12. Semakin rumit

318 22 4
                                    

Plaaakkk!!!!

Satu tamparan keras secara tiba-tiba mengenai pipi kanan Kynara. Tamparan keras itu dari Arthayasa yang datang ke rumah sudah dalam keadaan emosi yang memuncak.  Kynara terdiam dan memegangi pipi kanannya yang terasa panas dan perih akibat dari tamparan keras suaminya.

"Pa! Kenapa kasar gini sama Mama? Mama salah apa?" Kalandra tak terima ayahnya berbuat kasar pada ibunya.

"DIAM KAMU! JANGAN IKUT CAMPUR! INI URUSAN PAPA!" Artha memarahi anaknya dengan emosi yang meletup-letup.

Di sana juga ada Sagara, namun ia memilih diam tak membela siapa pun.

"Bang! Kok lu diem aja Mama ditampar Papa. Ini udah KDRT jatuhnya!" Kalandra sedikit memarahi kakaknya karena tak membela ibunya di saat ayahnya melakukan kekerasan baginya.

"Memang salah Mama kok. Wajar Papa marah." jawab Sagara sekilas. Kalandra semakin tak paham dengan jawaban kakaknya.

"Waras kamu Kynara! Apa yang kamu lakukan fatal! Jika polisi melacak dan menemukan keberadaanmu, aku takkan membelamu seujung kuku pun!" Artha mulai memarahi istrinya kembali. Kynara hanya terdiam dan menunduk.

"Pa, Kalandra benar-benar gak paham apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Papa tiba-tiba menampar Mama?" Kalandra bertanya untuk kesekian kalinya.

"Mama kamu, dia mencelakai Arutala. Dia menabrak Arutala dengan kecepatan tinggi dan membuang mobil itu entah ke mana. Mamamu benar-benar bodoh dan gegabah. Entahlah anak itu sekarang bagaimana keadaannya? Masih hidup atau sudah menjadi mayat."

"Papa sendiri tahu dari mana?" Kalandra masih tak mempercayai ucapan ayahnya.

"Dari Sagara."

"Kenapa lu? Masih denial? Gue tahu dari mulut Mama sendiri. Mama lu mabuk, terus meracau dan mengatakan semua cerita masa lalunya."

***

Di rumah sakit Irsyad masih berada di luar ruang ICU tempat Arutala berada. Kecelakaan hebat yang dialami Arutala membuatnya koma dan membuat kakinya lumpuh total.

Air matanya semakin deras saat mengingat ucapan dokter yang menangani Arutala. Arutala tak bisa berjalan dengan normal. Kakinya mengalami kelumpuhan total.

"Mobil sialan! Kenapa harus Arutala yang tertabrak? Arutala hidupnya sudah menyedihkan. Sudah banyak beban yang tak adil dipikul oleh Arutala. Takdir Arutala kenapa seperti ini? Ya Allah ... Arutala salah apa? Dia hamba yang taat, tak bisakah Engkau memberikannya kebahagiaan?"

"Irsyad!" panggil Ayah Irsyad, Rayden mendorong kursi roda istrinya dan berjalan menghampiri anak semata wayangnya itu.

"Papa ... Arutala salah apa? Takdir hari ini kenapa seperti ini? Arutala sudah menderita, Pa. Ini gak adil." Tangis Irsyad seketika pecah. Rayden memeluk anak semata wayangnya. Helena menitipkan air mata. Ia sangat memahami perasaan anaknya.

"Ini kecelakaan Nak. Tak ada yang tahu musibah apa yang akan datang nantinya, Nak. Insyaallah Arutala baik-baik saja."

Mereka bertiga kemudian masuk ke ruang ICU untuk melihat keadaan Arutala. Sebelum memasuki area brankar, mereka mengenakan pakaian steril terlebih dahulu.

Kedatangan mereka seperti disambut oleh alat-alat medis yang berada di sekitar Arutala.

Tubuh lemah Arutala dipenuhi oleh kabel-kabel dan peralatan medis lainnya untuk penunjang kehidupan Arutala saat ini.

"Ar ... lekas sembuh. Jika Arutala gak bisa jalan nanti, Irsyad bantu Arutala berjalan. Asalkan Arutala jangan pergi. Jangan tinggalkan Irsyad. Bukankah kita berjanji untuk selalu bersama? Jadi Arutala jangan melanggar janji itu." Air mata Irsyad tak henti-hentinya menetes membasahi pipinya.

Sembagi Arutala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang