arutala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang